Korea Selatan, Jepang, dan China kembali bertemu untuk membahas berbagai isu yang mengganjal hubungan kerja sama tiga arah, seperti Korea Utara, Taiwan, dan AS.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Terakhir kali bertemu pada tingkat pemimpin negara tahun 2019, Korea Selatan, Jepang, dan China kembali bertemu untuk membicarakan berbagai isu. Kali ini, pertemuan di tingkat pejabat Kementerian Luar Negeri dulu. Pertemuan ini dilakukan saat China semakin khawatir dengan menguatnya kerja sama Korea Selatan dan Jepang dengan Amerika Serikat.
Hal itu dilaporkan kantor berita Korea Selatan, Yonhap, Selasa (26/9/2023). Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Chung Byung-won, Wakil Menlu Senior Jepang Takehiro Funakoshi, dan Wakil Menlu China Nong Rong hadir dalam pertemuan di Seoul itu.
”Dalam pertemuan pejabat tinggi pagi ini di antara Korea Selatan, Jepang, dan China, tiga negara sepakat untuk menggelar konferensi tingkat tinggi trilateral dalam waktu sesegera dan senyaman mungkin, serta segera mengadakan pertemuan para menteri luar negeri dari setiap negara untuk mempersiapkan KTT,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel, Lim Soo-suk, sebagaimana dikutip Yonhap dan kantor berita Kyodo.
Menurut Yonhap, pertemuan para menlu akan digelar pada November 2023 di tempat yang akan ditentukan kemudian. Sementara menurut Kyodo, KTT akan digelar pada Desember 2023 di lokasi yang akan disepakati oleh tiga negara.
Pertemuan tiga arah Korsel-Jepang-China itu tertunda empat tahun. Selain karena pandemi Covid-19, penundaan pertemuan itu dipicu berbagai perselisihan hukum, diplomatik, dan perdagangan. Seperti antara Korsel dan Jepang yang menyangkut isu pendudukan Korea pada tahun 1910-1945.
Sebelumnya, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sudah memulai upaya memperbaiki hubungan. Salah satunya dengan mengadakan pertemuan puncak trilateral dengan Presiden AS Joe Biden, Agustus lalu, di Camp David, AS.
Kala itu, mereka berjanji meningkatkan kerja sama, termasuk dalam bidang pertahanan dan keamanan ekonomi. Pertemuan trilateral itu dinilai sebagai ”babak baru” kerja sama keamanan tiga arah yang erat. Sebaliknya, China menganggap pertemuan ketiganya itu sebagai ”ancaman”.
Seorang pejabat senior Korsel mengatakan, China telah proaktif mengupayakan kerja sama trilateral dan mengatur pertemuan sejak hubungan memburuk antara Seoul dan Beijing pada 2017. Hubungan China-Korsel memburuk sejak penempatan sistem antirudal balistik terminal high altitude area defense (THAAD) milik AS di Korsel.
”Saya yakin China pasti tidak nyaman dengan semakin eratnya kemitraan keamanan trilateral kami dengan AS dan Jepang,” kata pejabat yang tak mau disebut namanya itu.
China diduga merasa perlu mengelola hubungan bilateral dengan Korsel. Sebab, THAAD dikhawatirkan menjadi bumerang dan memicu sentimen anti-China yang lebih parah.
Peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace di AS, Tong Zhao, mengatakan, China kemungkinan akan memanfaatkan hubungan perdagangan trilateral untuk mengimbangi strategi persahabatan AS. Beijing juga akan mendorong pertukaran antarmasyarakat serta meningkatkan komunikasi dan dialog dengan Seoul dan Tokyo mengenai keamanan dan pertahanan.
Jepang dan Korsel berkepentingan menghindari konflik dan menjaga hubungan keamanan yang stabil dengan China. Peran China dianggap sangat penting dalam memperlambat dan menghentikan program pengembangan nuklir Korea Utara yang kian agresif. ”Kepentingan bersama ini membuka jalan baru bagi komunikasi strategis, pembangunan kepercayaan, dan langkah-langkah untuk mencegah krisis,” kata Zhao.
Kunjungan presiden
KTT trilateral biasanya melibatkan Perdana Menteri China. Walakin, Korsel juga mendorong kunjungan terpisah oleh Presiden China Xi Jinping ke Korsel. Harian The Korea Herald melaporkan, harapan untuk menguatkan hubungan antara Korsel dan China tinggi.
Pekan lalu, Xi mengatakan akan mempertimbangkan kunjungan ke Korsel secara serius. Terakhir kali Xi melawat ke Korsel tahun 2014. Lawatan Xi nanti diharapkan akan bisa menekan kekhawatiran China bahwa kebijakan luar negeri Korsel berpotensi mengasingkan China.
Juru bicara Kemenlu China, Wang Wenbin, mengatakan, China, Jepang, dan Korsel adalah tetangga dekat dan mitra kerja sama yang penting. Upaya memperkuat kerja sama trilateral ini bermanfaat bagi kepentingan bersama.
Sementara Menlu Korsel Park Jin mengatakan, kerja sama ketiga negara memainkan peran penting tidak hanya di Asia Timur Laut. Kerja sama tiga negara penting bagi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran dunia.
Park lebih lanjut menggarisbawahi, ketiga negara menyumbang 20 persen populasi dunia dan 25 persen produk domestik bruto dunia. Dari sisi itu, penting bagi ketiga negara untuk tetap bisa bekerja sama tanpa ada kekhawatiran akan ancaman.
Masalahnya, Beijing yang selama ini merupakan mitra dagang terbesar Seoul, sekaligus sekutu dan penyumbang ekonomi terpenting bagi Korea Utara. Sementara bagi Jepang dan Korsel, Korut sumber ancaman besar.
Tokyo, Seoul, dan Washington telah mengadakan latihan militer bersama karena khawatir dengan ancaman Korut yang meningkat. Di tengah-tengah kekhawatiran mereka, Beijing baru-baru ini mengirimkan pejabat senior untuk menghadiri parade militer Pyongyang.
Belum lagi sepak terjang China yang juga mengklaim Taiwan dan sesumbar akan merebut Taiwan suatu hari nanti. Pada April lalu, Presiden Yoon mengatakan, ketegangan terkait Taiwan disebabkan oleh ”upaya untuk mengubah status quo dengan kekerasan”. Komentar itu memicu ketegangan diplomatik. (REUTERS/AFP/AP)