Diplomasi ”Dan Dan, Tan Tan” di Pertemuan Xi-Biden
Dalam teknik diplomasi ini, negosiasi oleh Mao Zedong bukan semata-mata untuk mencapai persetujuan dan solusi kompromi, melainkan juga untuk mengulur waktu, membaca pandangan lawan, dan memengaruhi pihak ketiga.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·5 menit baca
Diplomasi China dan Amerika Serikat di era pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping ini bisa digambarkan sebagai langkah ”dan dan, tan tan” atau ”bertikai, bertikai lalu berunding, berunding”. Ini taktik diplomasi andalan pemimpin legendaris China, Mao Zedong, di era 1940-an.
”Taktik itu artinya, berbicara sambil membangun kekuatan,” kata profesor Ilmu Politik di Universitas Nasional Singapura, Chong Ja Ian, Kamis (16/11/2023). Ia membaca penerapan taktik diplomasi itu dalam pertemuan Biden-Xi di San Francisco, AS, Rabu (15/11/2023).
Menurut Chong, Mao menggunakan istilah itu untuk menggambarkan strateginya ketika AS meminta China berhenti melawan tentara nasionalis saingannya. Mao selalu mengabulkan permintaan mereka untuk berunding, bahkan ketika ia terus berhasil menguasai medan perang.
Pada akhirnya, sejarah menunjukkan taktik Mao berhasil membawanya pada kemenangan. Demikian kata para analis China seperti pernah dikutip di majalah The New Yorker.
Dalam teknik diplomasi ini, negosiasi oleh Mao bukan semata-mata untuk mencapai persetujuan dan solusi kompromi, melainkan juga untuk mengulur waktu, membaca pandangan lawan, dan memengaruhi pihak ketiga. Sementara tujuan akhirnya tidak pernah berubah, apa pun posisi negosiasinya.
Pertemuan Biden dan Xi di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) itu merupakan hasil koreografi rumit lobi-lobi politik di tingkat pejabat tinggi AS dan China selama berbulan-bulan. Pertemuan terakhir kedua pemimpin itu terjadi setahun lalu di sela-sela KTT G20 di Bali.
Dalam pertemuan di Bali, Xi-Biden berjanji untuk bekerja sama lebih erat. Namun, janji itu tak terpenuhi karena selama bulan-bulan selanjutnya, hubungan kedua negara adidaya itu justru semakin tegang.
Perjalanan lanjutan yang dijadwalkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Beijing pada Februari dibatalkan setelah balon mata-mata China melayang di atas AS dan ditembak jatuh. Pada bulan-bulan berikutnya, Biden dan Xi saling melontarkan komentar negatif dan kebijakan ekonomi dan teknologi yang saling merugikan.
Salah satunya kebijakan AS yang memblokir ekspor teknologi cip guna menjegal pengembangan teknologi militer China. Sebagai balasan China menerapkan pembatasan perdagangannya terhadap mineral-mineral penting. Di bidang militer, AS melaporkan peningkatan jumlah pencegatan ketika pesawat dan kapal China melintas sangat dekat dengan pasukan AS di udara dan laut.
Di tengah rangkaian ketegangan itu, Biden terus mengupayakan diplomasi langsung dengan Xi. Biden meyakini, pertemuan tatap muka adalah langkah penting untuk mencegah perselisihan AS dan China menjadi lebih berbahaya bagi stabilitas dunia.
Pertemuan Biden dan Xi pada Rabu terlihat begitu hangat. Keduanya berjabat tangan dan berbagi senyum. Hal terpenting yang terungkap dalam pertemuan itu, pemimpin dua negara adidaya tersebut berjanji untuk mengurangi ketegangan. Perdamaian AS-China penting untuk ekonomi dan perdamaian dunia yang lebih stabil.
”Kita harus memastikan persaingan tidak mengarah pada konflik,” kata Biden kepada Xi di meja kayu panjang ketika delegasi mereka duduk untuk berbicara di kawasan perdesaan Filoli yang indah dekat San Francisco.
Tak kalah diplomatis, Xi menanggapinya dengan mengatakan, ”Planet Bumi cukup besar bagi kedua negara untuk sukses.”
Di atas kertas, pertemuan Biden dan Xi yang berlangsung empat jam itu mencapai setidaknya dua kesepakatan, yaitu melanjutkan kontak militer dan bekerja sama untuk mengurangi aliran narkotika jenis fentanil dari China ke AS. Selain itu, dibahas pula mengenai pengembangan kecerdasan buatan (AI) untuk sektor militer serta perubahan iklim.
Planet Bumi cukup besar bagi kedua negara untuk sukses.
Para pejabat AS berharap langkah-langkah konkret untuk memulihkan hubungan AS-China di tingkat staf antarnegara, terutama mengenai isu-isu komunikasi antarmiliter, pengurangan aliran fentanil, pengelolaan kecerdasan buatan, serta perdagangan dan iklim.
Banyak bahan kimia yang digunakan para kartel di Meksiko untuk membuat fentanil berasal dari China, kata para pejabat AS. Krisis narkotika tengah menghantui AS. Lebih dari 150 orang di AS meninggal setiap hari atau lebih dari 50.000 orang per tahun akibat overdosis opioid sintetis seperti fentanil, demikian menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) seperti dikutip Bloomberg. Overdosis ini meningkat lebih dari tujuh kali lipat antara tahun 2015 dan 2021, menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional.
Namun, di balik kesepakatan-kesepakatan itu, Biden dan Xi yakin fokus sebenarnya adalah meredakan ketegangan kedua negara. Ketegangan yang kian meresahkan dunia itu merupakan bentuk persaingan AS dan China untuk menanamkan pengaruh dan mendapatkan keunggulan global.
Biden yakin pertemuan tatap muka akan dapat mencairkan komunikasi. ”Kita sudah saling kenal sejak lama. Kita tidak selalu sepakat dan ini bukan kejutan bagi siapa pun. Namun, pertemuan kita selalu jujur, terus terang, dan bermanfaat,” kata Biden kepada Xi.
Bagi Biden, yang terpenting adalah membereskan komunikasi dan memahami satu sama lain, antarpemimpin ke pemimpin lainnya. ”Yang terpenting, Anda dan saya memahami satu sama lain dengan jelas, dari pemimpin ke pemimpin, tanpa kesalahpahaman atau miskomunikasi,” ujar Biden.
Xi menjawab, konflik dan konfrontasi mempunyai konsekuensi besar yang tak tertahankan bagi kedua belah pihak. ”Bagi dua negara besar seperti China dan Amerika Serikat, saling berpaling dari satu sama lain bukanlah suatu pilihan,” katanya.
Namun, Xi juga melontarkan kritik terhadap seruan AS mengenai hak asasi manusia dan isu-isu lainnya. Xi menyebut, tidak realistis bagi satu pihak untuk mengubah pihak lain. Rusia, mitra China, menyambut baik pertemuan tersebut. Kremlin menyebut pembicaraan tersebut penting bagi semua orang.
Sebelumnya, para akademisi telah memprediksi pertemuan tak akan banyak menghasilkan terobosan berarti. Sebab, pertemuan Xi dan Biden itu sendiri sudah merupakan sebuah terobosan. (AP/AFP/REUTERS)