Situasi Gaza Tidak Terkendali, Anak Muda AS Berpaling dari Biden
Dukungan AS kepada Israel berdampak pada dukungan anak muda yang mulai tak mau memilih Biden lagi.
DEIR AL-BALAH, RABU — Situasi di Gaza kian tidak terkendali karena serangan darat Israel yang meluas ke wilayah Gaza tengah dan selatan. Ribuan keluarga Palestina terpaksa melarikan diri ke tempat-tempat pengungsian yang sudah penuh sesak di Gaza. Serangan Israel memojokkan warga Gaza di Deir Al-Balah dan Rafah serta daerah perdesaan kecil di garis pantai selatan. Itu pun belum tentu aman. Pemerintah Israel bersumpah, mereka tidak akan menghentikan serangannya di Gaza sampai kelompok Hamas ditumpas habis.
Baca juga : Antisipasi Perluasan Perang Gaza, Indonesia Siapkan Evakuasi Lanjutan
Dengan berjalan kaki atau naik gerobak yang ditarik keledai, arus manusia mengalir ke Deir Al-Balah, kota yang berpenduduk sekitar 75.000 jiwa, Kamis (28/12/2023). Ratusan ribu orang terpaksa mengungsi dari Gaza utara ketika wilayah itu dihantam terus hingga tinggal puing-puing. Karena tempat penampungan Perserikatan Bangsa-Bangsa dipenuhi berkali-kali lipat melebihi kapasitasnya, para pendatang baru mendirikan tenda di trotoar di tengah musim dingin yang menggigit. Banyak juga dari para pengungsi itu hanya tidur di tanah dengan beralas selimut.
Hingga saat ini, sekitar 85 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza sudah mengungsi. PBB mengatakan, seperempat penduduk Gaza kelaparan karena arus bantuan makanan, air, bahan bakar, dan kebutuhan lain tersendat gara-gara pengepungan Israel. Dengan ratanya sebagian besar wilayah Gaza utara, warga Gaza khawatir nasib serupa akan menimpa wilayah lain, termasuk Khan Younis, tempat pasukan Israel melancarkan operasi daratnya awal Desember lalu.
Kekhawatiran ini beralasan karena militer Israel sudah mengeluarkan pernyataan akan mengerahkan brigade lain untuk menggempur kota itu. Pergerakan tentara Israel ini memaksa warga Gaza untuk berpindah-pindah tempat mengungsi.
Akan tetapi, meskipun mencari perlindungan di kamp pengungsi, bukan berarti mereka akan aman. Serangan Israel yang bertubi-tubi juga menyasar sejumlah kamp Gaza, salah satunya kamp pengungsi Bureij. Bahkan, daerah sekitar kamp dihujani bom saat pasukan Israel bergerak masuk. ”Itu malam yang sangat mengerikan. Kami belum pernah melihat pengeboman separah itu,” kata Rami Abu Mosab yang berlindung di Bureij.
Baca juga : PBB Tunjuk Koordinator Khusus Kemanusiaan Gaza
Padahal, sebelumnya militer Israel sendiri yang mengeluarkan perintah evakuasi ke Bureij dan daerah sekitarnya, Selasa lalu. Daerah itu merupakan rumah bagi hampir 90.000 orang sebelum perang dan kini menampung lebih dari 61.000 pengungsi, mayoritas dari daerah utara. Kamp Bureij, seperti kamp-kamp lain di Gaza, menampung pengungsi dari perang tahun 1948.
”Kami sudah tiga kali pindah tempat pengungsian setelah diusir dari rumah kami di Gaza utara. Dari Bureij, kami sekarang harus pindah ke Deir al-Balah jalan kaki. Tidak ada tempat berlindung yang aman. Ke mana lagi kami harus pergi. Kami hanya butuh tempat kosong untuk istirahat,” kata seorang buruh harian, Ibrahim al-Zatari.
Biden tak dilirik
Di sisi lain, perang di Gaza ternyata berdampak langsung pada politik dalam negeri Amerika Serikat, khususnya pada pencalonan kembali Presiden AS Joe Biden. Situs BBC, Kamis (28/12/2023), menyebutkan, anak-anak muda AS mulai ragu untuk memilih Biden. Sebagian besar keraguan itu disebabkan oleh dukungan pemerintahan Biden terhadap Israel yang terus membombardir Gaza.
