Sheikh Nawaf, ”Emir Pemaaf” Pembangun Jembatan Berbagai Perbedaan
Di kalangan diplomat, Sheikh Nawaf dipandang sebagai jembatan dan pembangun konsensus. Di bawah kepemimpinannya, Kuwait menjalankan kebijakan luar negeri yang menjaga keseimbangan hubungan dengan negara-negara tetangga.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
KUWAIT CITY, MINGGU — Emir Kuwait Sheikh Nawaf al-Ahmad al-Sabah wafat, Sabtu (16/12/2023), setelah tiga tahun memimpin dengan berupaya menyelesaikan berbagai perselisihan internal di negaranya. Ia meninggal dunia dalam usia 86 tahun.
Saat kabar duka itu tiba, televisi pemerintahan Kuwait menghentikan siaran dan menggantikan dengan tayangan lantunan ayat-ayat Al Quran. ”Dengan kesedihan mendalam, kami—rakyat Kuwait, negara-negara Arab dan Islam, serta para sahabat di seluruh dunia—kehilangan Almarhum Yang Mulia Emir Sheikh Nawaf al-Ahmad al-Jaber al-Sabah, yang berpulang ke hadirat Allah hari ini,” kata Sheikh Mohammed Abdullah al-Sabah, Menteri Urusan Keemiran, saat membacakan berita duka.
Tidak ada keterangan tentang kondisi yang menyebabkan Sheikh Nawaf wafat. Pada akhir November 2023, ia dilarikan ke rumah sakit menyusul sakit yang tidak disebutkan secara detail.
Kesehatan para pemimpin Kuwait merupakan salah satu isu sensitif di negara Arab Teluk itu. Kantor berita Kuwait melaporkan, Sheikh Nawaf pernah berobat ke Amerika Serikat pada Maret 2021 untuk pemeriksaan kesehatan yang tidak diumumkan detailnya.
Kuwait mengumumkan hari berkabung selama 40 hari. Kantor-kantor pemerintah juga akan diliburkan selama tiga hari.
Kantor berita Kuwait, KUNA, melaporkan bahwa saudara tiri Sheikh Nawaf, Sheikh Meshal al-Ahmad al-Jaber (83), yang sebelumnya menjabat Wakil Emir, diumumkan menjadi Emir baru. Ia telah menjalankan sebagian tugas-tugas keemiran sejak 2021. Selama ini ia sering mengemban jabatan bidang keamanan dan intelijen Kuwait.
”Proses suksesi yang mulus dan tertib ini… bukti kematangan sistem politik (Kuwait),” kata Abdullah al-Shayji, profesor ilmu politik pada Kuwait University, melalui media sosial.
Kepemimpinan tersingkat
Lahir pada 1937, Sheikh Nawaf menjadi Emir Kuwait pada September 2020 menyusul wafatnya saudara tirinya, Sheikh Sabah, dalam usia 91 tahun. Saat ia naik ke tampuk kekuasaan, sejumlah analis memperkirakan masa pemerintahannya bakal berlangsung pendek.
Dengan tiga tahun pemerintahannya, ia menjadi emir paling singkat sejak Dinasti Keluarga Al-Sabah memimpin Kuwait mulai tahun 1752. Kuwait, negara konservatif dengan kekuasaan terpusat di tangan keluarga besar Al-Sabah, adalah negara Arab Teluk dengan parlemen yang aktif dan memiliki pengaruh kuat.
Dengan tiga tahun pemerintahannya, ia menjadi emir paling singkat sejak Dinasti Keluarga Al-Sabah memimpin Kuwait mulai tahun 1752.
Dinamika dan ketegangan antara para anggota parlemen yang dipilih melalui pemilu dan para menteri kabinet yang dipilih keluarga Emir sempat menjadi ganjalan pembangunan dan investor luar. Selama tiga tahun Sheikh Nawaf memimpin, Kuwait menggelar tiga kali pemilu parlemen, termasuk pemilu tahun 2023 yang juga diliput Kompas, dan lima formasi kabinet tahun ini.
Sebelum menjadi Emir, Sheikh Nawaf menjabat menteri dalam negeri dan menteri pertahanan. Meski berada di lingkaran utama Keluarga Besar Al-Sabah, karier politiknya sempat tidak menentu. Hal itu tidak lepas dari kinerjanya selaku menteri pertahanan, terutama saat pasukan Irak di masa Presiden Saddam Hussein menginvasi Kuwait, Agustus 1990.
Sheikh Nawaf menuai kritik luas atas keputusan yang diambilnya. Dalam sebuah surat yang dikirimkan ke pemimpin Kuwait kala itu, disebutkan bahwa Sheikh Nawaf memerintahkan para anggota pasukan tanknya untuk tidak menembak pasukan Irak yang mendekati Kuwait. Mengapa perintah itu keluar, hingga kini masih belum jelas.
Akibatnya, pasukan Irak dengan mudah menguasai Kuwait. Pasukan multinasional di bawah komando AS belakangan bisa memukul pasukan Irak mundur dari Kuwait dalam Operasi Badai Gurun. Al-Sabah tidak pernah memublikasikan hasil temuan investigasi terkait langkah-langkah pemerintahannya terkait invasi Irak tersebut.
”Target utama kami adalah pembebasan. Setelah kami kembali (berkuasa), kami akan memperbaiki rumah kami,” ujar Sheikh Nawaf tahun 1991. ”Anda harus mereformasi diri sendiri dan memperbaiki atas kesalahan-kesalahan sebelumnya.”
Pada 2021 Sheikh Nawaf mengeluarkan keputusan pengampunan atau amnesti bagi para tahanan politik. Puluhan pembangkang di Kuwait dibebaskan. Atas keputusannya itu, ia mendapat gelar ”Sang Emir Pemaaf”.
”(Dia akan) dikenang sebagai sosok yang unik dengan atribut: sosok yang bertutur kata lembut, taat, sederhana, rendah hati,” kata Bader al-Saif, profesor sejarah pada Kuwait University.
”Dia memperoleh gelar—di sini mereka menjulukinya ’emir pemaaf’. Tak ada dalam sejarah modern Kuwait melangkah hingga sejauh itu dalam menjangkau pihak, untuk membuka diri,” lanjut Saif.
Di kalangan diplomat, Sheikh Nawaf dipandang sebagai jembatan dan pembangun konsensus (consensus builder). Di bawah kepemimpinannya, Kuwait mempertahankan kebijakan luar negeri yang menjaga keseimbangan hubungan dengan negara-negara tetangga. Ia juga memperlihatkan peran diplomasi dan upaya menjaga perdamaian di kawasan.
”Ia mengabdi pada negaranya selama enam dekade dan menjalankan tugas-tugasnya dengan ketulusan”, tulis Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, Pemimpin Dubai, melalui media sosial X.
Uni Eropa mengenang Sheikh Nawaf berkat ”dedikasi tanpa putus dan komitmennya mengabdi pada negaranya, bahkan di masa-masa sulit”. (AP/AFP/REUTERS)