Dana Baru Rp 1.500 Triliun untuk Sabuk-Jalan China
China akan membuka akses lebih luas bagi perusahaan-perusahaan asing yang akan masuk ke China. Beijing juga akan menyuntikkan pendanaan baru bagi Prakarsa Sabuk dan Jalan sebesar 100 miliar dollar AS.
BEIJING, KOMPAS — China menjanjikan akses yang lebih besar ke pasar China bagi perusahaan-perusahaan asing dan pendanaan baru bagi Prakarsa Sabuk dan Jalan atau Belt and Road Initiative (BRI) yang dimulai 10 tahun lalu. China, melalui pemberi pinjaman utama Prakarsa Sabuk dan Jalan, yakni China Development Bank dan Bank Ekspor-Impor, akan menyuntikkan sekitar 100 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 1.500 triliun pendanaan baru ke dalam prakarsa itu.
Kedua bank tersebut akan menyiapkan peluang pembiayaan masing-masing sebesar 350 miliar yuan atau 47,9 miliar dollar AS untuk proyek-proyek di dalam prakarsa ini. Akan ada juga tambahan dana sebesar 80 miliar yuan atau 11 miliar dollar AS yang akan diinvestasikan dalam Dana Jalur Sutra Beijing untuk mendukung proyek-proyek BRI.
Baca juga: Inisiatif Sabuk dan Jalan Tak Bisa Jalan Sendirian
Hal itu dikemukakan Presiden China Xi Jinping dalam pidatonya pada pembukaan Forum Ke-3 Prakarsa Sabuk dan Jalan (Forum BRI), Rabu (18/10/2023), di gedung Balai Agung Rakyat, Beijing, China. Forum kali ini juga menandai 10 tahun pelaksanaan BRI yang digagas Xi pada 2013. China juga akan menghapus pembatasan akses investasi asing di sektor manufaktur.
Xi mengatakan, China akan lebih membuka perdagangan lintas batas dan investasi di bidang jasa. Selain itu, Beijing juga akan memperluas akses pasar untuk produk digital dan mereformasi badan usaha milik negara serta sektor-sektor seperti ekonomi digital, hak kekayaan intelektual, dan pengadaan pemerintah.
Forum BRI sebelumnya diadakan pada tahun 2017 dan 2019. Pada forum kali ini, hadir kepala negara dan kepala pemerintahan dari 130 negara—sebagian besar dari negara-negara Selatan—dan 30 organisasi internasional. Presiden RI Joko Widodo juga hadir dalam forum ini.
Presiden Rusia Vladimir Putin juga hadir dan tampak paling menonjol. Ketika Putin berpidato, banyak wartawan yang duduk di area belakang ruangan langsung berdiri dan merangsek maju mendekati tali pembatas untuk mengambil foto dan video Putin.
Baca juga: Presiden Jokowi: Kerja Sama Belt and Road Initiative Jangan Dipolitisasi
Putin duduk di sebelah kanan Xi, sementara Presiden Jokowi duduk di sebelah kiri Xi. Para pemimpin asing lainnya duduk bersama para pejabat penting Politbiro Partai Komunis China, yang beranggotakan 25 orang, di barisan depan.
Hadir pula pada forum itu, Presiden Argentina Alberto Fernandez, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev, Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Presiden Kenya William Ruto, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Hadir pula Menteri Perdagangan Pemerintahan Taliban Afghanistan Nooruddin Azizi.
Kami tidak terlibat dalam konfrontasi ideologis, permainan geopolitik, atau konfrontasi blok. (Xi Jinping)
Dalam pidatonya, Xi kembali menegaskan janji China untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi perusahaan asing. ”Kami tidak terlibat dalam konfrontasi ideologis, permainan geopolitik, atau konfrontasi blok. China juga menentang pemberian sanksi sepihak, pemaksaan ekonomi, pemisahan, dan pemutusan hubungan,” kata Xi.
”Memandang perkembangan orang lain sebagai ancaman dan saling ketergantungan ekonomi sebagai risiko tidak akan membuat kehidupan seseorang menjadi lebih baik atau membuatnya lebih cepat berkembang,” lanjut Xi.
Xi juga menyadari bahwa China tidak akan bisa berjalan sendirian. China membutuhkan dunia dan begitu pula sebaliknya. ”China hanya bisa berhasil jika dunia juga baik. Jika China berhasil dengan baik, dunia juga akan menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Xi memuji prakarsa negaranya yang, menurut dia, berhasil membangun infrastruktur global dan jaringan energi yang menghubungkan Asia dengan Afrika dan Eropa melalui jalur darat dan laut. ”Cetak biru yang semula goresan ide akhirnya menjadi proyek nyata,” ujarnya.
