Pesawat Jet Bisa Terbang Pakai Minyak Goreng Bekas
Pesawat bisa terbang jarak jauh dengan memakai minyak goreng bekas dan limbah lemak hewani. Ini sudah dibuktikan pesawat Virgin Atlantic yang 100 persen mesinnya memakai bahan bakar rendah karbon dari London ke New York.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
Menerbangkan pesawat hanya dengan bahan bakar alternatif rendah karbon, seperti tanaman pangan, limbah rumah tangga, atau bahkan minyak goreng, dulu dianggap mustahil atau tidak masuk akal. Namun, maskapai penerbangan Virgin Atlantic membuktikan itu sangat mungkin dilakukan.
Dengan pesawat penumpang Boeing 787, Virgin Atlantic berhasil terbang lintas-Atlantik dari Bandar Udara Heathrow, London, Inggris, dan mendarat di Bandara John F Kennedy, New York, Amerika Serikat, Selasa (29/11/2023).
Pada uji terbang ini, pesawatnya 100 persen hanya diisi dengan 50 ton bahan bakar berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) untuk membuktikan penerbangan yang ramah lingkungan itu sangat mungkin dilakukan.
SAF yang dipakai kali ini 88 persen limbah lemak (minyak goreng bekas dan limbah lemak hewani) yang dicampur dengan sedikit minyak tanah aromatik sintetis yang terbuat dari limbah jagung produksi AS. Bahan bakar SAF bisa dibuat dari berbagai sumber, termasuk tanaman pangan, limbah rumah tangga, dan minyak goreng.
Hanya saja, menurut situs BBC, Rabu (29/11/2023), kekurangan pasokan bahan bakar SAF itu yang masih menjadi tantangan. Uji terbang lintas-Atlantik ini hanya akan dilakukan satu kali saja untuk sementara waktu dan tidak membawa penumpang yang berbayar.
Penumpang yang ikut dalam uji coba ini hanya miliarder pendiri Virgin, Sir Richard Branson, dan beberapa orang lainnya. Mereka dijadwalkan kembali ke London dengan menggunakan pesawat berbahan bakar jet konvensional.
Pemimpin Eksekutif Virgin Atlantic, Shai Weiss, mengatakan, penerbangan ini membuktikan bahan bakar fosil dapat digantikan oleh bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Keberhasilan penerbangan ini merupakan pencapaian yang sangat penting. Ini penerbangan jarak jauh dengan SAF dan dilakukan oleh maskapai penerbangan termuda yang mengudara.
Henry Smith dari Partai Konservatif, yang ikut dalam penerbangan itu, membenarkan penerbangan ini adalah pencapaian dunia penerbangan Inggris. Sejumlah perusahaan terlibat dalam proyek ini, termasuk pembuat mesin Rolls-Royce Trent 1000 dan perusahaan energi BP.
Bukan Virgin Atlantic saja yang sukses terbang memakai SAF. Pesawat Airbus A330 versi militer Inggris juga sudah terbang dengan bahan bakar SAF pada Desember lalu.
Pada pekan lalu, maskapai Emirates Dubai juga mengatakan, mereka sudah menerbangkan A380, pesawat terbesar di dunia, dengan menggunakan SAF, tetapi belum 100 persen. SAF hanya digunakan untuk salah satu dari empat mesin yang ada.
Pada pekan lalu juga, pesawat jet bisnis Gulfstream G600 juga menggunakan bahan bakar yang sama dan berhasil melintasi Atlantik.
Industri penerbangan sangat sulit melakukan dekarbonisasi, tetapi para pemimpin maskapai penerbangan memandang SAF bisa menjadi alat paling efektif untuk membantu menurunkan emisi bersihnya hingga nol. Meski menggunakan SAF, tetap saja ada karbon yang dikeluarkan, tetapi dalam tingkatan rendah dan bisa serendah 70 persen. Sir Richard Branson mengakui, jumlah SAF yang ada saat ini tidak mencukupi.
Harga masih mahal
Karena harganya lebih mahal, otomatis harga atau biaya penerbangannya juga akan menjadi lebih mahal. Harga SAF saat ini lebih mahal ketimbang minyak tanah.
Selain itu, jumlah produksinya relatif kecil. Di Inggris saja belum ada pabrik SAF khusus meski pemerintah sudah menargetkan akan membuka lima pabrik pada tahun 2025.
”Butuh waktu lama sampai SAF cukup tersedia untuk bisa digunakan semua orang. Namun, kita tetap harus segera memulainya. Kalau kita tidak memulainya, kita tidak akan pernah bisa mendapat bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan,” kata Branson.
Butuh waktu lama sampai SAF cukup tersedia untuk bisa digunakan semua orang. Namun, kita tetap harus segera memulainya.
Selama ini sudah ada pesawat yang menggunakan SAF dalam jumlah sedikit dan dicampur dengan bahan bakar jet konvensional. SAF menyumbang kurang dari 0,1 persen total bahan bakar jet global yang digunakan saat ini. Harganya tiga hingga lima kali lipat lebih mahal ketimbang bahan bakar jet biasa.
Pesawat biasanya hanya diperbolehkan menggunakan hingga 50 persen SAF dan harus dicampur dengan bahan bakar jet biasa.
Meski merupakan pencapaian besar dalam dunia penerbangan, Guru Besar Penerbangan dan Lingkungan di Cranfiel University, Guy Gratton, menilai, proses produksi SAF ini akan menjadi persoalan karena Inggris tidak memiliki bahan bakunya. Jika pun memiliki bahan bakunya, bahan bakar ini juga tidak benar-benar ”nol bersih”.
Batu loncatan
Penerbangan bukanlah industri yang mudah untuk didekarbonisasi dibandingkan dengan transportasi darat. Industri ini menyumbang sekitar 2-3 persen emisi karbon global.
Meningkatnya penggunaan SAF, kata Gratton, harus dilihat sebagai batu loncatan menuju masa depan menuju pencapaian teknologi yang benar-benar net zero.
Direktur Kebijakan Kelompok Kampanye Federasi Lingkungan Penerbangan Cait Hewitt juga tidak terlalu antusias dengan pencapaian ini. Ia tetap meyakini satu-satunya cara untuk mencapai net zero itu adalah dengan mengurangi penerbangan.
Para menteri dan pelaku industri di Inggris tetap meyakini target net zero pada tahun 2050 akan bisa tercapai. Menteri Transportasi Inggris Mark Harper menekankan penggunaan SAF menghasilkan emisi karbon sekitar 70 persen lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar konvensional.
”Kami juga mendorong industri mengembangkan penerbangan hidrogen dan listrik untuk penerbangan jarak pendek,” ujar Harper.
Harper mengakui, penggunaan SAF memang bukan satu-satunya solusi, tetapi untuk sementara ini SAF itulah yang bisa memastikan dunia penerbangan tetap bisa beroperasi sekaligus melindungi lingkungan. Pemerintah Inggris berencana mewajibkan 10 persen bahan bakar penerbangan menjadi SAF pada tahun 2030.
Airlines UK, yang mewakili maskapai penerbangan yang terdaftar di Inggris, mengatakan, mereka harus dapat mengakses SAF yang cukup terjangkau untuk memenuhi persyaratan itu dan jika memungkinkan sebanyak mungkin berasal dari Inggris.
Banyak maskapai penerbangan Eropa, termasuk Virgin, British Airways milik IAG, dan Air France, ingin menggunakan 10 persen SAF pada 2030. Namun, target itu terasa sulit digapai mengingat volume SAF tak banyak dan biayanya mahal. (REUTERS/AFP/AP)