Robot dan Mesin Cerdas di Stasiun, Cara Jepang Menjawab Penurunan Populasi
Operator kereta menjadikan Stasiun Takanawa Gateway titik percontohan peningkatan layanan tanpa banyak anggota staf.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN, DARI TOKYO, JEPANG
·5 menit baca
Jepang terus berupaya menjawab berbagai tantangan yang muncul akibat penduduk yang menua dan menurun. Salah satu isu utama adalah penurunan angkatan kerja yang cepat. Jepang pun fokus pada otomatisasi dan kecerdasan buatan sebagai salah satu cara mengatasi isu tersebut. Jepang tidak bisa mengandalkan imigrasi, maka negara ini merangkul teknologi robotik dan pesawat nirawak sebagai ”senjata” melawan tren kependudukan.
Salah satu pemanfaatan otomatisasi dan kecerdasan buatan ini terlihat di stasiun kereta, urat nadi transportasi Jepang. Pada Rabu (15/11/2023), rombongan jurnalis dari Indonesia beserta tim MRT Jakarta berkesempatan melintasi jalur Yamanote Line menuju Stasiun Takanawa Gateway di Tokyo, ibu kota Jepang. Stasiun tersebut mulai beroperasi pada 14 Maret 2020 dan merupakan stasiun ke-30 dalam lintasan pelayanan Yamanote Line.
Operator kereta menjadikan Stasiun Takanawa Gateway salah satu titik percontohan peningkatan layanan tanpa perlu banyak anggota staf. Sebagai bagian dari rencana pengembangan kawasan kota yang baru, unsur teknologi banyak dimanfaatkan dalam pelayanan transportasi.
Nanami Terada dari Shinagawa Community Development Division Marketing Headquarters JR East Company menjelaskan, kecerdasan buatan hadir, di antaranya, melalui mesin informasi di stasiun. Terdapat robot yang dilengkapi kecerdasan buatan dan berperan sebagai penyedia informasi. Di mesin itu, penumpang bisa bertanya tentang rute kereta, cara transit, tempat-tempat wisata yang dekat dengan stasiun, atau hal-hal lain melalui suara atau teks.
Interaksi dengan robot tersebut bisa dilakukan dalam sejumlah bahasa. Jawaban atau keterangan dari mesin informasi juga bisa dipindai dan dibaca di telepon pintar si penanya melalui kode respons cepat atau QR code.
Di Stasiun Takanawa Gateway, tidak terlihat petugas di stasiun. Laman resmi Japan Rail Pass menyebut, fungsi keamanan dan kebersihan stasiun digantikan oleh robot. Mereka dioperasikan untuk menggantikan pekerjaan yang biasa dilakukan manusia yang berkaitan dengan keamanan dan kebersihan. Robot yang berperan sebagai petugas keamanan, misalnya, akan memberikan peringatan apabila mendapati hal-hal atau orang mencurigakan dengan menggunakan cahaya dan suara sirene.
Otomatisasi juga hadir di gerbang pembayaran stasiun. Penumpang yang hendak masuk dan keluar stasiun tinggal memindai kartu pembayaran ke alat yang dipasang di gerbang. Alat itu juga ramah bagi penumpang disabilitas.
Terada mengatakan, kecerdasan buatan yang diterapkan di Stasiun Takanawa Gateway cukup membantu menghadapi kekurangan tenaga kerja di Jepang. Inovasi dari JR East itu diharapkan bisa menjadi salah satu solusi bagi populasi Jepang yang menurun dan menua.
Kecerdasan buatan yang diterapkan di Stasiun Takanawa Gateway cukup membantu menghadapi kekurangan tenaga kerja di Jepang.
Data kependudukan Jepang menyebutkan, angka kelahiran baru di Jepang merosot hingga di bawah 800.000 kelahiran pada Desember 2022 (Kompas.id, 25 Januari 2023). Per 1 Januari 2023, populasi di Jepang diperkirakan 124,77 juta jiwa, merosot 0,43 persen dalam setahun. Dari jumlah itu, 29 persen berusia 65 tahun ke atas dan 11,6 persen berusia 0 - 14 tahun.
