Demi UNESCO, Riyadh Terima Pejabat Israel
Sejumlah pejabat Israel mengikuti pertemuan sesi ke-45 Komite Warisan Dunia UNESCO di Arab Saudi. Sebelumnya, Riyadh telah menandatangani ”perjanjian negara tuan rumah”.
RIYADH, SENIN - Delegasi Israel yang terdiri atas sembilan pejabat, Senin (11/9/2023), berada di Arab Saudi untuk mengikuti pertemuan Komite Warisan Dunia Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Mereka ikut hadir sebagai pengamat. Delegasi Israel itu dipimpin Kepala Otoritas Purbakala Israel dan para diplomat.
Meski kunjungan delegasi Israel ini tidak dalam rangka kunjungan bilateral, kehadiran mereka di Arab Saudi menjadi pertanda Arab Saudi lebih ”membuka diri” kepada Israel. Pejabat Israel jarang muncul di depan umum di Arab Saudi dan ini pertama kalinya delegasi Pemerintah Israel ambil bagian dalam pertemuan UNESCO.
Baca juga: Pemerintah Arab Saudi-Israel Makin Dekat pada Normalisasi, Warga Keberatan
Dalam foto-foto yang diunggah kantor berita AFP terlihat tiga pejabat Israel sedang duduk di kursi perwakilan Israel pada pertemuan sesi ke-45 Komite Warisan Dunia UNESCO, Minggu, di Riyadh, Arab Saudi. Namun, tidak ada seorang pun yang bersedia memberikan komentar mengenai perwakilan Israel itu. Pemerintah Arab Saudi tidak menanggapi permintaan komentar. Begitu pula dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel dan UNESCO yang tidak mau berkomentar.
Ketiga pejabat Israel itu disebutkan duduk di posisi Wakil Direktur Jenderal Organisasi Internasional Kementerian Luar Negeri Israel, Duta Besar Israel untuk Organisasi Internasional di UNESCO, serta delegasi dari Kementerian Pendidikan Israel dan Ketua Otoritas Purbakala Israel.
Media Israel, Haaretz, menyebutkan, Arab Saudi berjanji mengizinkan delegasi Israel untuk memasuki negaranya hanya karena menjadi salah satu syarat agar Arab Saudi bisa menjadi tuan rumah pertemuan UNESCO itu. Harian daring Israel, Times of Israel, Minggu (10/9/2023), menyebutkan, Arab Saudi dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik meskipun Amerika Serikat kerap kali mendorong keduanya segera menormalisasi hubungan.
Baca juga: Isu Normalisasi Arab Saudi-Israel ala Biden, Siapa Mendapat Apa?
Pejabat Israel disebutkan jarang muncul di muka publik di Arab Saudi, tetapi kedua belah pihak sering berhubungan secara diam-diam. Langkah itu diambil, antara lain, karena alasan Iran. Di sisi lain, Amerika Serikat selama ini menekan sekutu tradisionalnya di kawasan, yaitu Riyadh, untuk segera menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel. Jika berhasil, hal itu akan menjadi kemenangan diplomatik terbesar AS di kawasan Timur Tengah.
Keberhasilan itu akan memperkuat kesuksesan normalisasi serupa antara Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko yang termeterai dalam Perjanjian Abraham. Hanya saja, Riyadh sejauh ini menolak tekanan AS dan mengaitkan langkah itu dengan pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari solusi dua negara untuk menjawab konflik Israel-Palestina.
Harian The Jerusalem Post, Minggu, menyebutkan, secara teknis kunjungan delegasi Israel itu tidak ada kaitan sama sekali dengan upaya normalisasi Arab Saudi dan Israel. Tidak disebutkan juga akan ada pertemuan antara delegasi Israel itu dan Pemerintah Arab Saudi.
Perjanjian dengan UNESCO
Arab Saudi, Juli lalu, disebutkan menandatangani ”perjanjian negara tuan rumah” dengan UNESCO yang mengizinkan negara-negara penanda tangan Konvensi Warisan Dunia—termasuk Israel—bebas memasuki Arab Saudi untuk ikut pertemuan UNESCO.
Baca juga: Amerika Serikat Cari Terobosan Normalisasi Hubungan Arab Saudi-Israel
Semula Arab Saudi dilaporkan menolak menandatangani perjanjian itu dan memprotes partisipasi Israel. Namun, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay bersikeras agar perwakilan Israel diberi izin masuk ke Arab Saudi.
Pada 2019, Israel mengumumkan keluar dari UNESCO setelah menuduh UNESCO bersikap bias terhadapnya dan mengabaikan hubungan historisnya dengan Tanah Suci. Meski demikian, situs-situs di Israel tetap terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia dan Israel masih mengirimkan perwakilannya ke Komite Warisan Dunia.
Times of Israel menyebutkan, kehadiran delegasi Israel ke pertemuan UNESCO itu diduga karena Riyadh mematuhi persyaratan UNESCO. Selain itu, Riyadh juga menunjukkan indikasi adanya kemajuan dalam pembicaraan kesepakatan AS-Arab Saudi-Israel yang dipelopori Presiden AS Joe Biden. Namun, dalam pertemuan UNESCO kali ini, Israel hanya hadir sebagai pengamat.
Penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan, meskipun ada kesepahaman mengenai banyak elemen penting untuk jalur normalisasi antara Israel dan Arab Saudi, tidak ada pengumuman mengenai terobosan yang diharapkan akan muncul dalam waktu dekat. Pada pertemuan ini, komite akan menentukan situs mana yang akan ditambahkan ke dalam Daftar Warisan Dunia dan mengawasi proses konservasinya. Azoulay menilai, kembalinya Israel ke pertemuan UNESCO penting.
Dinamika normalisasi
Pekan lalu, Israel dilaporkan membatalkan rencana mengirimkan dua menteri ke Arab Saudi untuk mengikuti pertemuan itu. Israel memutuskan tidak memaksakan permohonan visa untuk Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen dan Menteri Pendidikan Yoav Kisch setelah Arab Saudi menghambat pengajuan visa mereka.
Terkait hal itu, AS disebutkan meminta Israel tidak menempatkan Arab Saudi pada posisi yang tidak nyaman mengingat kesepakatan normalisasi yang jauh lebih signifikan sedang diupayakan.
Baca juga: Arab Saudi Minta Lampu Hijau Palestina untuk Normalisasi Hubungan dengan Israel
Untuk menggalang dukungan terhadap kesepakatan normalisasi itu di Kongres AS—khususnya Partai Demokrat—dan masyarakat pro-Palestina di Arab Saudi, Israel kemungkinan akan diminta menawarkan konsesi yang signifikan kepada Palestina yang akan memajukan solusi dua negara. Hal ini diduga akan sulit diterima oleh pemerintahan garis keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Di sisi lain, sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel, Arab Saudi meminta pakta pertahanan dengan AS. Sementara itu AS, pada gilirannya, dalam posisi membutuhkan Arab Saudi untuk membantu memulihkan hubungan ekonomi dan militernya dengan China dan Rusia.
(REUTERS/AFP/AP)