Dampak Perang Israel-Hamas: 1.100 Warga Sipil Tewas dan Harga Minyak Naik
Pada Sabtu dan Minggu, Israel dan Hamas saling serang. Angka korban jiwa terus bertambah. Selain itu, pasar global pun terdampak.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·4 menit baca
JERUSALEM, SENIN - Lebih dari 1,100 warga sipil Israel dan Palestina tewas dan 4.300 lainnya terluka, setelah Israel dan kelompok bersenjata Hamas saling serang pada Sabtu (7/9/2023) dan Minggu (8/9/2023). Puluhan warga menjadi tawanan, ratusan ribu lainnya menjadi pengungsi.
Dalam laporan terakhir kantor berita Reuters, Senin (9/10/2023) disebutkan serangan Hamas ke wilayah Israel pada Sabtu (7/10/2023) menjadi serangan yang paling mematikan setelah perang Yom Kippur antara Mesir dan Suriah 50 tahun yang lalu. Serangan Hamas ini dikhawatirkan bisa memicu lagi konflik kedua negara yang sudah lama berlangsung.
Israel dikabarkan belum merilis secara resmi angka korban jiwa. Namun UN OCHA, kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, pada Minggu (8/10/2023) malam merilis 677 orang warga Isarel meninggal dan 2.000 orang terluka. Lebih dari 50 orang warga Israel termasuk personel militer dan warga sipil termasuk anak-anak dan perempuan ditangkap dań dibawa ke Gaza.
Penyanderaan
Selain menewaskan ratusan orang, kelompok bersenjata Palestina juga menyandera puluhan orang dan membawanya ke Gaza. Di dalamnya termasuk tentara dan warga sipil, anak-anak dan orang tua. Jihad Islam menyebutkan, mereka menawan lebih dari 30 orang.
Penangkapan dan penawanan banyak warga Israel dengan beberapa di antaranya ditarik begitu saja dari pos pemeriksaan keamanan, menjadi teka teki lain bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Di masa lalu sandera ditukar dengan banyak tahanan Palestina.
“Kenyataan yang kejam, bahwa Hamas menyandera sebagai balasan atas serangan darat Israel yang masif, juga menggunakannya sebagai jaminan untuk menukarnya dengan tahanan Palestina,” jelas peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace, Aaron David Miller.
Pasca serangan mendadak Hamas itu, Israel lalu membalas menyerang Hamas. Serangan udara Israel menghancurkan kawasan permukiman, terowongan, mesjid, dan perumahan pemerintahan Hamas di wilayah Gaza. Israel juga disebutkan menyerang posisi Hezbollah lantaran kelompok militan di Lebanon itu sempat melepaskan mortir ke arah Israel sebagai bentuk dukungan kepada Hamas.
“Harga yang harus dibayar Jalur Gaza akan sangat berat dan akan mengubah kenyataan dari generasi ke generasi,” kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant di kota Ofakim.
Juru Bicara Militer Israel Daniel Hagari menyebut serangan Hamas itu sebagai pembantaian warga sipil tak berdosa yang terburuk dałam sejarah Israel. Dałam korban jiwa itu bukan hanya warga sipil Israel saja, melainkan juga ada warga dari negara-negara lain, seperti dari Amerika Serikat, yang tewas.
Serangan Israel
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, 413 warga Palestina terbunuh, 2.300 warga terluka. Sebagai tambahan 13 warga Palestina termasuk satu anak terbunuh di Tepi Barat.
Selain itu, serangan udara Israel memaksa 123.538 warga Palestina di Gaza mengungsi, dengan 74.000 orang di antaranya mengungsi di sekolah-sekolah. Para pengungsi itu tersebar di 30 titik pengungsian di Gaza.
Seorang warga Rafah, Nasser Abu Quta (57) mengatakan, 19 anggota keluarganya termasuk istrinya tewas ketika serangan udara Israel menghantam rumah mereka. “Tidak ada militan di gedung ini,” kata Abu Quta. “Ini adalah rumah aman, dihuni anak-anak dan perempuan,” katanya melalui sambungan telepon dari Rafah yang terletak di Gaza bagian selatan.
Unjuk rasa
Sementara itu dari AS dikabarkan sejumlah warga melakukan unjuk rasa mendukung Palestina. Unjuk rasa digelar di sejumlah kota besar di AS, di antaranya di New York City dan Chicago.
Pengunjuk rasa di New York City menggelar aksinya di Times Square dan Markas Besar PBB di mana Dewan Keamanan PBB akan menggelar sidang membahas perang terbaru Israel-Palestina.
“Kami menyatakan solidaritas dengan rakyat Palestina yang berjuang selama 75 tahun melawan kolonialisme pemukim Israel, kekerasan pemukim, dan 16 tahun blokade militer di Gaza,” kata Munir Atalla, seorang anggota kelompok Gerakan Pemuda Palestina.
“Apa yang kami lihat kemarin adalah masyarakat Gaza keluar dari penjara terbuka mereka,” lanjutnya. “Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ketika Palestina bangkit dalam perlawanan, diaspora juga ikut bangkit,” kata Munir Atalla.
Sempat terjadi bentrokan kecil antara pendukung Palestina dan massa pendukung Israel di seputar Times Square. Polisi segera turun tangan dan memisahkan mereka dengan barikade. Sampai Senin (9/10/2023) ini, menurut laporan BBC, warga di Gaza mengalami krisis listrik. Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza yang biasa memproduksi 60 megawatts kehabisan bahan pembakar.
Selama ini Gaza sangat bergantung pada suplai listrik dari Israel. Gaza membeli 120 megawatts per hari dari Israel. Netanyahu pada hari Minggu (8/10/2023), sudah memerintahkan agar suplai listrik ke Gaza dihentikan.
Dampak lain dari perang tersebut adalah harga minyak terkerek naik. Pada Senin pagi kekerasan itu memicu volatilitas di pasar global. Salah satu yang turut memicunya adalah kekhawatiran tentang kemungkinan gangguan pasokan dari Iran. Pada perdagangan di Asia, minyak mentah Brent naik hingga 4,18 dollar AS per barel atau naik 4,94 persen menjadi 88,76 dollar AS per barel.