Bertemu koala itu harus penuh kesabaran karena mereka hanya terdiam dan tertidur nyenyak sambil meringkuk di pohon.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Pergi ke Australia rasanya kurang afdal apabila tidak melihat margasatwa khas benua di selatan Indonesia. Koala dan kanguru merupakan bintang idola para wisatawan, tidak hanya dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri Australia itu sendiri. Hal ini karena penyebaran koala tidak merata, alias hanya berada pada daerah-daerah tertentu.
Mencari koala ternyata hal yang sukar dilakukan di alam bebas. Kompas berkesempatan mengikuti lokakarya Australia Awards Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Griffith di Brisbane, Queensland. Kampus itu dikelilingi hutan dan di beberapa titik terdapat rambu bergambar koala. Rupanya, di Griffith, terdapat populasi koala liar.
Walaupun demikian, keberadaan mereka bagai mitos. Para akademisi dan karyawan umumnya hampir tidak pernah melihat makhluk itu secara langsung. Alasannya adalah koala merupakan binatang malam sehingga mereka baru keluar dari sarang di atas pohon eukaliptus setelah matahari terbenam. Di musim panas seperti sekarang, ini berarti pukul 20.00 ke atas ketika kampus sudah tutup.
Beruntung rombongan peserta lokakarya bisa melihat koala di Suaka Margasatwa Currumbin yang terletak di Gold Coast pada (25/11/2023). Jaraknya satu jam perjalanan menggunakan bus dari Brisbane. Di sana, terdapat penangkaran koala yang dalam bahasa Aborigin Dharug berarti “tanpa minum”. Penamaan tersebut karena hewan marsupialia ini memang tidak pernah meminum air, mereka memperoleh asupan cair dari pucuk-pucuk eukaliptus.
“Menjadi koala ini memang merepotkan karena dari 600 jenis pohon eukaliptus yang ada di Australia, mereka hanya mau memakan daun dari 10-30 jenis pohon yang umumnya memiliki kadar protein tinggi,” kata Steve, pemandu rombongan khusus di wilayah penangkaran koala.
Ini merupakan penyebab utama menurunnya populasi koala di Australia hingga berstatus binatang langka. Sudah pilih-pilih makanan, habitat mereka semakin berkurang akibat perambahan lahan untuk permukiman, industri, dan pertanian. Penyebab kedua ialah akibat serangan anjing piaraan warga.
Biasanya, warga melepas anjing mereka di malam hari untuk berkeliling menjaga rumah. Koala sekali-sekali harus turun pohon untuk memakan rumput dan tanah yang memberi mereka nutrisi tambahan. Ketika berada di dekat permukaan tanah ini mereka rentan dimangsa anjing. Faktor ketiga penyebab mereka nyaris punah ialah infeksi klamidia. Penyakit menular seksual ini mengakibatkan koala yang terjangkit mengalami kemandulan.
“Makanya, bagi kami orang Australia, bertemu koala itu pengalaman berharga. Selain langka, koala hanya berada di pesisir timur Australia, mulai dari Brisbane sampai ke Adelaide sehingga tidak semua tempat di Australia yang bisa ditinggali mereka,” tutur Steve.
Ia mengungkapkan, sebagai perantau dari Perth di Australia Barat, dirinya pertama kali bertemu koala di usia 40 tahun. Tepatnya saat diterima bekerja di Suaka Margasatwa Currumbin sepuluh tahun lalu.
Berhubung binatang malam, wajar jika semua koala di penangkaran sedang tidur di siang hari. Pengunjung jangan berharap bisa melihat hewan-hewan tersebut sibuk mengunyah daun di atas pohon. Mereka sedang tidur meringkuk dan hanya panggul berbulu yang mereka pamerkan kepada pengunjung.
Alasan lain mereka tidur 18-20 jam per hari ialah karena daun eukaliptus memerlukan waktu selama itu untuk dicerna oleh koala. Ini merupakan salah satu wujud evolusi akibat diet mereka yang sangat rendah kalori sehingga nyaris tidak memberi mereka energi selain untuk mengunyah daun ketika bangun.
