Rekaman Percakapan Singkap Teka-teki di Balik ”Drama Zombi” Pesawat F-35 AS
Sebuah rekaman percakapan layanan darurat 911 dan percakapan dalam kokpit jet tempur F-35 pada insiden ”terbang zombi” sedikit menguak hal-hal lebih detail di balik peristiwa tersebut.

Pesawat F-35B Lightning II milik Korps Marinir Amerika Serikat ambil bagian dalam pertunjukan udara pada Singapore Airshow 2022 di Pusat Pameran Changi, Singapura, 15 Februari 2022.
”Bu, ada jet militer jatuh. Saya pilotnya.”
”Kita perlu lakukan penyelamatan. Saya tidak tahu, di mana pesawat itu sekarang. (Pesawat) Itu mungkin jatuh di suatu tempat. Saya terlontar ke luar (dari pesawat).”
”Saya baru mendarat di tanah dengan parasut. Tolong, dapatkah Anda mengirimkan ambulans (ke sini)?”
Terdengar memelas, memantik rasa iba, tetapi sekaligus juga menggelikan. Kata-kata tersebut diucapkan oleh pilot yang terlontar dari jet tempur canggih milik Korps Marinir Amerika Serikat, F-35B Lightning II, dan terekam dalam percakapan layanan darurat 911. Kantor berita Associated Press (AP) memperoleh rekaman percakapan itu, Kamis (21/9/2023).
Rekaman berdurasi sekitar empat menit tersebut berisi percakapan antara petugas 911 dan pilot jet tempur itu serta seorang warga North Charleston yang rumahnya menjadi lokasi pendaratan darurat sang pilot. ”Ada seorang pilot di rumah saya. Saya rasa dia mendarat di pekarangan belakang rumah saya,” ujar warga yang tidak disebutkan namanya dalam rekaman itu.
”Kami sedang mencoba mencari tahu apakah kami bisa dikirimi ambulans ke rumah saya,” ujar warga tersebut melanjutkan.
Seperti diberitakan, pada Minggu (17/9/2023) pesawat tempur supercanggih F-35 terbang sendiri atau berada dalam keadaan yang biasanya disebut ”terbang dalam kondisi zombi” setelah pilotnya—untuk alasan yang belum diketahui—terlontar keluar. Sang pilot selamat setelah terjun dengan parasut dan mendarat di wilayah North Charleston.

Aparat dari Pangkalan Bersama Charleston berbicara dengan sebuah keluarga yang tinggal di dekat lokasi jatuhnya pesawat F-35 di Williamsburg County, South Carolina, AS, 18 September 2023.
Adapun pesawat F-35 baru ditemukan berselang sehari setelah hilang. Puing-puing pesawat supercanggih itu ditemukan di wilayah perdesaan Williamsburg County, Carolina Selatan, AS, Senin (18/9/2023). Belum diketahui apa alasan sang pilot melontarkan dirinya keluar dari pesawat dan kerusakan teknis apa yang menyebabkannya.
Baca Juga: ”Drama Zombi” Pesawat F-35 Berakhir, Pemicu Aksi Pilot Masih Misteri
Pilot yang malang itu berusia 47 tahun. Ia melaporkan bahwa kondisinya baik-baik saja setelah terjatuh dari ketinggian 2.000 kaki atau sekitar 609 meter. Dia hanya merasa punggungnya sedikit sakit. Itu sebabnya permintaan yang disampaikan kepada petugas jaga telepon darurat 911: ”Bisakah Anda mengirim ambulans?”
Korps Marinir AS menyebutkan, pilot tersebut adalah penerbang yang sudah berpengalaman. Pengalamannya di dalam kokpit jet tempur sudah puluhan tahun.
Suara mirip tornado
Sebuah rekaman lain berisi penggalan percakapan di kokpit jet tempur dengan pusat pengendali juga muncul hampir bersamaan dengan munculnya rekaman percakapan layanan 911. Durasi rekaman itu sedikit lebih panjang, yakni sekitar 8 menit. Rekaman percakapan ini menggambarkan situasi di dalam kokpit beberapa menit sebelum kecelakaan terjadi.
Seorang pejabat militer yang tidak mau disebutkan namanya menggambarkan situasi yang dihadapi pilot saat peristiwa itu terjadi. Dia menyebut, tidak ada informasi apa pun tentang apa yang terjadi dengan jet tempur seharga Rp 1,5 triliun itu. Pejabat tersebut hanya menjelaskan bahwa pilot tidak dapat melihat dengan jelas sesaat setelah terlontar ke luar karena cuaca yang buruk.
Dalam rekaman percakapan di kokpit, menurut pejabat tersebut, dirinya mendengar suara agak keras sekitar 25 menit sebelum kejadian. Menurut dia, suara itu seperti suara tornado. Dia memperkirakan, kemungkinan suara yang didengarnya adalah suara pesawat terbang yang melintas atau berpapasan dengan jet tempur tersebut.

