Pertama kali masuk ke lingkungan kampus, pasti bingung. Biasanya ada orangtua dan saudara, sekarang harus hidup mandiri. Tapi, tenang, kalau butuh bantuan, ada jasa ”ibu sewaan” yang akan membantu.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
AP PHOTO/HIRO KOMAE
Koki Ozora (21), mahasiswa yang memulai organisasi nirlaba Anata no Ibasho atau ”Tempat untuk Anda”, berbicara dengan seorang perempuan yang ingin membantu organisasi Ozora, di Tokyo, Jepang, Jumat, 2 Oktober 2020. Kasus bunuh diri meningkat di kalangan remaja Jepang dan hal itu membuat khawatir Ozora yang tumbuh dengan depresi dan kesepian. Layanan obrolan daring berbahasa Jepang miliknya dijalankan sepenuhnya oleh sukarelawan dengan layanan konseling pesan teks 24 jam bagi mereka yang membutuhkan bantuan.
Bagi pelajar atau mahasiswa, hidup jauh dari keluarga pasti tidak mudah. Apalagi bagi yang baru pertama kali keluar rumah dan harus hidup sendiri mandiri di tempat indekos atau asrama. Tidak ada lagi anggota keluarga yang biasanya membantu segala urusan setiap hari, terutama ibu.
Orangtua pun tak sepenuhnya bisa tenang melepaskan anaknya hidup sendirian di lingkungan kampus. Akan tetapi, mereka tak bisa juga merawat anaknya setiap hari karena beda kota.
Untuk menggantikan peran sementara sebagai orangtua, The Wall Street Journal (WSJ), Senin (25/9/2023) menulis, semakin banyak orangtua memanfaatkan jasa pramutamu untuk mahasiswa yang dilakukan oleh tenaga profesional. Tugasnya? Mulai dari mencuci-setrika baju si anak, membersihkan kamar, belanja, memasak, bahkan sampai memberi sentuhan personal dengan memeluk.
Bisnis jasa ”menyewa ibu” ini laris manis, terutama ketika masa pandemi Covid-19. Mayoritas konsumennya orangtua dari mahasiswa baru.
Padahal, layanan jasa ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Layanan Pramutamu Boston untuk Pelajar atau Boston Concierge Services for Students, misalnya, sudah ada sejak 1990, didirikan oleh Joan Alfond dan Tamara Kumin.
Layanan ini tersedia bagi mereka yang merasa anaknya membutuhkan bantuan seorang ibu yang jauh dari rumah. Para ”pemeran pengganti ibu” ini bisa juga mengunjungi anak-anak ketika sedang mengikuti pertandingan olahraga kampus, membantu persiapan kuliah, atau berobat ke dokter.
AP PHOTO/OLIVIA ZHANG
Lulusan perguruan tinggi, Liu Qian, di kamar apartemennya di Beijing, China, Kamis, 7 Juli 2022. Liu adalah salah satu dari 11 juta lulusan baru yang putus asa mencari pekerjaan yang semakin sulit diperoleh di China karena banyak pabrik, restoran, dan usaha lain yang tutup.
Sebelum tahun ajaran dimulai, kata Kumin, pihaknya membelikan barang-barang yang dibutuhkan untuk mendekorasi kamar asrama mahasiswa, mencuci, dan menyetrika seprai sebelum merapikan tempat tidur. Setiap anak atau mahasiswa dipasangkan dengan ”ibu kedua” mereka.
Para ”ibu kedua” itu kemudian membantu mahasiswa dengan layanan akademik. Bahkan, ”ibu kedua” berpartisipasi dalam acara akhir pekan bersama orangtua. Mereka membantu memilihkan mata kuliah hingga memberikan layanan pribadi, mulai dari urusan dengan bank sampai rujukan dokter dan rumah sakit.
”Saya bertemu klien setiap bulan untuk makan malam, menonton acara olahraga atau pertunjukan, dan memasak resep tradisional Timur Tengah keluarganya, seperti nasi Persia dan daging tenderloin. Seperti keluarga mereka yang sebenarnya,” kata Kumin.
Menurut The Guardian, biaya layanan itu sekitar 10.000 dollar AS atau Rp 154 juta per tahun akademik. Untuk satu tahun akademik, mereka hanya bisa menerima maksimal 30 mahasiswa.
Tidak nyaman
Selain jasa di Boston itu, WSJ juga menceritakan bisnis serupa yang dibuka Mindy Knows dan Daisy Bug Delivery. Akan tetapi, tak semua nyaman diberi label jasa rent-a-mom atau menyewa ibu. Sebut saja Mindy Horowitz dari Mindy Knows yang ”hanya” mematok biaya 450 dollar AS atau Rp 7 juta per tahun untuk layanan membantu kebutuhan sehari-hari mahasiswa.
”Anggaplah kami ini sebagai kombinasi petugas atau teman kuliah lama atau sepupu yang Anda cintai. Kami adalah ibu-ibu lokal yang bisa berada di dekat anak Anda ketika Anda tidak bisa dan membantu anak Anda agar Anda mendapatkan ketenangan pikiran,” begitu promosi Mindy Knows di situs webnya.
AFP/GETTY IMAGES/MARK MAKELA
Mahasiswa baru yang baru mau mulai kuliah berjalan menuju asrama mereka di dalam kampus University of Colorado, Boulder, Colorado, AS, 18 Augustus 2020.
