Menjelang KTT Aksi Iklim dan Sidang Umum PBB, para pemimpin WHO dan pemimpin perundingan berharap ada upaya dan sistem lebih baik untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Perubahan Iklim sebabkan kematian dan penyakit.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
AP PHOTO/BRITTAINY NEWMAN
Memasuki Pekan Iklim menjelang Sidang Umum PBB, ribuan aktivis iklim memenuhi jalanan Manhattan, Minggu (17/9/2023). Mereka menyerukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil. Aksi itu merupakan satu dari ratusan aksi serupa di seluruh dunia
NEW YORK, SELASA — Memasuki Pekan Iklim jelang Sidang Umum PBB, para ahli berharap ada upaya kolaborasi dan sistem yang lebih baik untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Menurut mereka, perubahan iklim menyebabkan kematian dan penyakit.
Dalam laporan Associated Press pada Senin (18/9/2023) waktu New York atau Selasa dini hari WIB diungkap, para pemimpin Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan perundingan iklim menyatakan bahwa ada hari khusus untuk membahas isu kesehatan masyarakat. Pembahasan akan dilakukan di sela perundingan iklim pada Desember 2023.
Pembahasan akan fokus pada bagaimana perubahan iklim menyebabkan kematian dan penyakit. Mereka pun berharap negara-negara dapat mengambil tindakan yang lebih tepat untuk mengatasi akar permasalahannya, yaitu polusi karbon. ”Perubahan iklim membunuh kita. Perubahan iklim adalah krisis kesehatan,” ujar Utusan Khusus WHO untuk Kesehatan dan Perubahan Iklim Vanessa Kerry.
”Kita seharusnya tidak mengukur kegagalan kita dalam derajat celcius, melainkan dalam nyawa yang hilang,” imbuh Kerry yang juga CEO Seed Global Health itu.
Menjelang KTT Aksi Iklim PBB pada Rabu besok, para pemimpin memandang kesehatan sebagai bagian penting dalam upaya memerangi perubahan iklim. Mereka juga mengatakan, pengeluaran yang lebih baik dan lebih banyak untuk kesehatan adalah penting.
Dari sudut pandang kesehatan, pemanasan global yang mematikan bisa dilihat dari kejadian topan Freddy yang menewaskan ratusan orang dan kemudian terjadi wabah malaria besar-besaran di Malawi. ”Sebagian besar masalah kesehatan masyarakat di Afrika terkait dengan perubahan iklim,” kata Presiden Malawi Lazarus Chakwera.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pengunjung berfoto di instalasi logo Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru Terbarukan (LIKE) di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (17/9/2023). Festival yang berlangsung pada 16-18 September 2023 ini merupakan rangkaian menuju Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-28 (COP28) yang akan diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab, pada akhir November 2023.
Ia memperkirakan, banjir yang baru-baru ini terjadi di Libya juga akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat di masa depan. ”Inti dari perjuangan melawan perubahan iklim adalah kebutuhan akan sumber daya yang memadai,” ujarnya.
Meninggal karena polusi
Presiden COP28 Sultan Al Jaber menyatakan, tujuh juta orang meninggal dunia per tahun akibat polusi udara. ”Hidup dan penghidupan dipertaruhkan di seluruh dunia,” ujar Jaber.
Jaber mengatakan, hanya 0,5 persen bantuan keuangan dunia yang disalurkan untuk kesehatan masyarakat dan perubahan iklim. ”Ini sama sekali tidak bisa diterima atau cukup,” ujarnya.
Direktur Perubahan Iklim, Lingkungan, dan Kesehatan WHO Maria Neira mengatakan, pembahasan tentang kehidupan yang dapat diselamatkan dengan mengeluarkan uang lebih banyak untuk beradaptasi dengan dunia yang lebih hangat, sambil juga mengurangi emisi karbon, adalah pesan yang positif yang dapat mengubah cara berpikir pada legislator dan pemimpin dalam memerangi perubahan iklim.
CEO perundingan iklim atau COP28 Adnan Amin menyampaikan, dari laporan PBB di awal bulan ini disebutkan dunia masih jauh dari jalurnya dalam upaya memenuhi Kesepakatan Paris 2015. Dunia juga masih jauh dari membatasi pemanasan global di masa mendatang.
”Perundingan yang akan datang di Dubai adalah salah satu peluang terakhir untuk memperbaiki arah. Adapun hari yang didedikasikan untuk kesehatan masyarakat menjadi hari saat kita betul-betul mendapatkan dorongan untuk melakukan perubahan,” ujar Amin.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pengunjung bermain simulasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan dalam Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru Terbarukan (LIKE) di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (17/9/2023).
Reuters juga melaporkan, memasuki Pekan Iklim menjelang Sidang Umum PBB di New York, ribuan aktivis iklim membanjiri jalanan Manhattan pada Minggu (17/9/2023). Mereka membawa spanduk bertuliskan ”Akhiri Penggunaan Bahan Bakar Fosil”, ”Nyatakan Keadaan Darurat Iklim”, juga ”Bahan Bakar Fosil Membunuh.”
”Kita sudah cukup banyak menerima janji-janji palsu, kegiatan ramah lingkungan, dan tindakan setengah-setengah. Negara-negara harus datang ke KTT dengan rencana jelas untuk segera mengakhiri ekspansi minyak dan gas, dan dengan kebijakan-kebijakan untuk menghapus semua bahan bakar fosil secara cepat dan adil,” jelas Romain Loualalen, Manajer Diplomasi Oil Change International, LSM yang berfokus pada penghentian bahan bakar fosil secara bertahap. (AP/REUTERS)