22 Tahun Tragedi 9/11, Warisan “Kehidupan yang Dicuri”
Bagi sebagian besar warga AS, tragedi itu seakan-akan baru saja terjadi kemarin. Meski demikian, kini semakin banyak warga AS yang tumbuh tanpa terhubung dengan 9/11.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
Pada Senin (11/9/2023) ini, Amerika Serikat memperingati 22 tahun tragedi 11 September atau 9/11. Kesedihan dan kemarahan masih menggelayuti bangsa Amerika atas tragedi tersebut. Selama lebih dari dua dekade, tidak ada lagi serangan teroris dengan skala seperti peristiwa 9/11, tetapi ancaman dirasakan tidak benar-benar hilang.
Bagi sebagian besar warga AS, tragedi itu seakan-akan baru saja terjadi kemarin. Meski demikian, kini semakin banyak warga AS yang tumbuh tanpa terhubung dengan 9/11. Saat serangan kelompok Al Qaeda ke menara kembar World Trade Center pada 11 September 2001 pagi itu, mereka masih sangat kecil atau bahkan belum dilahirkan.
Bertahun-tahun kemudian, 9/11 telah mengubah perilaku pemerintah dan warga AS dalam memandang keamanan, privasi, dan peran negara di ajang global. Bagi generasi berusia di bawah 30 tahun saat ini, mereka paham satu serangan itu turut membentuk konsepsi peran AS di dunia, termasuk perasaan rentan sebagai sebuah bangsa.
Mereka merasakan dampaknya, terlebih karena menyaksikan dua perang besar di Irak dan Afghanistan dalam kerangka perang melawan teror. Namun, sebagian juga merasakan ketidakjelasan atas situasi dunia yang mereka warisi sekarang, terlebih karena serangan itu sampai saat ini masih memengaruhi berbagai kebijakan AS di banyak sektor.
Ini setidaknya dirasakan Benjamin Oreskes, penulis di Los Angeles Times, dan teman-teman seusianya pada peringatan 20 tahun serangan 9/11. “Dua puluh tahun berlalu, saya tahu serangan 11 September membentuk saya secara mendalam dan saya masih mencoba mencernanya,” tulisnya.
Kendati dengan cara berbeda, menurut sejumlah studi dan jajak pendapat, warga AS sama-sama mengenang 9/11 sebagai luka bangsa. Mereka mewarisi “kehidupan berharga yang telah dicuri”, seperti diungkapkan Presiden AS Joe Biden dalam peringatan tahun lalu.
Identifikasi korban
Beberapa hari menjelang peringatan 22 tahun 9/11, otoritas New York mengumumkan kembali mengidentifikasi dua korban tewas. Hingga kini, dari total 2.753 orang yang tewas saat serangan, baru 1.649 orang yang diidentifikasi.
Meski sudah lebih dari dua dekade, upaya mengidentifikasi para korban 9/11 belum selesai. Masih ada lebih dari 1.000 korban belum diketahui siapa mereka. Saat menara selatan dan utara WTC roboh dan hancur dihantam pesawat, horor yang terjadi begitu ekstrem sehingga tidak ada jejak yang bisa diidentifikasi terhadap ratusan korban.
“Kami harap identifikasi baru ini membawa sedikit penghiburan bagi keluarga korban, juga upaya terus-menerus oleh Kantor Kepala Dokter Forensik untuk menyatukan semua korban (tragedi) WTC dengan keluarga mereka,” kata Wali Kota New York Eric Adams, dikutip CNN.
Identifikasi korban berjalan lambat. Terakhir korban diidentifikasi tahun 2021. Keberhasilan identifikasi kali ini berkat teknologi pengurutan generasi mutakhir yang lebih sensitif dan cepat dibandingkan teknik DNA konvensional. Metode ini telah diterapkan militer AS.
Dua korban terbaru merupakan seorang pria yang diidentifikasi menggunakan uji DNA dari sisa jasad yang ditemukan tahun 2001 dan seorang perempuan yang diidentifikasi dari sisa jenazah yang ditemukan tahun 2001, 2006, dan 2013. Identitas keduanya dirahasiakan atas permintaan keluarga.
11 September menjadi hari yang sakral dalam kalender AS. Tahun 2009, Kongres AS secara formal mengakui tanggal itu sebagai Hari Pengabdian dan Peringatan Nasional tahunan untuk menghormati para korban dan perespons pertama melalui karya-karya pelayanan. Sekitar 30 juta orang setiap tahun berpartisipasi dalam kegiatan karitas di seluruh pelosok negeri.