Hapuskan utang negara miskin dan berkembang. Dengan begitu, mereka bisa fokus mendanai mitigasi dampak perubahan iklim.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, Paris Club. Demikian beberapa kreditor yang mengucurkan triliunan dollar AS ke sejumlah negara.
Total utang luar negeri di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (LMICs) mendekati 9 triliun dollar AS. Jumlah itu dicantumkan dalam International Debt Report 2023 yang diterbitkan Bank Dunia pada 13 Desember 2023.
LMICs juga mencatat cicilan utang luar negeri terbesar sepanjang sejarah, 443,5 miliar dollar AS setahun pada 2022. Nilai itu lebih dari dua kali APBN Indonesia 2023.
Mengacu pada data Bank Dunia, 59 persen utang luar negeri LMICs didapat dari lembaga swasta. Bentuknya kredit dan pembelian obligasi. Sementara Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan sejumlah lembaga multilateral menguasai 28 persen dari keseluruhan utang luar negeri LMICs.
Dari keseluruhan utang luar negeri LMICs, menurut Bank Dunia, 4 persen berasal dari China. Padahal, Amerika Serikat dan sekutunya berulang kali menyebut China membuat jebakan utang pada LMICs. AS dan sekutunya juga mendesak China menghapuskan utang LMICs.
Mitigasi iklim
Salah satu alasan mendesak China adalah agar LMICs punya dana untuk memitigasi dampak perubahan iklim. Alih-alih untuk membayar utang ke China, atau kreditor lain, dananya disebut lebih baik untuk aneka proyek adaptasi perubahan iklim.
Secara rata-rata, dana cicilan utang LMICs setara 1.200 persen dari dana mitigasi perubahan iklim. Karena itu, LMICs kesulitan dana untuk aneka layanan masyarakat. Bahkan, sebagian LMICs di Asia, Afrika, Karibia, dan Pasifik kesulitan dana untuk menanggulangi bencana yang dipicu perubahan iklim.
Negara-negara miskin empat kawasan paling rentan dampak perubahan iklim. Padahal, kontribusi negara-negara itu pada penyebab perubahan iklim paling rendah.
Negara-negara Amerika Utara dan Eropa Barat berkontribusi paling besar. Lebih dari 1,5 abad mereka mengeluarkan emisi karbon dan metana yang memicu perubahan iklim. Emisi itu untuk dampak aktivitas ekonomi yang mengantarkan mereka pada taraf kesejahteraan sekarang.
Karena itu, ada kampanye keadilan iklim dan keadilan karbon. Intinya adalah para penghasil emisi terbanyak harus memberi kontribusi lebih besar untuk mitigasi dampak perubahan iklim.
Komitmen pendanaan
Di Kesepakatan Paris 2015, ada wacana negara maju menyediakan hingga 100 miliar dollar AS per tahun. Dana itu dipakai untuk memitigasi dampak perubahan iklim dan transisi energi di negara berkembang dan miskin. Sampai sekarang, wacana itu tidak kunjung terwujud.
Lalu, ada lagi gagasan menukar cicilan utang. Alih-alih untuk mencicil, dananya dipakai untuk mitigasi dampak perubahan iklim dan kegiatan terkait. Ekuador melakukan itu pada awal 2023.
Bagi Manajer Kebijakan European Network on Debt and Development (Eurodad) Iolanda Fresnillo, pertukaran utang bukan solusi. Bahkan, aneka tawaran pendanaan transisi energi dan mitigasi perubahan iklim masih berupa utang.
Tawaran itu memicu lingkaran setan. Untuk membayar utang, debitur harus mengekspor hasil alamnya. Proses ekstraksinya meningkatkan emisi karbon.
Karena itu, Fresnillo dan banyak pihak lain menawarkan gagasan lebih progresif. Hapuskan utang negara-negara miskin dan berkembang. Dengan demikian, mereka tidak perlu lagi memikirkan cicilan utang dan bisa fokus mendanai mitigasi dampak perubahan iklim.