Abaikan Seruan Paus, Eropa Selatan Malah Mau Lebih Keras pada Imigran
Negara-negara Eropa semakin keras mencegah gelombang migran masuk. Ribuan migran tewas saat berupaya menyeberangi Mediterania. Paus Fransiskus minta Eropa menerima migran dengan tangan terbuka.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
AP/CECILIA FABIANO
Para imigran ilegal memadati kapal patroli milik Pasukan Penjaga Pantai Italia pada 18 September 2023. Para imigran itu menuju Pulau Lampedusa, Italia.
VALLETA, SABTU — Negara-negara Eropa selatan meminta Uni Eropa memperkuat penjagaan perbatasan. Penguatan itu untuk membendung migrasi dari pesisir utara Afrika. Permintaan disampaikan sepekan setelah Paus Fransiskus mengimbau Eropa menerima pengungsi.
Dilaporkan Euronews pada Sabtu (30/9/2023), permintaan disampaikan dalam Konferensi Tinggi di Valleta, Malta. Selain Malta sebagai tuan rumah, KTT itu dihadiri pemimpin Kroasia, Siprus, Perancis, Yunani, Italia, Portugal, Slovenia, dan Spanyol.
KTT digelar bersamaan dengan upaya penenggelaman kapal berisi imigran di lepas pantai Libya. Kapal penjaga pantai Libya menabrak kapal berpenumpang 50 imigran pada Jumat (29/9/2023). Penjaga pantai Libya dilatih dan dibiayai UE sejak 2015.
Dalam KTT Valleta, para pemimpin Eropa Selatan meminta UE menuntaskan perjanjian migrasi dan suaka baru. UE juga harus meningkatkan upaya mencegah migran dari Afrika Utara.
UE harus memperkuat respons dalam menghadapi gelombang migran. Caranya, dengan meningkatkan operasi pengawasan perbatasan luar Eropa. Penguatan itu untuk mencegah migran keluar dari negaranya serta memutus jaringan perdagangan manusia.
Meski banyak yang tewas, jumlah imigran dari Afrika ke Eropa tidak berkurang. Menurut IOM, ada kenaikan 300 persen.
Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan, UE perlu menentukan siapa yang bisa masuk ke dalam blok beranggotakan 27 negara itu. ”Saat ini, para penyelunduplah yang menentukan siapa yang bisa masuk ke UE dan ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.
AFP/ZAKARIA ABDELKAFI
Sukarelawan Palang Merah Italia membagikan makanan dan minuman kepada pengungsi yang baru tiba di Pulau Lampedusa, Italia, pada 16 September 2023. Pemerintah Lampedusa mengaku kewalahan dengan gelombang pengungsi dari Afrika.
Mitsotakis mengatakan, anggota UE harus fokus pada pemulangan orang-orang yang tidak berhak mendapatkan suaka. Di sisi lain, UE perlu menyediakan jalur migrasi legal yang terorganisasi.
PM Malta Robert Abela mengatakan, UE perlu mempercepat waktu untuk memulangkan migran yang permohonan suakanya gagal. Saat ini, tidak adanya perjanjian repatriasi dengan negara asal memungkinkan banyak migran menghilang begitu saja dan pergi ke wilayah utara untuk mencari keluarga dan pekerjaan.
KTT Valleta seperti tidak mendengar seruan Paus Fransikus. Pekan lalu, Paus Fransiskus meminta Eropa menyambut para migran dan bukan menganggap mereka sebagai penjajah. ”Mereka yang mempertaruhkan nyawa di laut tidak menginvasi, tetapi membutuhkan sambutan. Orang-orang yang berisiko tenggelam harus diselamatkan,” kata Paus sebelum misa di Marseille, Perancis.
Migrasi, kata Paus, adalah kenyataan zaman yang melibatkan tiga benua di sekitar Mediterania dan harus diatur dengan bijaksana, termasuk oleh Eropa. Para migran membutuhkan tempat berlindung yang aman. Sikap Paus mengenai migrasi ini kemungkinan tidak akan bisa diterima Perancis yang justru berencana memberlakukan tindakan yang lebih tegas untuk mengendalikan gelombang migrasi.
Laporan PBB
KTT Valleta berlangsung sehari setelah Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mengumumkan, 186.000 pengungsi masuk ke Eropa Selatan sepanjang 2023. Sebanyak hingga 130.000 orang masuk ke Italia. Di antara pengungsi itu, sejumlah 2.500 orang tewas di Laut Tengah.
UNHCR juga mengungkap, Tunisia dan Libya sebagai titik pemberangkatan utama. Total 147.000 orang naik kapal dari kedua negara itu untuk menuju Eropa.
Direktur Organisasi Migrasi Internasional (IOM) Par Liljert menyebut, para imigran menghadapi kondisi mengerikan kala menyeberangi Lau Tengah. IOM mencatat 187.000 orang berusaha menyeberangi Laut Tengah pada Januari-September 2023. Dari jumlah itu, 2.778 orang tewas.
ANSA / AFP
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni (kanan) mendampingi Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen (kedua dari kiri) meninjau Pulau Lampedusa, Italia, pada 17 September 2023. Pemerintah Lampedusa mengaku kewalahan karena jumlah pengungsi di sana lebih dari dua kali lipat penduduk Lampedusa.
Meski banyak yang tewas, jumlah imigran dari Afrika ke Eropa tidak berkurang. Menurut IOM, ada kenaikan 300 persen.
Kekacauan di Afrika membuat banyak pria muda dari benua itu melarikan diri. Karena sulit masuk secara sah, mereka memilih masuk ke Eropa secara ilegal.
Kelompok perdagangan manusia mendapat keuntungan dari kekacauan yang terjadi di negara Afrika Utara. Sindikat itu menyelundupkan imigran melintasi perbatasan Libya yang luas, membawa mereka ke pantai, dan memasukkan mereka ke dalam perahu karet yang tidak dilengkapi peralatan lengkap dan kapal-kapal lain yang kemudian melakukan perjalanan laut yang berisiko. Mereka mengutip bayaran tinggi dari imigran.
Beberapa bulan terakhir, kelompok-kelompok penyelamat para migran mengatakan, pemerintahan garis keras Italia yang dipimpin PM Giorgia Meloni mempersulit kapal kemanusiaan untuk beroperasi. Pemerintah Italia sering menghalangi upaya kapal kemanusiaan untuk menyelamatkan para migran. (REUTERS/AFP/AP)