Peran Indonesia diakui secara global. Sementara di dalam negeri, salah satu manfaatnya peningkatan surplus perdagangan.
Oleh
LUKI AULIA, LARASWATI ARIADNE ANWAR, IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Praktik politik luar negeri Indonesia bermanfaat bagi Indonesia dan dunia. Diplomasi Indonesia juga tetap menjunjung tinggi nilai dan prinsip yang tidak tergoyahkan.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, politik luar negeri Indonesia tidak transaksional. ”Dunia mengapresiasi kepemimpinan Indonesia yang selalu menjembatani perbedaan, selalu menghormati prinsip, dan selalu menjadi bagian dari solusi permasalahan dunia,” ujarnya dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM), Senin (8/1/2024), di Bandung, Jawa Barat.
PPTM 2024 disampaikan di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA). Semangat dan prinsip KAA selalu dibawa dalam diplomasi Indonesia. ”Berbekal spirit KAA ini pula, Indonesia secara konsisten berdiri tegak bersama bangsa Palestina memperjuangkan hak-haknya serta melawan kekejaman dan penjajahan Israel,” ujarnya.
Peran penting Indonesia antara lain diakui Lowy Institute dan Chatham House. Lowy Institute menyebut Indonesia ”Kekuatan Menengah di Asia” dengan pengaruh diplomatik tertinggi di kawasan. Chatham House juga menyebut Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang penting di Asia.
Indonesia, kata Retno, tidak lelah menyuarakan penguatan sistem multilateral. Hanya dengan ini, suara-suara kelompok yang termarjinalisasi dapat didengar.
Di sisi lain, diplomasi Indonesia juga membawa manfaat domestik. Selain vaksin selama pandemi Covid-19, wujud manfaatnya berupa peningkatan ekspor. Pada 2015-2023, akumulasi ekspor Indonesia lebih dari 1 triliun dollar AS dan surplusnya lebih dari 100 miliar dollar AS.
Tanggapan
Wakil Direktur Eksekutif Riset CSIS Shafiah Muhibat mengatakan, Kemenlu berusaha menjawab pertanyaan, kritik, dan keraguan sembilan tahun terakhir. Salah satu kritiknya ketidakhadiran Presiden Joko Widodo di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di sisi lain ia tak berharap ada strategi baru. Sebab, pemerintahan Jokowi berakhir pada Oktober 2024.
Meski demikian, ia menyebut tetap ada yang dinantikan di sisa akhir masa pemerintahan ini, yakni rancangan besar diplomasi ekonomi. ”Ini akan menunjukkan langkah bagaimana Indonesia bisa menavigasi rivalitas geopolitik, setidaknya bisa mengatasi dampak negatif secara ekonomi dari persaingan ini,” katanya.
Akar rumput
Sementara Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Fredy Tobing mengkritik praktik diplomasi Indonesia. ”Menlu dalam paparannya mengatakan, Indonesia mengutamakan diplomasi untuk perdamaian. Akan tetapi, keterlibatan aktor-aktor non-negara, terutama akar rumput dan generasi muda, belum banyak terlihat di dalam diplomasi tersebut,” ujarnya.
Pelibatan akar rumput juga disoroti oleh antropolog UI, Surayya Afiff. Sejauh ini, berbagai kerja sama internasional di bidang ekonomi, industri, dan pembangunan belum memperhatikan pengaruhnya kepada masyarakat akar rumput. Keuntungan yang dihitung hanya sebatas di kalangan elite. Manfaatnya tidak dirasakan akar rumput.
Surayya menjelaskan, sebagai negara demokratis, Pemerintah Indonesia berkewajiban memfasilitasi hubungan organisasi-organisasi masyarakat antarnegara. Komunikasi antarmasyarakat ini memungkinkan berbagai proyek kerja sama yang meskipun dimodali oleh korporasi ataupun sumber pendanaan lain untuk investasi asing langsung tetap berjalan di koridor kepentingan masyarakat sipil.
Karakter kebangsaan
Sementara dosen hubungan internasional UI, Makmur Keliat, menerangkan, pelibatan akar rumput memerlukan pembangunan identitas kebangsaan yang kuat. Di Indonesia, masyarakat harus mau membahas berbagai persoalan kebangsaan yang ada, mulai dari isu di Papua hingga aspek-aspek yang bisa menghalangi kepercayaan publik terhadap negara. Pembahasan harus dilakukan secara kritis, terbuka, dan berkeadilan.
Berbagai persoalan di Asia dan Afrika berakar dari belum tuntasnya pembangunan identitas kebangsaan. Myanmar adalah contohnya, yang akibatnya tampak dari pengusiran etnis Rohingya karena tidak dianggap sebagai bagian dari bangsa tersebut. Menurut Makmur, definisi dan nilai kebangsaan itu dirumuskan oleh masyarakat sipil suatu negara, terutama jika negara itu memercayai demokrasi.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto Suryodipuro mengatakan, gerakan masyarakat sipil bisa menjadi besar karena kemandiriannya. ”Dalam berhubungan, setiap pihak memiliki kepentingan masing-masing. Harus ada koordinasi dalam mengakomodasi kepentingan pemerintah, gerakan masyarakat, pemodal, dan pihak-pihak lain yang terlibat,” ujarnya.