Para pengunjung Currumbin diberi kesempatan untuk berfoto dengan koala yang melek di siang bolong. Akan tetapi, kesempatan ini tidak gratis karena pengunjung harus siap merogoh kocek senilai 49 dollar Australia atau Rp 499.000 untuk satu kali jepretan. Walhasil, jika ingin menikmati yang ditanggung karcis masuk saja, pengunjung harus berpuas diri menunggui koala tidur sambil berharap setidaknya si koala akan membalik badan untuk menghadap ke luar.
Namun, hal itu bisa dilampiaskan melalui memotret kanguru secara langsung, bahkan ada beberapa ekor yang bisa dibelai dan diberi makan. Pemandu untuk area kanguru, Carol, menjelaskan bahwa bagi warga Australia, kanguru memang tidak istimewa. Mereka ada di mana-mana dan di beberapa tempat justru dianggap hama. Ini yang membuat daging kanguru lumrah dikonsumsi dan dijual di pasar.
Penjelasan ini tidak membuat rombongan Indonesia berkurang kekagumannya kepada kanguru. Apalagi, seekor anak kanguru abu-abu ramah sekali kepada para pengunjung. Ia tenang-tenang saja ketika orang-orang mengantre untuk membelai dan memberinya makan, sementara di dekat dia sekelompok kanguru merah berbaring santai dan cenderung mengacuhkan para manusia yang heboh melihat mereka.
“Mohon suaranya dijaga jangan sampai terlalu keras karena kanguru yang kaget bisa langsung bersikap agresif,” ujar Carol, buru-buru mengingatkan.
Para pengunjung sontak terdiam. Tidak ada yang mau mengambil risiko dijotos hewan yang gemar bertarung demi memperebutkan dominasi kelompok ini. Jika kanguru merah jantan dewasa berdiri tegak, tingginya bisa mencapai 2 meter. Bahkan, jantan yang dominan ada yang tingginya hingga 2,5 meter.
Klan kanguru merah dipimpin oleh seekor jantan dominan atau alpha. Khusus di Currumbin, kanguru bernama Rui sudah memimpin selama hampir sepuluh tahun. Para pawang mengatakan, jantan-jantan muda berusaha menantang Rui, tetapi selalu kalah ditendang, dicakar, dan ditonjok oleh jawara tersebut. Umumnya, kanguru hidup selama 15 tahun, hampir mirip dengan anjing. Harapan para jantan muda ialah agar Rui semakin tidak bugar fisiknya memasuki usia senja. Akan tetapi, menurut Carol dan pawang-pawang lain, Rui masih sehat dan bugar. Setiap musim kawin, ia selalu menjadi pemenang.
Selain mamalia, Currumbin juga rumah bagi ratusan jenis burung. Angelo, pemandu di area unggas menjelaskan bahwa tempat itu adalah salah satu taman burung terbesar di Bumi bagian selatan. Keunikannya ialah berbeda dengan Taman Burung di Taman Mini Indonesia Indah, penangkaran burung Currumbin dibuat seperti di hutan.
Burung-burung tinggal di pepohonan tinggi layaknya di alam bebas. Padahal, ukuran Currumbin hanya 45 hektare atau sepertiga dari Taman Margasatwa Ragunan. Memang, koleksi binatang di Currumbin tidak sebanyak di Ragunan. Akan tetapi, bagi sejumlah binatang, terutama burung-burung memang diatur sedemikian rupa agar mereka seolah berada di dalam rimba.
Lokasi Currumbin di Gold Coast yang merupakan pesisir pantai juga lebih hangat dibandingkan di Brisbane. Walhasil, cocok ditinggali oleh sejumlah binatang impor dari negara-negara tropis.
Benua Afrika diwakili oleh lemur dari Madagaskar atau bagi masyarakat awam lebih dikenal sebagai Raja Julian dari film kartun Madagaskar. Ada pula monyet kecil tamarin berkepala kapas dari Kolombia, Amerika Selatan. Jangan lupa menengok kanguru pohon mantel emas dari Indonesia yang turut menghuni Currumbin.