Saat peristiwa terjadi, menurut Korps Marinir, jet tempur itu sedang terbang rendah, hanya sekitar 1.000 kaki atau 300 meter di atas permukaan tanah. Tanpa kendali pilot, jet tempur tersebut lalu terbang melesat sejauh 60 mil atau 100 kilometer sebelum kemudian jatuh di sebuah daerah perdesaan dekat Indiantown.
Mengapa tetap bisa terbang
Korps Marinir AS dalam pernyataan, Kamis (21/9/2023), mengatakan, berbagai fitur yang disematkan pada jet tempur itu memberi perlindungan optimal bagi pilot-pilotnya, termasuk dalam keadaan darurat. Meski masih menjadi tanda tanya besar mengapa jet tempur itu terbang dalam kondisi ”zombie”, peranti lunak yang ditanam di dalam sistem akan berfungsi untuk menjaga jet itu tetap stabil meski tidak ada yang mengawakinya.
Dengan sistem tersebut, dalam penerbangan melintasi kontur bumi yang datar, jet akan berusaha menjaga posisinya seperti itu dan tetap stabil. Berbeda halnya jika ada pendakian dan penurunan pada kontur bumi. Dalam kondisi tersebut, lanjut Korps Marinir, jet tempur itu bisa mengalami gagal fungsi.
Sistem teknologi yang dimiliki F-35 secara otomatis akan mempertahankan posisi pesawat itu dalam kondisi 1G (gravitasi) hingga pesawat diperintahkan untuk melakukan manuver lain.
Korps Marinir menjelaskan, sistem teknologi yang dimiliki F-35 secara otomatis akan mempertahankan posisi pesawat itu dalam kondisi 1G (gravitasi) hingga pesawat diperintahkan untuk melakukan manuver lain. ”Hal ini dirancang untuk menyelamatkan pilot-pilot kami jika mereka tidak mampu atau kehilangan kesadaran (saat menerbangkan F-35),” kata Korps Marinir.
Kehilangan kesadaran atau kondisi G-Loc bisa terjadi ketika seseorang tengah berada di dalam pesawat tempur atau pesawat penumpang tunggal atau ganda. Sementara itu, pada pesawat komersial, situasi ini jarang terjadi karena kabin dibuat untuk memberi kenyamanan kepada para penumpangnya.

Jet tempur F-35 milik Angkatan Udara Israel berakrobat di udara di sela-sela pengukuhan pilot tempur baru di Pangkalan Udara Militer Hatzerim, Beersheba, Israel, Kamis (29/6/2023).
Baca Juga: Persaingan Rafale, F-35, dan Sukhoi-57 di Langit Timur Tengah
Seperti dilansir laman Skycombat.com, tubuh kebanyakan orang dalam kondisi sehat bisa bertahan di antara 2G-5G jika pilot melakukan manuver singkat. Adapun bagi pilot terlatih, mereka bisa bertahan dalam kondisi gaya G yang ekstrem. Selain sudah menjalani latihan terus-menerus, pakaian yang dikenakan sang pilot biasanya juga sudah dilengkapi dengan sistem yang bisa membantunya mengurangi tekanan terhadap seluruh tubuh, terutama tekanan darah dan aliran darah ke otak, yang membuat mereka tetap sadar.
Mengapa sulit terlacak
Hal lain yang juga menjadi pertanyaan banyak orang adalah mengapa pesawat itu tidak terlacak saat terbang dalam kondisi ”zombi”? Mengapa pula perlu waktu cukup lama, yakni baru berselang sehari setelah kecelakaan, untuk menemukan puing-puing pesawat yang berukuran cukup besar itu.
Sebagai sebuah jet tempur siluman, bagi F-35, keamanan data penerbangan menjadi hal yang utama untuk dilindungi. Korps Marinir mengatakan, secara otomatis sistem yang ditanam pada jet tempur itu akan menghapus komunikasi yang terjadi jika terjadi kecelakaan. Fitur ini juga dibuat untuk melindungi lokasi pilot dan sistem rahasia pesawat jika kecelakaan terjadi saat pertempuran udara.
Selain itu, hal ini akan mengurangi risiko pilot jet tempur negara pemilik menjadi tawanan perang musuh dalam situasi pertempuran sesungguhnya. Namun, pada saat yang sama, dengan sistem pengamanan tersebut, muncul persoalan lain, yakni kesulitan untuk menemukan bangkai pesawat saat terjadi kecelakaan.

Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence berpidato di depan jet tempur F-35 yang ditempatkan di Pangkalan Udara Yokota, Jepang, pada Februari 2018.
”Biasanya, pesawat dilacak melalui radar dan kode transponder. Setelah pilot keluar, pesawat dirancang untuk menghapus (atau menghilangkan) semua komunikasi yang aman,” demikian pernyataan Korps Marinir.
Baca Juga: Gara-gara Baut Ekor Pesawat, Ratusan Pesawat AU AS Dilarang Mengudara
Pesawat akan terus menyiarkan pengenal pada saluran terbuka untuk mengidentifikasi dirinya sebagai teman atau musuh. Namun, pada saluran komunikasi yang tidak rahasia pun, menara kontrol lalu lintas udara mungkin tidak dapat menangkap sinyal tersebut tergantung pada beberapa hal, seperti seberapa kuat radarnya, kondisi cuaca saat itu, seberapa tinggi pesawat itu terbang, dan medannya. Badai petir dan langit-langit awan yang rendah bisa semakin menghambat pencarian pesawat tersebut.
Namun, menurut Korps Marinir, fitur yang membuat pesawat tetap terbang mungkin tidak hanya menyelamatkan nyawa pilotnya, tetapi juga warga di darat.
”Kabar baiknya adalah tampaknya sistem berfungsi seperti yang diiklankan. Dalam kasus ini, F-35 terbang menjauh agar bisa menghindari tubrukan di daerah padat penduduk di sekitar bandara dan untungnya jatuh di lapangan kosong dan kawasan hutan,” kata Korps Marinir dalam pernyataannya. (AP)