28 Negara Sepakat "Atur" Kecerdasan Buatan
Untuk pertamakalinya, kepala negara dan petinggi dari 28 negara bertemu untuk membahas aturan bersama untuk mengatur kecerdasan buatan. Elon Musk dijadwalkan hadir dan tampil sebagai pembicara di forum itu.
BLETCHLEY PARK, KAMIS — Terlepas dari manfaatnya, pengembangan kecerdasan buatan tanpa aturan telah menimbulkan kecemasan. Salah satu kecemasan terbesar adalah keberadaan umat manusia yang terancam oleh teknologi canggih itu.
Untuk pertamakalinya, kepala negara dan petinggi dari 28 negara bertemu untuk membahas aturan bersama untuk mengatur kecerdasan buatan. CEO Tesla Elon Musk dijadwalkan hadir dan tampil sebagai pembicara di forum itu.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan deklarasi tersebut adalah pencapaian bersejarah antara para pengembang kecerdasan buatan terbesar di dunia.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi yang berlangsung 1-2 November 2023 itu, delegasi dari 28 negara, termasuk Amerika Serikat dan China, sepakat untuk bekerja sama dalam mengatasi risiko merugikan yang mungkin terjadi sebagai dampak kemajuan pesat dalam kecerdasan buatan.
Kesepakatan itu tertuang dalam Deklarasi Bletchley seperti dikutip dari pernyataan resmi Pemerintah Inggris di www.gov.uk.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan deklarasi tersebut adalah pencapaian bersejarah antara para pengembang kecerdasan buatan terbesar di dunia. Kesepakatan ini merupakan pemahaman bersama tentang risiko kecerdasan buatan. “Serta membantu untuk memastikan masa depan jangka panjang anak-anak dan cucu-cucu kita,” katanya.
Pertemuan Keamanan Kecerdasan Buatan internasional pertama ini diadakan di Bletchley Park tak jauh dari Kota London. Lokasi bersejarah ini dulunya digunakan oleh para ilmuwan jenius pemecah kode di perang dunia kedua. Mesin-mesin pemecah kode yang di Bletchley Park merupakan cikal bakal mesin komputasi dan kecerdasan buatan masa kini.
Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris mendorong Inggris dan negara-negara lain untuk lebih maju dan lebih cepat dalam mengantisipasi resiko kecerdasan buatan.
Baca juga : Kecerdasan Buatan Diminati, Alibaba Cloud Kembangkan Tiga Layanan
Ia menekankan transformasi yang sudah terjadi karena hadirnya kecerdasan buatan. Oleh karena itu, pemerintah negara-negara perlu mengatur agar perusahaan teknologi bertanggung jawab. Aturan ini termasuk melalui legislasi.
Dalam pidato di Kedutaan Besar Amerika Serikat, Harris mengatakan dunia perlu mulai bertindak sekarang untuk mengatasi seluruh spektrum dari risiko kecerdasan buatan.
Selama ini, tindakan hanya dilakukan seputar ancaman eksistensial, seperti serangan siber besar atau senjata biologis yang dirumuskan oleh kecerdasan buatan.
"Ada ancaman tambahan yang juga memerlukan tindakan kita. Ancaman yang saat ini menyebabkan kerusakan dan bagi banyak orang yang juga terasa eksistensial," kata Harris.
Baca juga : Kecerdasan Buatan Untuk Kampanye Politik
Ia mengisahkan seorang warga lanjut usia yang kehilangan perawatan kesehatan karena ada malfungsi pada algoritma kecerdasan buatan. Ada juga seorang wanita yang menjadi korban ancaman kekerasan dengan foto palsu menyerupai nyata (deep fake).
Harris dijadwalkan akan menghadiri pertemuan tersebut pada hari Kamis. Ia akan bergabung dengan pejabat pemerintah dari lebih dari dua puluh negara termasuk Kanada, Prancis, Jerman, India, Jepang, Arab Saudi dan China.
Tercerai berai
Selama ini, sejumlah negara sudah berusaha merumuskan aturan pengembangan teknologi kecerdasan buatan. Akan tetapi, aturan-aturan ini masih bersifat lokal di satu negara dan belum mempunyai kerangka besar untuk diterapkan bersama di seluruh dunia.
Salah satunya adalah Korea Selatan yang akan mengadakan pertemuan kecil tentang kecerdasan buatan dalam enam bulan ke depan. Pertemuan virtual ini direncanakan akan diikuti oleh pertemuan tatap muka di Perancis pada tahun depan.
Wakil Menteri Sains dan Teknologi China Wu Zhaohui, mengatakan, teknologi kecerdasan buatan tidak pasti, tidak dapat dijelaskan, dan kurang transparan.
