AS menegaskan, Gaza tetap dan selalu menjadi wilayah Palestina. AS meminta pejabat Israel berhenti membahas gagasan penggusuran total Gaza.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
WASHINGTON DC, RABU - Amerika Serikat menolak gagasan penggusuran total warga Palestina dari Gaza. Washington menilai, pernyataan itu tidak bertanggung jawab dan bentuk penghasutan. Gaza selalu menjadi wilayah Palestina.
Penolakan disampaikan Departemen Luar Negeri AS, Selasa (2/1/2023) siang waktu Washington atau Rabu dini hari WIB. Washington merujuk pada pernyataan dua menteri Israel, Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Givr. ”Mereka harus segera berhenti (memberi pernyataan sejenis),” demikian pernyataan tertulis Deplu AS.
AS menegaskan, Gaza tetap dan selalu menjadi wilayah Palestina. ”Sikap kami selalu jelas, konsisten, dan tegas,” lanjut pernyataan tertulis Deplu AS.
Menurut Deplu AS, Washington berulang kali mengonfirmasi sikap resmi Israel soal Gaza. Kepada AS, Israel menyebut pernyataan Smotrich dan Ben Gvir bukan kebijakan resmi pemerintah.
Di sisi lain, Washington juga menolak Hamas meneruskan pengendalian Gaza. AS memandang, akan lebih baik bagi semua pihak jika Gaza dikendalikan pihak lain. Pengendali Gaza, seperti disampaikan berulang kali, perlu diputuskan oleh warga Palestina.
Ben Gvir marah pada pernyataan itu. "AS teman baik kami. Walakin, kami akan melakukan yang terbaik bagi Israel : migrasi ratusan ribu orang dari Gaza dan memungkinkan penduduk (Israel) di permukiman kembali ke rumah serta hidup di bawah perlindungan dan pengamanan dari prajurit IDF," kata dia.
Ia dan sejumlah pejabat Israel memakai istilah migrasi alih-alih pengusiran. Pekan lalu, ia menyebut pengusiran total warga Palestina dari Gaza sebagai tindakan tepat secara moral. Pengusiran itu disebutnya bermanfaat bagi warga Israel dan Gaza. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut apa manfaat pengusiran itu.
Dukungan penggusuran
Wacana penggusuran total warga Palestina dari Gaza terus dilontarkan sebagian pejabat dan warga Israel. Akhir pekan lalu, Smotrich dan Ben Gvir menyatakan gagasan itu secara terpisah.
Smotrich memakai istilah migrasi sukarela untuk pengusiran warga Gaza itu. ”Jika di Gaza terdapat 100.000 atau 200.000 orang Arab dan bukan 2 juta orang, proses diskusi selanjutnya pasti akan berbeda. Mari kita berpikir di luar kebiasaan. Kami akan membantu merehabilitasi para pengungsi di negara lain dengan cara yang baik dan manusiawi melalui kerja sama komunitas internasional dan negara-negara Arab di sekitar kami,” kata pemimpin Partai Zionis Religius itu.
Menurut dia, pengusiran total atau setidaknya mayoritas warga Palestina dari Gaza untuk memastikan Gaza tidak dikuasai Hamas. ”Gaza tidak bisa terus menjadi ’rumah kaca’, di mana 2 juta orang dibuat benci terhadap Israel dan diberi gagasan untuk menghancurkan Israel. Ini yang terjadi di Gaza selama 75 tahun,” kata Smotrich.
Karena itu, setelah perang Gaza 2023 selesai, ia mengusulkan permukiman Yahudi dibuat di Gaza. Kehadiran warga sipil Israel di Gaza dinyatakan untuk memastikan wilayah itu tidak dipakai untuk mengganggu keamanan Israel.
Ia mengklaim, sebenarnya banyak warga Gaza mau keluar dari wilayah itu. Menurut dia, warga Gaza dipaksa tetap tinggal di sana. Warga Gaza juga disebutnya dicecoki proganda bahwa solusi mengatasi penderitaan mereka hanyalah menghilangkan Israel.
Gagasan Smotrich disambut oleh banyak pemukim Israel di Tepi Barat. Di wilayah Palestina itu memang Israel membuat ribuan permukiman bagi orang Yahudi. Israel mengabaikan keberatan komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat, yang memandang permukiman itu ilegal. Israel tidak peduli karena tidak ada sanksi apa pun soal pembangunan permukiman itu.
Sementara di media sosial terus beredar video warga Israel membahas soal tinggal di Gaza selepas perang. Menurut mereka, Gaza tidak pantas ditinggali orang-orang Palestina. (AFP/REUTERS)