Ratusan Warga Indonesia Korban Gempa Jepang Masih Mengungsi dan Butuh Bantuan
Beberapa jam selepas gempa mengguncang Ishikawa dan sejumlah prefektur lain pada Senin (1/1/2024), komunikasi belum lancar. Setelah itu, mulai masuk laporan soal keberadaan WNI di lokasi-lokasi terdampak gempa.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN, KRIS MADA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah warga negara Indonesia yang masih mengungsi selepas gempa Jepang terus bertambah. Belum diketahui kapan mereka bisa pulang ke tempat tinggalnya.
Duta Besar RI di Tokyo Heri Akhmadi mengatakan, 147 warga negara Indonesia (WNI) masih mengungsi di Prefektur Ishikawa. Tidak tertutup kemungkinan masih ada WNI di berbagai tempat penampungan lain. ”Kami masih terus berkoordinasi dengan simpul warga Indonesia dan otoritas setempat,” ujarnya, Rabu (3/1/2024).
Beberapa jam selepas gempa mengguncang Ishikawa dan sejumlah prefektur lain pada Senin (1/1/2024), komunikasi belum lancar. Setelah itu, mulai masuk laporan soal keberadaan WNI di lokasi-lokasi terdampak gempa. Dari 9 orang pada Senin malam, kini ada 147 orang WNI terdata masih mengungsi.
Kedutaan Besar RI di Tokyo mulai mengirimkan paket bantuan makanan dan pakaian kepada WNI yang mengungsi. Untuk sementara, jumlahnya sesuai data terakhir. Tidak tertutup kemungkinan jumlah bantuan bertambah jika data laporan WNI pengungsi meningkat.
Heri mengatakan, pengiriman bantuan memang amat menantang. Bandara Noto di Ishikawa ditutup untuk umum karena landas pacu dan jalan masuknya rusak. Jalan-jalan di Ishikawa dan sekitarnya juga rusak.
Saat ini, fokus KBRI Tokyo mencari tahu keberadaan WNI di prefektur terdampak gempa. Selain itu, mulai dicari tahu pula keadaan tempat tinggal mereka selepas gempa pada Senin sore.
Banyak bangunan rusak hingga ambruk selepas gempa. Karena itu, belum diketahui kapan ratusan WNI itu bisa pulang ke tempat tinggal masing-masing.
Dari hampir 4.000 WNI di tiga prefektur paling dekat dengan episentrum gempa, mayoritas dilaporkan sudah kembali ke tempat masing-masing. Sebab, Pemerintah Jepang telah mencabut peringatan tsunami. Meski demikian, puluhan ribu orang masih mengungsi.
Waktu penyelamatan
Pemerintah Jepang berpacu dengan waktu untuk mencari korban yang mungkin tertimbun bangunan runtuh. Media Jepang, Japan Times, melaporkan ada 130 permintaan penyelamatan pada Rabu saja. Sebagian permintaan penyelamatan korban dari bawah reruntuhan itu belum bisa ditanggapi.
Hal itu, antara lain, tercatat di Suzu dan Nanao, kota di Ishikawa. Total 132 permintaan penyelamatan di sana belum bisa ditanggapi.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, penyelamatan berpacu dengan waktu. Sudah 40 jam lebih sejak kejadian gempa dan permintaan akan penyelamatan warga yang memerlukan terus dilaporkan. ”Menyelamatkan kehidupan adalah prioritas utama,” ujarnya pada Rabu pagi.
Dalam setiap bencana, kemampuan korban bertahan sampai diselamatkan paling lama 72 jam sejak kejadian. Selepas itu, kemampuan bertahan terus menurun. Waktu 72 jam pertama sering disebut periode emas penyelamatan.
Jepang menambah jumlah anggota Pasukan Bela Diri (JSDF) yang dilibatkan dalam pencarian dan penyelamatan. Kini, ada 2.000 anggota JSDF di lokasi bencana.
Selain itu, ada 2.000 petugas pemadam kebakaran dan 700 polisi dikerahkan. Jepang juga mengerahkan anjing pelacak untuk memeriksa reruntuhan.
Televisi Jepang, NHK, melaporkan, regu penyelamat memeriksa berbagai lokasi reruntuhan. Sebagian terekam merangkak ke bawah reruntuhan bangunan.
Tantangan penyelamatan
Puing bangunan hanya sebagian tantangan penyelamatan. Peralatan untuk penyelamatan sulit masuk ke berbagai lokasi terdampak. Sebab, banyak jalan rusak atau tertutup aneka benda dan tidak bisa dilewati.
Karena itu. Wali kota Suzu, Masuhiro Izumiya, meminta jalan-jalan segera dibersihkan dari puing. Di beberapa daerah, jalan juga tertutup aneka benda yang dihanyutkan ombak.
Penyelamatan juga terkendala gempa susulan. Pemeriksaan di bawah reruntuhan harus dihentikan jika gempa susulan terjadi. Tim penyelamat meninggalkan lokasi jika ada peringatan gempa.
Selain itu, Badan Meteorologi Jepang memprediksi hujan deras akan turun di lokasi bencana pada Rabu ini. Hujan deras berpotensi menyebabkan tanah longsor yang makin menyulitkan tim penyelamat bekerja.
Tanpa listrik
Di sejumlah wilayah terdampak, berbagai layanan belum pulih. Para pengungsi dan warga yang sudah kembali ke rumahnya belum mendapat pasokan listrik dan air. ”Warga kedinginan karena mereka ada di wilayah yang tidak dialiri listrik. Akibatnya, mesin penghangat ruangan tidak berfungsi,” jelas Wali kota Wajima, Shigeru Sakaguchi.
Kementerian Kesehatan Jepang menyatakan, 110.000 rumah tangga di Prefektur Ishikawa, Niigata, dan Toyama tidak memiliki akses air bersih. SDF dilaporkan mengirim truk tangki air ke tiga wilayah itu.
Pengungsi juga kekurangan makanan. Izumaya mengatakan, para pengungsi di kotanya belum mendapat bantuan makanan. Sementara di Wajima, hanya ada 2.000 paket makanan. Padahal, ada 10.000 pengungsi di sana.
Menurut Kishida, pemerintah mencoba mengirimkan bantuan lewat laut. Selain itu, truk-truk pengangkut bantuan sudah bergerak ke lokasi gempa
Mitsuru Kida (74), warga kota Wajima, yang selamat dan saat ini berada di tempat pengungsian menyatakan, ia belum pernah melihat kerusakan jalan sedemikian parah. Ia khawatir untuk bisa kembali ke kehidupan normal diperlukan waktu yang lama. (AFP/REUTERS)