Krisis kependudukan tersebut mendorong Pemerintah Jepang memberikan tambahan insentif guna mendongkrak angka kelahiran anak. Selama ini insentif yang diberikan 420.000 yen (sekitar Rp 46,9 juta) per kelahiran. Jumlahnya ditambah menjadi 500.000 yen (RP 55,9 juta) per kelahiran (Kompas, 1 Maret 2023).
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida bahkan mencanangkan pembentukan Badan Keluarga dan Anak pada April 2023. Badan ini ditargetkan mengeluarkan peta jalan keluarga berencana Jepang.
Minimarket
Selain diterapkan di area stasiun, penggunaan otomatisasi dan kecerdasan buatan juga terlihat di sebuah minimarket di lantai dua Stasiun Takanawa Gateway. Di minimarket bernama Touch to Go itu tidak terlihat satu pun petugas. Pengunjung masuk melalui gerbang yang terbuka otomatis.
Setelah itu, pengunjung diarahkan menuju lorong rak dan lemari tempat ratusan jenis makanan kecil, aneka bento atau makanan kemasan, juga bermacam-macam minuman kemasan ditata rapi. Kita bisa memilih-milih dan mengambil barang yang kita inginkan.
Lantas bagaimana cara membayarnya karena tidak terdapat petugas? Di meja kasir terdapat mesin pemindai barang, layar, dan alat untuk membayar.
Pembeli harus membayar secara mandiri. Di meja kasir itu, pembeli mesti memindai barang-barang yang diambil. Layar secara otomatis memunculkan daftar barang dengan harganya. Setelah memastikan barang yang dibeli dan harganya, pembeli bisa membayar dengan kartu uang elektronik melalui sistem pembayaran Japan IC Cards.
Salah satunya dengan kartu pembayaran yang diterbitkan JR East, perusahaan yang mengelola Yamanote Line. Begitu pembayaran selesai, gerbang keluar yang menempel di meja kasir akan membuka otomatis. Pembeli bisa melenggang sambil membawa keperluan yang dipilih.
Mengutip kantor berita Kyodo, ada 50 kamera yang dipasang di dalam minimarket seluas 60 meter persegi itu. Kamera-kamera dengan kecerdasan buatan dipasang untuk memindai semua barang di ruangan dari berbagai sudut pengambilan, barang-barang yang diambil pembeli, hingga secara otomatis menghitung total harga barang. Kecerdasan buatan juga diterapkan untuk mencermati perilaku pelanggan hingga barang-barang yang diambil dan cara membawanya.
Mengutip dari laman resmi JR East, minimarket tanpa staf dengan sistem pembayaran berdasarkan kecerdasan buatan ini sebelumnya sudah diuji coba di Stasiun Omiya di Saitama dan Stasiun Akabane di Tokyo. Teknologi pembayaran berdasarkan kecerdasan buatan memudahkan penumpang yang ingin berbelanja cepat.
Lebih menarik
Penurunan jumlah penduduk Jepang tidak hanya berdampak pada menurunnya angkatan kerja, tetapi juga jumlah penumpang kereta. Untuk mengompensasi hal itu, Junichi Etoh, General Manager New Business Development Division (Global Business) Marketing Headquarters East Japan Railway Company mengatakan, mengembangkan kawasan stasiun menjadi tempat yang lebih menarik.
Selama ini stasiun hanya menjadi area transit untuk berpindah dari dan menuju sebuah lokasi. Kini stasiun-stasiun di Jepang menata diri menjadi salah satu tujuan masyarakat menghabiskan waktu dengan berbagai kegiatan.
Melalui konsep pengembangan kawasan berorientasi transit, stasiun bisa dilengkapi dengan pusat belanja, area komersial, tempat bekerja, tempat makan, pusat kebugaran atau kesehatan, hingga ruang untuk menggelar bermacam acara. Ada pilihan tujuan dan ada kenyamanan yang ditawarkan sehingga penumpang memiliki pengalaman berbeda saat berada di stasiun.