Korban Banjir di Libya Masif karena Peringatan Dini Tak Berfungsi
Badan PBB menyatakan, jumlah korban tewas dalam banjir bandang di kota Derna, Libya timur, bisa ditekan andai saja Libya mempunyai sistem peringatan dini yang memadai untuk menghadapi bencana.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
DERNA, KAMIS — Para korban selamat dari banjir bandang di Derna, Libya, Kamis (14/9/ 2023), terus mencari anggota keluarga atau kerabat mereka yang hilang. Organisasi Bulan Sabit Merah Libya menyebut, masih ada 10.000 orang hilang akibat banjir bandang di kota itu.
Badai yang bertiup dari Laut Tengah, Minggu (10/9) malam, menyapu dan memicu banjir di banyak kota pesisir di Libya timur. Namun, Derna paling parah terdampak. Jebolnya dua dam mengalirkan banjir bandang menyerupai tsunami ke permukiman warga, menghanyutkan bangunan-bangunan yang dihuni banyak keluarga.
Jumlah korban yang disampaikan pejabat bervariasi. Kesemuanya dalam angka ribuan. Wali Kota Derna Abdulmenam al-Ghaithi mengatakan, melihat kerusakan yang masif, korban tewas bisa mencapai 18.000-20.000. Otoritas di Libya timur, Rabu (13/9), menyebut sedikitnya 5.100 orang tewas.
Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)—badan PBB yang mengoordinasikan kerja sama dalam sains atmosfer, klimatologi, hidrologi, dan geofisika—Petteri Taalas menyatakan, jumlah korban semasif itu bisa dihindari andai Libya memiliki badan pemantau cuaca yang berfungsi secara layak dan bisa memberikan peringatan dini kepada warga.
Lebih dari satu dekade Libya terkoyak perang saudara akibat konflik politik berkepanjangan pasca-tergulingnya Moammar Khadafi tahun 2011. Libya terbelah menjadi dua pemerintahan: satu di barat (beribu kota di Tripoli) dan satunya lagi di timur (berpusat di Benghazi). Kota Derna berjarak sekitar 250 kilometer di timur Benghazi.
Tidak hanya mengakibatkan infrastruktur, termasuk dam, tak terpelihara, kondisi itu berandil pada lumpuhnya sistem dan jaringan peringatan dini untuk tanggap bencana.
Talaas mengatakan, andai sistem peringatan dini di Libya berfungsi secara memadai, ”pasukan manajemen tanggap darurat bakal mampu mengevakuasi warga, dan kita bisa menghindari jatuhnya sebagian besar korban”.
Tanggap bencana lumpuh
Dalam konferensi pers di Geneva, Swiss, markas WMO, Talaas mengatakan, kelemahan dalam memperkirakan cuaca serta lemahnya diseminasi informasi cuaca dan tindakan peringatan dini menjadi penyebab utama banyaknya jumlah korban jiwa di kota Derna.
Konflik internal dan krisis politik di Libya menyebabkan jaringan pemantau meteorologi dan sistem IT-nya hancur. ”Peristiwa banjir datang, sementara tidak ada evakuasi karena tidak ada sistem peringatan dini memadai,” ujar Talaas.
Pusat Meteorologi Nasional Libya (NMC) menyatakan telah mengeluarkan peringatan dini tentang akan datangnya cuaca ekstrem 72 jam sebelumnya. Mereka juga mengaku sudah memberi tahu badan-badan pemerintah lain melalui surat elektronik seraya mengimbau agar dilakukan langkah-langkah pencegahan dini.
Namun, menurut WMO, ”Tak jelas, apakah (sistem peringatan dini itu) disebarluaskan secara efektif atau tidak.” Dulu pernah ada kerja sama erat antara badan meteorologi dan manajemen bencana di Libya. Namun, saat ini kerja sama itu tak ada.
Disebutkan pula, sebelum badai Daniel menerjang tidak ada perintah evakuasi warga dan bahkan ada instruksi jam malam di kota-kota wilayah timur, termasuk Derna. Akibatnya, saat dua dam di Derna jebol, kebanyakan warga berada di rumah masing-masing.
Kantor regional WMO di Bahrain mengatakan, ”Masalahnya bukan pada soal ada atau tidaknya peringatan pada waktu yang tepat, tetapi karena tidak ada kapasitas dalam menangani situasi seperti itu”, terutama akibat jebolnya dua dam. ”Manajemen tanggap bencana sudah lumpuh di Libya,” sebut kantor WMO di Bahrain.
”(Banyaknya jumlah korban) memberi indikasi keterbatasan infrastruktur di Libya. Badai juga menghantam Yunani, seperti halnya Libya. Namun, kematian di Yunani enam orang, sementara di Libya 6.000 orang,” kata Salah Aboulgasem, Deputi Direktur Mitra Pengembangan pada organisasi Islamic Relief, kepada Al Jazeera.
Seperti film horor
Seperti dilaporkan Associated Press, banyak warga mengaku tidak tahu bahwa bahaya mengintai mereka hingga terdengar suara letusan dari arah dam yang jebol. Ibrahim Moussa, warga setempat, menuturkan, dam terdekat dari kota jebol, Senin dini hari. ”Yang mengalir turun adalah arus deras penuh puing yang membunuh siapa pun,” ujarnya.
Mohammed Derna (34), guru dan ayah dua anak, menuturkan, ia dan keluarganya serta tetangganya bergegas naik tangga ke bagian atap apartemen saat muncul banjir bandang. Ia melihat banyak orang, termasuk anak-anak dan perempuan, terbawa arus dan hanyut. ”Mereka teriak, ’Tolong, tolong’. (Pemandangannya) seperti film horor Hollywood,” ujarnya saat dihubungi via telepon dari rumah sakit lapangan.
”Jenazah tergeletak di mana-mana, di laut, di lembah-lembah, di bawah reruntuhan bangunan,” ujar Hichem Abu Chkiouat, Menteri Penerbangan Sipil pemerintahan timur seusai mengunjungi Derna, kepada kantor berita Reuters.
”Saya tidak melebih-lebihkan jika saya katakan bahwa 25 persen wilayah kota tersapu habis. Banyak sekali bangunan ambruk,” ujarnya.
Husam Abdelgawi (31), seorang akuntan di Derna, saudara laki-lakinya selamat dari empasan banjir bandang setelah sempat terbawa arus. ”Jenazah perempuan dan anak-anak terapung melewati kami,” kata Abdelgawi kepada BBC dalam wawancara melalui telepon dari kota Al-Qubbah.
”Mobil-mobil dan rumah-rumah terperangkap dalam arus. Sebagian jenazah terbawa arus masuk ke rumah kami,” lanjutnya.
Pada Kamis, tim-tim bantuan dan penyelamat dari Mesir, Tunisia, Uni Emirat Arab, Turki, dan Qatar mulai berdatangan di Derna. Turki mengirim kapal pengangkut perlengkapan untuk mendirikan rumah sakit lapangan.
Italia mengerahkan tiga pesawat berisi pasokan perlengkapan dan personel. Namun, dua kapal Angkatan Laut Italia yang dikirim kesulitan bongkar muatan karena Pelabuhan Derna hancur. (AP/AFP/REUTERS)