Baca juga: China Arahkan Proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan Lebih Realistis
Setelah Xi, giliran Putin berpidato. Ia memuji BRI dan mengundang investasi global di jalur Laut Utara yang, menurut dia, dapat memperdalam perdagangan antara Timur dan Barat. Dia juga menyatakan, koordinasi yang erat dengan China mengenai kebijakan luar negeri sangat penting di dunia yang sedang sulit seperti sekarang.
”Dalam kondisi sulit saat ini, koordinasi kebijakan luar negeri yang erat sangat diperlukan. Itulah yang kami lakukan dan hari ini kami juga akan membahas semua ini,” kata Putin.
Pada kesempatan itu, Putin juga menilai BRI adalah kisah sukses yang tidak terduga. ”Mengingat dimensi global dari inisiatif yang diluncurkan pemimpin China, 10 tahun lalu, sejujurnya, kita tadinya sulit berharap akan bisa mewujudkannya. Tetapi, China berhasil mewujudkannya. Kami senang melihat kisah sukses ini karena ini sangat berarti bagi banyak dari kami,” ujarnya.
Jangan dipolitisasi
Presiden Jokowi dalam pidatonya menekankan proyek-proyek BRI tidak boleh sampai mempersulit kondisi fiskal negara. Dia berharap sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur dapat terus diperkuat.
Jokowi juga mengingatkan, dengan situasi dunia yang semakin terbelah, kerja sama BRI tidak boleh dipolitisasi. Semua pihak harus bersama-sama menjaga nilai-nilai utama agar inisiatif ini semakin kuat dan berdampak.
”Saya berharap sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur dapat terus, dan di tengah situasi dunia yang makin terbelah, kerja sama BRI tidak boleh dipolitisasi,” ujar Presiden Jokowi.
Pada kesempatan ini, Jokowi juga menyampaikan pentingnya sinergi yang memberikan ruang kepemilikan bagi negara tuan rumah untuk menjalankan proyek nasionalnya secara mandiri. Menurut Presiden, rasa kepemilikan itu sangat penting bagi keberlangsungan proyek.
Indonesia memiliki proyek nasional kereta cepat Jakarta-Bandung yang kemudian disinergikan dengan BRI. Kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu baru-baru ini telah diluncurkan dan dioperasionalkan. Ke depan, Indonesia juga akan menyinergikan pembangunan di ibu kota yang baru, Ibu Kota Nusantara (IKN), transisi energi, dan hilirisasi industri.
Baca juga: Indonesia Utamakan Kerja Sama Inklusif
Jokowi juga mengatakan, proyek BRI harus berlandaskan prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan. Di samping itu, proyek tersebut dilengkapi dengan perencanaan yang matang, penggunaan sistem pendanaan yang transparan, penyerapan tenaga lokal. dan pemanfaatan produk dalam negeri.
”Keberlanjutan proyek BRI harus dipastikan untuk jangka panjang dan memperkokoh fondasi ekonomi negara mitra dan bukan justru mempersulit kondisi. Terima kasih kepada Pemerintah China dan Presiden Xi Jinping atas kontribusinya bagi negara-negara berkembang melalui BRI. Mari berjuang gigih bersama memajukan pembangunan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat,” kata Jokowi.
Proyek-proyek lebih kecil
Dalam pidatonya, Xi mengatakan akan membuat proyek-proyek BRI menjadi lebih kecil dan lebih ramah lingkungan. Beralih dari proyek-proyek besar, seperti bendungan, ke proyek-proyek berteknologi tinggi, seperti keuangan digital dan platform perdagangan elektronik. Tujuannya, untuk membantu negara-negara berkembang dan negara-negara Selatan.
Xi juga berjanji memperdalam kerja sama dalam infrastruktur ramah lingkungan, energi, dan transportasi serta mengemukakan inisiatif global untuk tata kelola kecerdasan buatan. ”BRI bertujuan meningkatkan kebijakan, infrastruktur, perdagangan, keuangan, dan konektivitas antarmasyarakat. Dengan kerja sama yang saling menguntungkan, segala sesuatunya dapat terselesaikan dengan baik,” katanya.
”China bersedia memperdalam kerja sama dengan mitra-mitra BRI dan bekerja tanpa henti untuk mewujudkan modernisasi di seluruh dunia. Pembangunan bersama BRI berawal dari China, tetapi pencapaian dan peluangnya adalah milik dunia,” tambah Xi.
Adapun Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyoroti potensi BRI untuk melakukan pembangunan di daerah-daerah yang terabaikan dan perlunya proyek-proyek yang ramah lingkungan. ”BRI bisa membantu mendorong transisi dari ketergantungan pada bahan bakar fosil. Negara-negara berkembang akan membutuhkan banyak dukungan untuk transisi energi yang adil dan merata menuju energi terbarukan serta menyediakan listrik yang terjangkau bagi semua orang,” ujarnya.