Horowitz kepada WSJ menceritakan, bisnisnya akan diperluas sampai ke Northwestern University, Skidmore College, dan University of Hartford karena tingginya permintaan. Untuk memenuhi permintaan tinggi itu, dia merekrut banyak tenaga lokal, ibu-ibu yang harus memiliki insting keibuan kuat. Ibu pasti tahu yang terbaik, sekalipun itu ibu sewaan.
Salah satu orangtua konsumen Mindy Knows, Douglas Feirstein, pernah menyewa Mindy Knows untuk membantu anaknya, Emma, yang sedang kuliah di Washington University. Pada awal-awal masa kuliah Emma, Horowitz diceritakan pernah membawa Emma ke rumah sakit karena sakit infeksi parah, memasakkan sup ayam, menemani ke salon dan penjahit, dan lain-lain. ”Dengan menyewa Horowitz, saya bisa punya waktu bebas yang lebih berkualitas dengan Emma,” kata Feirstein.
”Saya hanya membantu melakukan apa yang ibu Emma tidak bisa lakukan karena terpisah jarak. Ada yang tetap bisa dilakukan ibunya dari Michigan. Yang tidak bisa dilakukan, biar saya saja yang menangani. Begitu mendaftar layanan ini, saat itu juga Anda akan diperlakukan seperti keluarga sendiri,” kata Horowitz.
Daisy Bug Delivery juga menawarkan jasa dengan memberi perhatian pribadi kepada setiap mahasiswa, seperti memeluk, apabila dibutuhkan. Karena jasa yang diberikan lebih personal dan rasanya seperti mendapat perhatian dari ibu asli, Daisy Bug Delivery kebanjiran konsumen.
Rachelle Arnold, pemilik Daisy Bug Delivery, mengatakan, bisnis yang melayani mahasiswa di The University of Tampa, Florida, itu memiliki konsumen hingga 3 juta orangtua dan siswa.
KOMPAS/MARIA SUSY BERINDRA
Suasana di Kantin Saridhona, Asrama Bale Wilasa, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Kantin itu memberi makan gratis untuk mahasiswa.
Berbeda dengan penyedia jasa lain, Daisy Bug Delivery juga menyediakan layanan pengantaran dan penyimpanan, termasuk membantu mahasiswa bepergian. ”Saya sudah membantu 250 mahasiswa mengirimkan kulkas mini dan barang-barang lain ke asrama baru mereka,” kata Arnold.
Salah satu pelanggan, Stephanie Makowski, mengatakan sering menyewa jasa Arnold untuk mengantarkan putrinya ke dan dari bandara. Ketika putrinya menderita Covid-19 tahun lalu dan orangtuanya tak bisa mendampingi, Arnold disewa lagi untuk mengantarkan makanan ke asrama, lengkap dengan bunga dan balon bertuliskan pesan ”semoga cepat sembuh” serta titipan pelukan dari orangtua.
Layanan mewah untuk mahasiswa ini dulu pernah sangat terkenal ketika muncul di film dokumenter Operation Varsity Blues tentang skandal atau kejahatan konspirasi dalam penerimaan mahasiswa baru di AS pada tahun 2019. Film itu mengungkap serangkaian skema yang digunakan orang-orang kaya untuk memasukkan anak ke perguruan tinggi dan universitas elite. Sampai sekarang pun orangtua masih mengeluarkan banyak uang untuk membantu anak mereka masuk perguruan tinggi.
ARSIP PRIBADI
Salma Benanni atau Lala (keenam dari kanan), yang sedang kuliah di Jurusan Ekonomi Studienkolleg Hochschule Wismar, berbuka puasa bersama teman-temannya di asrama mahasiswa.
Perusahaan-perusahaan konsultan penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi bisa dibayar sampai 750.000 dlolar AS atau Rp 11,6 miliar untuk memberikan layanan ”pramutamu kelas atas” yang pada dasarnya membantu melatih calon mahasiswa agar diterima di sekolah-sekolah yang masuk dalam kategori ”Ivy League”, seperti Universitas Harvard dan Universitas Yale atau Institut Teknologi Massachusetts.
”Uang bukan masalah bagi klien kami. Meski mereka tidak kuliah atau tidak mau bekerja, hidup mereka masih akan lebih baik dibandingkan kebanyakan orang. Tugas kami hanyalah membantu membangun motivasi bagi siswa yang sudah kaya dan memiliki segala sumber daya,” kata Christopher Rim, yang menjalankan perusahaan konsultan Command Education, kepada Bloomberg.
Keberadaan bisnis jasa ibu sewaan ini masih mengundang pro dan kontra. Ada orangtua atau mahasiswa yang suka dan tidak suka. Ada yang sebenarnya membutuhkan dan tidak keberatan dengan konsep ibu sewaan, tetapi tidak mampu membayar jasa yang mahal.
Ada yang tidak membutuhkan karena merasa tak mau ada orang asing yang berperan sebagai ibunya. Ada juga yang justru mengidam-idamkan hidup bebas dari orangtua, dan masa kuliah adalah masa-masa menikmati kebebasan.
Bagi Arnold dan Horowitz, jasa ibu sewaan ini hanya bersifat membantu melakukan apa yang tak bisa dilakukan orangtua pada saat anak membutuhkan bantuan. ”Kami memang bukan ibu atau ayah yang sebenarnya, but we’re the next best thing,” kata Horowitz.