Korban Tewas di Gaza Tembus 20.000 Jiwa, Gencatan Senjata Masih Alot
Sudah 10 pekan perang, situasi di Gaza semakin mengenaskan. Korban jiwa terus bertambah. Korban selamat kelaparan.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
KAIRO, KAMIS — Pembicaraan mengenai gencatan senjata di Gaza masih alot karena pihak-pihak yang terlibat belum bersedia kompromi. Di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemungutan suara untuk gencatan senjata ditunda untuk ketiga kalinya akibat keberatan Amerika Serikat.
Negosiasi dengan Hamas di Mesir ataupun pertemuan Mossad dan CIA dengan Qatar pun belum memberi harapan. Sementara jumlah korban tewas di Gaza, diumumkan Kementerian Kesehatan Gaza, Kamis (21/12/2023), sudah tembus 20.000 jiwa dalam 10 pekan pertempuran.
Warga Gaza yang selamat didera kelaparan. Puluhan ribu orang terluka dan ribuan lainnya masih terjebak di reruntuhan gedung. Dari jumlah tersebut, setidaknya 8.000 anak-anak dan 6.200 perempuan tewas.
Di Gaza, serangan bom Israel masih terus terjadi, dibalas serangan roket dari Hamas. Sedikitnya 46 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam serangan Israel ke kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara. Di Rafah, Gaza selatan, serangan udara menghantam sebuah gedung dekat rumah sakit yang menewaskan sedikitnya 10 orang.
Diperkirakan separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza saat ini kelaparan karena serangan militer Israel di bagian selatan Gaza meluas dan masyarakat terputus dari pasokan pangan.
Warga Gaza dilanda kelaparan karena bantuan makanan yang sangat minim. Wakil kepala Program Pangan Dunia (WFP) PBB Carl Skau mengatakan, diperkirakan separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza saat ini kelaparan karena serangan militer Israel di bagian selatan Gaza meluas dan masyarakat terputus dari pasokan pangan.
Penundaan ketiga
Di tengah penderitaan warga Gaza, pembicaraan soal gencatan senjata di berbagai level berlangsung alot. Untuk ketiga kalinya dalam pekan ini, Dewan Keamanan (DK) PBB kembali menunda pemungutan suara untuk gencatan senjata di Gaza. Penundaan ini lagi-lagi disebabkan keberatan AS, sekutu terkuat Israel.
Keberatan AS itu terpusat pada dua perkara, yaitu penggunaan istilah penghentian permusuhan dalam naskah resolusi serta soal mekanisme pemeriksaan truk pembawa bantuan kemanusiaan oleh tim dari PBB. Menurut sumber diplomat yang tak mau disebut identitasnya, di masa lalu, AS menentang penggunaan istilah penghentian permusuhan. Diplomat itu menyampaikan, sampai sekarang istilah ini masih menjadi ganjalan bagi AS.
Keberatan kedua karena resolusi tersebut juga menyerukan agar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membentuk mekanisme pemantauan pengiriman bantuan ke Gaza. Para diplomat mengatakan, hal ini juga menjadi masalah bagi AS karena mengabaikan pemeriksaan bantuan Israel yang memasuki wilayah tersebut.
Sementara itu, kunjungan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Kairo, Mesir, pada Rabu juga belum menunjukkan tanda-tanda akan menghasilkan kesepakatan gencatan senjata. Hamas dan Israel masih sama-sama bersikeras dengan kepentingan masing-masing tanpa bersedia kompromi.
Hamas menginginkan penghentian serangan permanen, di samping pembebasan sandera yang ditukar dengan tahanan Palestina dari penjara Israel. Sementara Israel pun menolak pilihan menghentikan serangan secara permanen sebelum tujuan utamanya menyerang Gaza tercapai, yaitu membebaskan semua sandera dan melumpuhkan Hamas sehingga tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.
”Kami akan melanjutkan perang sampai akhir. Ini akan berlanjut sampai Hamas hancur, sampai kemenangan,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pernyataan video. ”Siapa pun yang mengira kami akan berhenti, berarti dia terlepas dari kenyataan," katanya.
Sumber yang mengetahui jalannya perundingan Haniyeh di Kairo mengatakan, para utusan mendiskusikan sandera mana saja yang bisa dibebaskan untuk mencapai gencatan senjata baru. Sejumlah nama warga Palestina yang dipenjara juga didaftar, termasuk warga Palestina yang dipenjara Israel karena pelanggaran serius.
Taher Al-Nono, penasihat media Haniyeh, mengatakan, Hamas tidak bersedia membahas pembebasan lebih banyak sandera sampai Israel mengakhiri serangannya ke Gaza serta membuka akses lebih banyak untuk bantuan kemanusiaan. ”Kita tidak bisa membicarakan perundingan, sementara Israel melanjutkan agresinya. Pembahasan usulan apa pun terkait tahanan harus dilakukan setelah penghentian agresi,” kata Nono dalam wawancara dengan Reuters di Kairo.
Hamas menolak penghentian sementara serangan Israel. Mereka meminta gencatan senjata permanen. ”Kami telah berbicara dengan saudara-saudara kami di Mesir, menguraikan sikap kami terhadap agresi ini dan kebutuhan mendesak untuk menghentikannya sebagai prioritas utama,” imbuhnya.
Sumber dari Hamas menyebutkan, Hamas bersedia membebaskan 40 sandera Israel jika syarat yang mereka minta dipenuhi. Sementara Israel bersikeras agar semua sandera, baik perempuan maupun laki-laki, dibebaskan.
Saat ini, diperkirakan ada 129 warga Israel yang masih ditawan sebagai sandera Hamas. Sebelumnya, kepada para keluarga sandera, Netanyahu mengatakan, ia sudah dua kali mengirim Direktur Intelijen Mossad David Barnea ke Eropa untuk berunding.
Barnea telah bertemu dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani dan Direktur Badan Pusat Intelijen AS (CIA) William Burns di Eropa pada awal pekan ini guna membahas kemungkinan kesepakatan baru untuk pembebasan para sandera. AS mengatakan, perundingan sangat serius sedang berlangsung mengenai gencatan senjata baru di Gaza dan pembebasan lebih banyak sandera Israel. Namun, prospek kesepakatan belum pasti.
Jihad Islam, faksi di Palestina yang lebih kecil dan juga menyandera sejumlah orang di Gaza, mengatakan, pemimpinnya juga akan mengunjungi Mesir dalam beberapa hari mendatang untuk membahas kemungkinan diakhirinya konflik tersebut.
Pada Rabu, militer Israel mengatakan telah menemukan pusat komando utama Hamas di jantung kota Gaza. Menurut militer Israel, jaringan bawah tanah itu digunakan Hamas untuk memindahkan senjata, pasukan, dan pasokan ke seluruh Jalur Gaza.
Selama 10 pekan gempuran Israel, Hamas masih terlihat kuat dalam perlawanan terhadap serangan pasukan darat Israel. Mereka juga terus menembakkan roket ke Israel setiap hari. (AP/AFP/REUTERS)