Jaga Pemilu AS, Facebook Hapus Ribuan Akun Palsu Asal China
Konten politik dari akun asal China dicurigai akan digunakan untuk memecah belah warga AS jelang Pemilu Presiden 2024.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Diduga akan digunakan untuk memengaruhi pemilu Presiden Amerika Serikat 2024, Meta menghapus 4.800 akun palsu asal China di Facebook. Akun-akun tersebut terdeteksi menyebarkan konten politik yang bersifat polarisasi atau memecah belah publik menjadi dua kubu.
Dalam pernyataannya, Jumat (1/12/2023), perusahaan induk Facebook, Meta, mengatakan, ribuan akun palsu berisi konten politik itu dirancang seolah-olah berasal dari AS. ”Ada pihak di China yang membuat ribuan akun palsu di media sosial palsu yang dirancang seolah-olah berasal dari AS dan menggunakannya untuk menyebarkan konten politik yang bersifat polarisasi dalam upaya nyata untuk memecah belah AS menjelang pemilu tahun depan,” kata Meta.
Identifikasi yang dilakukan Meta menemukan ribuan akun tersebut memuat foto, nama, dan lokasi palsu untuk membangun kesan seperti pengguna Facebook AS sehari-hari. Metode akun-akun tersebut berbeda dengan jaringan lain yang menyebarkan konten palsu. Ribuan akun itu menggunakan metode dengan membagikan ulang postingan dari media sosial X, yang dibuat oleh politisi serta berita dari sumber-sumber liberal dan konservatif di AS.
Konten-konten tersebut saling berhubungan. Indikasinya akun tersebut bertujuan bukan untuk mendukung satu pihak atau pihak lain, tetapi untuk membesar-besarkan perpecahan dalam masyarakat AS dan mengobarkan polarisasi.
Perusahaan Meta Platforms Inc., yang berbasis di Menlo Park, California, tidak serta-merta menghubungkan jaringan China tersebut dengan Pemerintah China. Mereka hanya mengatakan berhasil memastikan bahwa jaringan tersebut berasal dari negara ”Tirai Bambu”.
Jaringan yang baru diidentifikasi ini diindikasikan menyebarkan perselisihan dan ketidakpercayaan publik.
Kamuflase
Agar terlihat lebih seperti akun Facebook masyarakat AS pada umumnya, jaringan tersebut juga kerap mengunggah konten tentang mode atau hewan peliharaan. Awal tahun ini, beberapa akun dalam jaringan itu tiba-tiba mengganti nama pengguna dan gambar profil mereka dari foto bernuansa AS dengan foto yang menunjukkan bahwa mereka tinggal di India.
Setelah mengganti foto profilnya, akun-akun tersebut lalu mulai menyebarkan konten pro-China berisi konten tentang Tibet dan India. Hal ini mencerminkan bagaimana jaringan palsu itu dapat dialihkan pada topik baru di luar AS.
”Jaringan-jaringan ini masih kesulitan untuk membangun audiens, tetapi keberadaan jaringan ini merupakan sebuah peringatan. Aktor asing berusaha menjangkau orang-orang melalui internet menjelang pemilu tahun depan dan kita harus tetap waspada,” kata Ben Nimmo, Kepala Penyelidikan Meta terhadap perilaku tidak otentik di media-media sosial Meta.
Sebagaimana disebutkan di atas, jaringan yang baru diidentifikasi ini diindikasikan menyebarkan perselisihan dan ketidakpercayaan publik. Konten-konten itu dinilai sebagai ancaman serius untuk memicu disinformasi untuk Pemilu AS tahun depan.
Isu keberadaan akun palsu tersebut mengemuka dalam jumpa pers yang digelar oleh para eksekutif Meta. Meta menggelar konferensi pers tersebut untuk mengumumkan kebijakan mereka jelang tahun pemilu, 2024. Banyak akun palsu yang diidentifikasi oleh Meta pada pekan ini juga memiliki akun yang hampir sama di X. Akun-akun tersebut tetap aktif di X. Sejauh ini, belum ada tanggapan dari X terkait kasus ini.