"Ia membawa risiko dan tantangan dalam etika, keamanan, privasi, dan keadilan. Kompleksitasnya terus berkembang dan bermunculan," katanya.
Musk juga telah memberi peringatan tentang bahaya kecerdasan buatan bagi kemanusiaan.
Presiden China Xi Jinping juga meluncurkan Inisiatif Global China untuk Tata Kelola Kecerdasan Buatan pada bulan lalu. "Kami mendukung kerja sama global untuk berbagi pengetahuan dan membuat teknologi kecerdasan buatan tersedia untuk publik dalam istilah open source," katanya.
Baca juga : Robot-robot Pekerja Semakin Banyak Gantikan Manusia
CEO Tesla Elon Musk juga dijadwalkan untuk membahas kecerdasan buatan itu. Miliarder teknologi ini adalah salah satu orang yang menandatangani pernyataan soal kecerdasan buatan pada awal tahun ini. Musk juga telah memberi peringatan tentang bahaya kecerdasan buatan bagi kemanusiaan.
Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, dan eksekutif dari perusahaan kecerdasan buatan AS seperti Anthropic, Google’s DeepMind, dan OpenAI.
Para peserta mengatakan format pertemuan tertutup ini telah mendorong debat yang sehat. “Sesi jaringan informal membantu membangun kepercayaan,” kata Mustafa Suleyman, CEO Inflection Artificial Intelligence.
Sementara itu, dalam diskusi formal, orang-orang dapat membuat pernyataan yang sangat jelas. Di situlah peserta melihat perbedaan yang signifikan akan pengembangan kecerdasan buatan itu.
“Perbedaan itu baik antara negara-negara di utara dan selatan, maupun negara-negara yang lebih mendukung open source (keterbukaan sumber kode) dan mereka yang tak teralalu mendukung open source,” kata Suleyman.
Baca juga : Kecerdasan Buatan dan Kecemasan Dehumanisasi
Ilmuwan komputer berpengaruh yang juga disebut sebagai salah satu bapak kecerdasan buatan Yoshua Bengio mengatakan, sistem kecerdasan buatan open source memungkinkan peneliti dan ahli untuk saling berbagi dan berkolaborasi. Dengan demikian, mereka bisa dengan cepat menemukan masalah dan mengatasinya. Namun, kerugiannya adalah bahwa begitu sistem open source telah dirilis sehingga siapa pun dapat menggunakannya dan mengatur ulang untuk tujuan jahat.
“Ada ketidakcocokan antara open source dan keamanan. Jadi bagaimana kita menanganinya?” katanya.
Tugas pemerintah
Sebelumnya, Sunak mengatakan bahwa tugas pemerintah untuk melindungi orang dari bahaya kecerdasan buatan. Tanggungjawab ini tidak bisa diserahkan di tangan perusahaan pengembang teknologi saja. Namun, ia juga menyarankan agar tidak terburu-buru mengatur teknologi kecerdasan buatan sebab seluruh aspeknya perlu dipahami sepenuhnya terlebih dahulu.
Sebaliknya, Harris menekankan bahwa saat ini harus mulai diambil tindakan. Termasuk kerusakan sosial yang sudah terjadi seperti bias, diskriminasi, dan penyebaran informasi yang salah.
Ia menunjuk pada perintah eksekutif Presiden Joe Biden pekan ini untuk mengatur perlindungan kecerdasan buatan. Tindakan ini sebagai bukti bahwa AS telah memimpin dengan contoh dalam mengembangkan aturan untuk kecerdasan buatan yang bekerja dalam kepentingan publik. Harris juga mendorong negara-negara lain untuk tetap berpegang pada penggunaan kecerdasan buatan yang “bertanggung jawab dan etis” untuk tujuan militer.
“Presiden Biden dan saya percaya bahwa semua pemimpin memiliki kewajiban moral, etis, dan sosial untuk memastikan bahwa kecerdasan buatan diadopsi dan dikembangkan dengan cara yang melindungi masyarakat. Serta memastikan bahwa semua orang dapat menikmati manfaatnya,” katanya.
Pertemuan tingkat tinggi yang berhasil mengumpulkan pemerintah dari negara-negara pengembang kecerdasan buatan terbesar itu merupakan sebuah pencapaian tersendiri dalam bidang pengaturan kecerdasan buatan.
Sayangnya, deklarasi itu belum memberi penjelasan rinci cara pengaturan. Tak disebutkan juga bagaimana pemerintah bisa mengatur pengembangan kecerdasan buatan.
Setidaknya, pemerintah sejumlah negara itu sudah berjanji untuk bekerjasama dan bertanggungjawab bersama terkait resiko kecerdasan buatan. Semoga janji itu ditepati. (AP/AFP)