Sama-sama mengalami musim dingin, Eropa dan Inggris mengalami cuaca yang lebih hangat.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
WASHINGTON DC, SELASA — Amerika Serikat dan Kanada kembali mencatat awal tahun dengan suhu minus beberapa puluh derajat celsius. Gangguan pusaran kutub jadi penyebab penurunan suhu itu. Perubahan iklim berkaitan erat dengan fenomena itu.
Pada Selasa (23/1/2024), sebagian wilayah Kanada mencatat suhu minus 25 derajat celsius. Di Minnesota, AS, tercatat suhu minus 27 derajat celsius. Di Dakota Utara, malah tercatat suhu minus 56 derajat celsius.
Suhu saat ini lebih hangat dibandingkan pekan lalu. Kala itu, suhu malah turun melebihi minus 50 derajat celsius di sejumlah wilayah Kanada dan AS. Di media sosial beredar video mi instan hingga tisu yang membeku seketika di luar rumah. Sebab, suhu amat dingin dan membekukan air di tisu dan mi instan.
Eropa yang sedang mengalami musim dingin pun tidak mencatat suhu serendah AS-Kanada. Di Moskwa, Rusia, tercatat suhu tidak sampai minus 6 derajat celsius. Inggris malah mencatat suhu 4 derajat celsius.
Mathew Barlow, pakar iklim pada Universitas Massachusetts Lowell, menyebut aliran udara dari kutub utara jadi penyebab suhu anjlok di AS-Kanada. ”Pada pertengahan Januari 2024, suhu dingin itu memecahkan rekor suhu terendah harian dari Montana hingga Texas,” katanya.
Kondisi ini terjadi karena aliran udara dingin berkecepatan tinggi bergeser dari alurnya. Dari berputar di sekitar kutub utara saja, aliran itu malah membawa angin dingin ke selatan. Aliran itu kerap disebut pusaran kutub atau polar vortex.
Fenomena itu bukan hal baru. Sejak 1853, telah dikenal istilah polar vortex. Walakin, di abad 21, istilah itu semakin kerap digunakan. Sebab, gangguan aliran pusaran kutub semakin sering terjadi.
Peneliti Atmospheric Environmental Research, Judah Cohen, salah satu yang menyimpulkan intensitas itu. ”Dari temuan kami, pusaran kutub membentang seperti karet gelang, cuaca musim dingin ekstrem yang parah lebih mungkin terjadi di AS. Di situlah fokusnya dan pada bulan Januari kita menghadapi kasus ekstrem berupa peregangan pusaran kutub,” tuturnya.
Perubahan iklim
Para peneliti sepakat bahwa cuaca dingin ekstrem ini tak bertentangan dengan pemanasan global. Sebaliknya, mereka justru menduga pemanasan global justru menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Penelitian Barlow dan para koleganya membuktikan perubahan Arktik terkait dengan pemanasan global. Pemanasan global itu telah meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan pusaran kutub.
”Dampak peningkatan pemanasan global ini dikenal sebagai amplifikasi Arktik yang dapat meningkatkan pola cuaca. Pada akhirnya, kondisi ini akan menghasilkan pusaran kutub yang terdistorsi sehingga memanjang,” ujar Barlow.
Menurut Jennifer Francis, ilmuwan iklim di Woodwell Research Center, pemanasan Arktik yang cepat salah satu gejala paling jelas dari perubahan iklim yang disebabkan manusia. Kondisi ini membuat musim dingin yang ekstrem lebih mungkin terjadi bahkan ketika bumi secara keseluruhan sedang memanas.
”Saat suhu di Arktik tidak seperti biasanya seperti saat ini, kemungkinan besar kita akan melihat suhu dingin yang sangat dingin melanda tempat-tempat seperti Texas yang tidak mampu menghadapinya,” kata Francis. (AP/REUTERS)