Meta juga merilis laporan yang mengevaluasi tingginya risiko ancaman dari Iran, China, dan Rusia. Laporan tersebut mencatat bahwa upaya disinformasi yang dilakukan akun medsos asal Rusia baru-baru ini tidak berfokus pada AS saja. Mereka juga menyasar isu perang di Ukraina. Akun-akun itu teridentifikasi menggunakan propaganda media pemerintah dan informasi yang salah sebagai upaya melemahkan dukungan terhadap Ukraina.
Munculnya program kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih juga membuat pembuatan audio dan video yang terlihat sangat nyata sehingga dapat lebih menyesatkan pemilih.
Nimmo mengatakan, perubahan opini terhadap Ukraina kemungkinan akan menjadi fokus disinformasi yang akan disebarkan dari Rusia ke dalam perdebatan politik AS menjelang pemilu tahun depan. ”Hal ini penting menjelang tahun 2024. Seiring dengan berlanjutnya perang, kita khususnya akan melihat upaya untuk menargetkan perdebatan dalam pemilu dan kandidat yang mengangkat isu dukungan untuk Ukraina,” ujarnya.
Pemilu 2024 dinilai menghadirkan tantangan baru di antara media sosial dan disinformasi. Tahun depan banyak negara besar yang akan menyelenggarakan pemilu. Munculnya program kecerdasan buatan (AI) juga membuat produksi audio dan video makin tampak nyata yang berpotensi menyesatkan pemilih.
”Platform Meta masih belum menganggap serius perannya di ruang publik,” kata Jennifer Stromer-Galley, profesor di Universitas Syracuse yang mempelajari media digital.
Stromer-Galley menyebut rencana terkait pemilu Meta masih terlalu sederhana, tetapi masih lebih baik daripada X. Sejak membeli Twitter dan mengubah menjadi X, Elon Musk telah menghilangkan tim untuk moderasi konten. Akibatnya, media sosial itu kembali menjaring pengguna yang sebelumnya dicekal di Twitter karena menyebar ujaran kebencian dan teori konspirasi di media sosial itu.
Beberapa kali Meta mengumumkan upaya untuk menutup jaringan palsu di media sosial milik perusahaan itu. Langkah ini disebut sebagai bukti komitmen Meta melindungi integritas pemilu dan demokrasi.
Namun, langkah tersebut juga menuai kritik. Upaya menghapus akun palsu itu disebut sebagai upaya Meta untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kegagalan Meta mempertanggungjawabkan misinformasi di situsnya. Misinformasi itu disebut-sebut berkontribusi pada polarisasi dan ketidakpercayaan.
”Ini adalah perusahaan yang tidak bisa dianggap serius dan tidak bisa dipercaya. Publik perlu memperhatikan apa yang Meta lakukan, bukan apa yang mereka katakan,” kata Zamaan Qureshi, pakar teknologi dan penasihat kebijakan di Real Facebook Oversight Board, sebuah organisasi terkemuka terkait hak-hak sipil.
Salah satu tindakan Meta yang dinilai bertentangan dengan pernyataan-pernyataannya adalah menerima iklan berbayar yang mengklaim pemilu AS pada 2020 dicurangi. Padahal, klaim kecurangan itu sudah dibantah oleh komisi pemilu federal, komisi pemilu negara bagian, serta jaksa agung. Mereka menyatakan tak ada bukti terkait klaim kecurangan itu.
Ketika ditanya tentang kebijakan iklan, perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg itu menyatakan fokus Meta adalah pada pemilu mendatang dan bukan pemilu di masa lalu. Perusahaan itu juga menyatakan akan menolak iklan yang menimbulkan keraguan tidak berdasar terhadap pemilu mendatang. (AP/REUTERS)