Perayaan Natal di China, Paduan Budaya Asing dan Lokal
Rakyat China boleh ikut merayakan kegembiraan perayaan Natal. Namun, pemerintahnya mewanti-wanti jangan sampai terlena ”pengaruh asing”.
Berbeda dengan negara lain, perayaan Natal di China hanya ramai dan boleh dirayakan di beberapa kota tertentu, seperti Shanghai, Chongqing, Guangdong, dan Hong Kong. Hiasan, seperti pohon-pohon natal raksasa bertaburkan lampu meriah dengan kado-kado di bawahnya, menyambut pembeli di pusat-pusat perbelanjaan.
Hari Natal memang bukan hari libur umum di China daratan karena mayoritas rakyatnya menganut agama Buddha dan Taoisme. Partai Komunis China juga secara resmi ateis.
Meski demikian, China tidak melarang agama atau ibadah Kristiani dan agama-agama lainnya. Hanya saja, praktik beragamanya harus dikelola dan diatur dengan ketat di tengah kekhawatiran China akan ”pengaruh asing”.
Baca juga: Serba Sederhana di Banyak Negara dalam Merayakan Natal
Kota-kota besar lain, seperti ibu kota Beijing, juga relatif sepi, Minggu (24/12/2023). Hanya di gereja Katolik di daerah Wang Fu Jing ramai dengan orang-orang yang berfoto di depan pohon natal.
Bahkan, di Provinsi Yunnan, ada perusahaan manajemen properti yang melarang para penyewa toko di pusat perbelanjaan menjual kartu natal dan barang-barang yang dijual sebagai kado natal. Mereka menahan diri untuk tidak menggantungkan dekorasi-dekorasi natal.
Pada 2018, di kota Langfang, Provinsi Hebei, juga pernah diberlakukan larangan terhadap pameran publik saat Natal dan penjualan barang-barang yang berkaitan dengan Natal. Alasan pelarangan ini untuk menjaga stabilitas sosial. Selain itu, disebutkan bahwa tradisi asing tidak boleh diikuti ”secara membabi buta” dan rakyat China harus percaya diri dengan tradisi budaya yang dimiliki sendiri.
Sekolah-sekolah di beberapa kota—mulai dari Dongguan di wilayah selatan hingga Harbin di wilayah timur laut—juga meminta siswa dan orangtua tidak mengikuti tradisi dan budaya asing tanpa pikir panjang.
Sebagai gantinya, cabang lokal Liga Pemuda Komunis di Provinsi Gansu meminta anggotanya untuk memutarkan film China tahun 2021 berjudul Pertempuran di Danau Changjin. Film ini menceritakan pertarungan sengit antara Tentara Sukarela Rakyat China dan pasukan Amerika Serikat saat Perang Korea.
Baca juga: Presiden Xi Jinping Dorong ”Islam Berkarakteristik China”
Wang Huning, anggota peringkat keempat dari Komite Tetap Politbiro Partai Komunis China yang dipimpin Presiden Xi Jinping, meminta kelompok-kelompok Kristiani untuk mematuhi ”arah sinisisasi agama Kristiani”.
”Kita harus menafsirkan doktrin dan aturan sejalan dengan persyaratan perkembangan dan kemajuan China kontemporer, nilai-nilai inti sosialis, serta tradisi dan budaya China yang unggul,” kata Wang kepada kantor berita, Xinhua, Sabtu (23/12/2023).
Di satu sisi China mengeluarkan larangan-larangan demi mencegah pengaruh asing masuk. Namun, di sisi lain, China gencar mengekspor budaya dan gagasan China, seperti tradisi menjelang Festival Musim Semi atau tahun baru Imlek.
Kementerian Luar Negeri China menyebutkan, Festival Musim Semi ini menekankan pada kegembiraan, keharmonisan, dan perdamaian. Pada pekan lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan Festival Musim Semi sebagai hari libur kerja PBB.
Baca juga: Salam Persatuan dan Perdamaian Paus Fransiskus untuk China
Bagi banyak orang di China, Natal tidak ada hubungannya dengan agama. Di Beijing, beberapa toko masih berani memajang dekorasi Natal, bahkan satu bulan sebelum Natal.
Seperti di negara-negara lain, termasuk Indonesia, hari raya di China juga merupakan hari berbelanja dengan banyak tawaran diskon untuk barang-barang ataupun tempat-tempat wisata. Natal dan perayaan-perayaan lain penting bagi perekonomian China. Banyak dekorasi natal dan produk mainan berjenama internasional dibuat di China.
Polemik soal budaya
Menurut situs Institut Bahasa China, Natal menjadi umum dibicarakan dan dipertunjukkan di China setelah reformasi ekonomi pada 1978 yang membuka peluang bagi China untuk mempererat hubungan dengan negara-negara Barat. Periode ini menandai awal mula simbol dan tradisi Natal meresap ke dalam budaya populer China, khususnya di wilayah perkotaan.
Pada 1990-an, beberapa kota di China mulai mengadopsi dekorasi dan tradisi natal. Kini, tradisi itu semakin berkembang menjadi perpaduan elemen budaya Barat dan China yang ditandai dengan komersialisasi.
Namun, tetap saja, perayaan Natal masih menjadi perdebatan budaya yang mencerminkan hubungan yang kompleks China dengan pengaruh Barat dan identitas budaya China.
Baca juga: China Tawarkan Manfaat Sekaligus Tantangan Kawasan
Ketika Natal semakin populer di China, terutama di kalangan anak muda, banyak yang kemudian mempertanyakan asimilasi budaya dan pelestarian budaya tradisional China. Sebagian memandang perayaan Natal sebagai tanda keterbukaan dan integrasi China ke dunia. Sementara sebagian lain justru prihatin dengan hegemoni budaya Barat yang membayangi tradisi China yang kaya dan kuno.
Ketika Natal semakin populer di China, terutama di kalangan anak muda, banyak yang kemudian mempertanyakan asimilasi budaya dan pelestarian budaya tradisional China.
Selama beberapa tahun terakhir, sentimen nasionalisme di kalangan tertentu juga tumbuh dan menentang Natal. Kelompok ini melihat Natal berpotensi mengikis nilai-nilai dan tradisi unik masyarakat China. Mereka khawatir, popularitas Natal atau perayaan-perayaan lain dari Barat akan menyebabkan dilusi budaya.
Untuk membedakan Natal di China dan di Barat, ada salah satu tradisi yang menarik, yakni memberikan dan makan apel pada malam Natal. Praktik ini berasal dari permainan linguistik.
Dalam bahasa Mandarin, kata untuk ”apel” adalah ”苹果” (píngguǒ) yang terdengar mirip dengan kata untuk ”perdamaian”, ”平安” (píng'ān). Mengingat Malam Natal dikenal sebagai "平安夜" (Píng'ān Yè, Malam Damai), apel kemudian menjadi simbol kedamaian dan ketenangan selama Natal.
Praktik ini kemudian tersebar cepat berkat anak-anak muda yang memberikan apel yang terbungkus indah dengan kertas atau pita warna-warni kepada teman dan keluarga pada malam Natal. Biasanya, di apel yang sudah terbungkus cantik itu disematkan tulisan berisi pesan cinta, perdamaian, atau ucapan ”Selamat Natal”. (REUTERS)