AS Veto Gencatan Senjata di Gaza dan Jatuhkan Sanksi untuk Negara Lain
Di tengah serangan Israel, Amerika Serikat menghalangi gencatan senjata di Gaza. Pada saat yang sama, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap puluhan orang yang dituduh melanggar hak asasi manusia.
WASHINGTON, MINGGU — Israel kembali mengebom selatan jalur Gaza, Sabtu (9/12/2023) petang, setelah Pemerintah Amerika Serikat menghalangi upaya gencatan senjata di Gaza. Serangan bertubi-tubi dilancarkan Israel di sekitar Kota Khan Younis. Pertempuran juga terjadi di utara Jalur Gaza yang sudah luluh lantak dibom Israel. Pada saat yang sama, Amerika Serikat justru menjatuhkan sanksi terhadap puluhan orang yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Selain menjatuhkan veto dalam Sidang Darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan AS, dalam keputusan bersama dengan Inggris dan Kanada, di Washington DC, Jumat (8/12/2023), Amerika Serikat juga menjatuhkan sanksi terhadap 37 orang dari 13 negara karena melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebelumnya, sejak setahun terakhir, Kementerian Keuangan AS sudah menjatuhkan sanksi terhadap 150 individu dan badan hukum dengan membekukan aset atas tuduhan pelanggaran HAM.
Baca Juga: Mendambakan Solusi bagi Israel-Palestina
Pada hari yang sama, dalam sidang luar biasa Dewan Keamanan PBB, di New York, Amerika Serikat mementahkan usulan gencatan senjata di Jalur Gaza dengan melakukan veto. Sebanyak 13 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB menyetujui usulan gencata senjata segera di Jalur Gaza. Selain menjatuhkan veto terhadap usulan gencatan senjata, Kementerian Luar Negeri AS juga menyetujui penjualan amunisi bagi tank Israel tanpa melalui perizinan Kongres AS.
AS menilai Dewan Keamanan PBB tidak melihat realitas di Jalur Gaza dengan meminta diberlakukannya gencatan senjata. Sebaliknya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan, situasi di Jalur Gaza adalah mimpi buruk bagi kemanusiaan.
Para pekerja kemanusiaan di Gaza mengatakan, sistem bantuan di Gaza menuju kolaps, wabah penyakit dan kelaparan akan segera melanda wilayah padat berpenduduk dua juta jiwa tersebut. Tidak mengherankan apabila veto yang dijatuhkan Amerika Serikat memicu kecaman Otoritas Palestina. Saat ini, korban jiwa warga sipil mencapai 17.490 jiwa, yang didominasi perempuan dan anak-anak. PBB mengatakan, 80 persen penduduk Gaza kini menjadi pengungsi dengan kekurangan pangan, air, dan obat.
Saat ini, udara musim dingin mulai membeku. ”Tenda-tenda yang ada sangat kecil. Baju yang tersisa hanya yang saya pakai,” kata Mahmud Abu Rayan, pengungsi dari Beit Lahia, wilayah utara Jalur Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menerangkan, dalam serangan terakhir Israel di selatan Gaza di Khan Younis, sebanyak enam orang terbunuh dan lima orang lain tewas dalam serangan lain di Rafah. Pihak Palestina menambahkan, dalam 24 jam terakhir, 71 orang tewas dan 160 terluka. Mereka yang terluka dilarikan ke Rumah Sakit Al Aqsa di Deir Al Balah menyusul pengemboman terus-menerus yang dilakukan Israel. Dalam tayangan langsung AFP TV, terdengar rentetan tembakan senjata otomatis di utara Jalur Gaza sepanjang Sabtu pagi.
Membalas serangan Israel, Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas mengklaim menembakkan roket ke Reim di selatan Israel. Di lokasi tersebut, Hamas dituduh Israel membunuh 364 orang pada 7 Oktober 2023. Penyintas kejadian tersebut mengatakan, militer Israel juga menembaki warga yang berhamburan di sela serangan Hamas.
Sanksi pelanggar HAM
Di saat mendukung Israel di Gaza, AS menyasar beberapa pejabat negara lain yang dianggap melanggar HAM. AS menjatuhkan sanksi terhadap sepasang perwira intelijen Iran yang merekrut orang untuk beroperasi di AS. Para agen Iran bertugas untuk menyasar pejabat dan mantan pejabat AS untuk membalas pembunuhan terhadap komandan Pasukan Al Quds Iran, Jenderal Qassem Soleimani, yang dibunuh AS. Misi Iran di PBB menolak mengomentari sanksi yang dijatuhkan AS tersebut.
Selain kepada pejabat Iran, AS juga menjatuhkan sanksi kepada rezim Taliban di Afghanistan yang disebut menindas perempuan dan anak. Pihak Taliban tidak menjawab permintaan memberi tanggapan atas sanksi AS tersebut.
Sementara itu, dua pejabat China dituding melakukan pelanggaran HAM di Xinjiang. Pejabat tersebut adalah Gao Qi, pejabat Kepolisian (Gong An), dan Hu Lianhe, Wakil Direktur Koordinator Kelompok Kerja Komite Pusat Partai Komunis.
Selama ini, Pemerintah China membentuk sekolah edukasi kebangsaan dan pelatihan keterampilan (vokasi) di Xinjiang yang sekarang sudah ditutup karena tujuan membangun kesadaran dinilai sudah tercapai. Sekolah dan pusat pelatihan itu dalam versi Amerika Serikat dan negara Barat disebut sebagai kamp penahanan. Dalam sistem pendidikan di China, di semua asrama kampus di seluruh negara, pada jam tertentu pintu digembok dan pada pagi hari baru dibuka.
Baru-baru ini, Angkatan Udara China juga mengadakan latihan bersama Angkatan Udara Uni Arab Emirat di Provinsi Xinjiang sebagaimana dilaporkan Global Times. Menanggapi sanksi AS terhadap China tersebut, juru bicara Kedutaan Besar China di Amerika Serikat, Liu Pengyu, mengatakan, sanksi tersebut adalah melanggar hukum.
Selain menjatuhkan sanksi kepada pejabat dari sejumlah negara, Amerika Serikat juga menjatuhkan sanksi kepada Kelompok Negara Isram di Kongo, para kepala gerombolan kriminal di Haiti, Komisioner Direktorat Penjara di Uganda, sejumlah orang di Liberia, Sudan Selatan, dan Republik Afrika Tengah. (REUTERS/AP)