”Sebagai pencinta perdamaian, Muslim, dan berkulit hitam, sedih melihat penindasan terhadap warga Palestina. Sulit bagi saya memilih presiden yang membantu dan mendukung perang Gaza,” kata Abdul Osmanu (22), yang terpilih menjadi anggota Dewan Kota Connecticut pada 2021.
Baca juga : Sosok Pemimpin yang Disuka Anak-anak Muda
Dia mengaku sedang mempertimbangkan apakah akan memilih kandidat pihak ketiga atau malah golput saja pada pemilu 2024. Namun, ini juga keputusan sulit karena dia tidak ingin melihat Donald Trump kembali terpilih. Semakin banyak pemilih muda dari Partai Demokrat, seperti Osmanu, yang berbeda pendapat dengan Biden terkait isu Israel dan konflik Gaza.
Ini mengkhawatirkan Demokrat, karena penolakan mereka terhadap kebijakan Biden, bisa mengancam kelompok pemilih andalan yang diharapkan akan mendukung Biden. Kelompok pemilih muda ini juga yang mendukung Biden pada pemilu 2020.
Dari jajak pendapat yang dilakukan harian TheNew York Times bersama dengan Siena terhadap pemilih berusia 18-29 tahun baru-baru ini, anak muda cenderung lebih mendukung perjuangan Palestina dibandingkan Israel. Menurut survei itu, pandangan mereka kritis terhadap Israel dan serangan balasannya terhadap Hamas.
Sementara generasi yang lebih tua memiliki pandangan lebih positif terhadap Israel. Meski mayoritas pemilih terdaftar (57 persen) tidak menyetujui cara Biden menangani konflik, pemilih muda yang paling tidak setuju.
Anna Bosking (22), warga Iowa, menjadi lebih kritis terhadap hubungan AS dengan Israel setelah belajar politik Timur Tengah di kampusnya, berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya dari Gaza, dan melihat laporan-laporan dari saksi mata di media sosial. ”Sebelum konflik ini, saya selalu berpikir Israel itu sekutu yang konsisten dan kami akan selalu mendukung. Tetapi, saya kira seluruh rakyat harus mempertimbangkan konteks sejarah dalam situasi sekarang ini,” ujarnya.
Baca juga : Pembunuhan Jenderal Iran di Suriah dan Serangan AS di Irak Perbesar Bara Timur Tengah
Salah satu kemungkinan penyebab perpecahan ini adalah kaum muda Demokrat, khususnya kelompok progresif, juga lebih cenderung menghubungkan perjuangan untuk mewujudkan negara Palestina dengan perjuangan keadilan sosial yang terjadi di AS. ”Banyak organisasi yang saya ikuti memiliki hubungan kuat dengan apa yang dialami Palestina dan ingin terus meningkatkan perjuangan mereka,” kata Direktur Kebijakan Demokrat Muda di Maricopa, Michael Abramson (25).
Demokrat mengandalkan jumlah pemilih muda untuk mendorong mereka meraih kemenangan dalam pemilihan presiden tahun 2020 dan pemilu paruh waktu 2022. Biasanya tim kampanye Demokrat mengeluarkan jutaan dollar AS untuk menjangkau dan memantik keterlibatan kaum muda untuk menggalang dukungan. Tidak semua pemilih muda mengkritik posisi Biden terhadap Israel.
Bagi Jessica Schwab (20), mahasiswa di Universitas Columbia, New York, dia tidak mau Trump terpilih kembali dan menganggap Biden menangani konflik itu dengan baik. ”Dia mendukung Israel dan memberi mereka pasokan militer dan pendanaan umum untuk pertahanan mereka. Tetapi, saya suka dia juga meminta jeda kemanusiaan dan memberi ruang bernapas untuk mengurangi jumlah korban di Gaza,” ujarnya.
Baca juga : Israel-Hamas Cuek pada Usulan Damai Mesir
Para pendukung Biden juga berargumentasi, pemilu 2024 sudah dekat dan diyakini anak-anak muda Demokrat akan kembali bersatu jika dihadapkan pada pilihan antara Biden dan Trump. ”Ini pilihan antara dua kandidat. Meski kebijakan Biden terhadap Gaza mungkin mengecewakan sebagian anak muda, itu tidak akan mengubah fakta bahwa Biden dan Trump adalah dua orang yang sangat berbeda,” katanya. (AP)