Negara Berkembang Bantu G20 Menembus ”Kebuntuan Ukraina”
Hingga beberapa jam sebelum KTT dimulai, berbagai pihak masih ragu deklarasi bisa disepakati. Sebab, ada hingga tujuh paragraf kosong dalam naskah deklarasi tersebut.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
NEW DELHI, SABTU – Konferensi Tingkat Tinggi G20 di New Delhi, India, akhirnya berhasil mencapai deklarasi para pemimpin. Ini berkat kerja sama erat tuan rumah dengan Indonesia, Brasil, dan Afrika Selatan dalam merumuskan tujuh poin terkait perang di Ukraina.
”Teman-teman, saya baru saja mendapat kabar baik. Karena kerja keras tim kita dan kerja sama Anda semua, konsensus pada Deklarasi Pemimpin G20 di New Delhi telah tercapai,” kata Perdana Menteri India Narendra Modi pada KTT G20 di New Delhi, Sabtu (9/9/2023).
Pengumuman itu mengakhiri spekulasi atas ada atau tidaknya dokumen akhir dari KTT. Hingga beberapa jam sebelum KTT dimulai, berbagai pihak masih ragu deklarasi bisa disepakati. Sebab, dari 14 paragraf, terdapat tujuh paragraf di antaranya terkait Ukraina yang masih kosong alias masih belum mencapai kesepakatan dalam naskah deklarasi.
Amerika Serikat dan sekutunya mau deklarasi itu secara spesifik mengecam Rusia atas serangannya ke Ukraina. Sementara India dilaporkan ingin mengakomodasi juga suara Rusia dan mitranya dalam deklarasi itu.
Akhirnya dicapai kesepakatan yang tertuang dalam paragraf delapan hingga 14 dari deklarasi itu. Tidak ada kecaman langsung kepada Rusia. Meski demikian, deklarasi menekankan penolakan pencaplokan wilayah negara lain dan ancaman penggunaan senjata nuklir.
Keseimbangan deklarasi itu juga tecermin pada paragraf 11. Deklarasi menyinggung Inisiatif Laut Hitam ataupun kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan Rusia. Inisiatif Laut Hitam lebih menekankan pada ekspor bahan pangan dari Ukraina. Sementara kesepakatan PBB menekankan pada ekspor pupuk dan pangan Rusia.
Sherpa G20 dari India mengatakan bahwa negara tuan rumah bekerja ”sangat erat” dengan Brasil, Afrika Selatan, dan Indonesia untuk mencapai konsensus mengenai bahasa perang di Ukraina dalam deklarasi tersebut.
Total ada 10 isu pokok dibahas dalam Deklarasi New Delhi. Pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan, percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, pembangunan ramah lingkungan, lembaga multilateral di abad ke-21, transformasi teknologi dan infrastruktur digital, perpajakan internasional, kesetaraan jender, dan keuangan.
Deklarasi juga membahas soal terorisme dan pencucian uang serta dunia yang inklusif. Selanjutnya, isu-isu pokok itu diturunkan lagi menjadi beberapa bahasan, mulai dari kripto, kecerdasan buatan, hingga utang. Ada pula bahasan soal toleransi beragama.
Isu utang juga menjadi ganjalan pada KTT G20 di New Delhi. AS dan sekutunya menuding China tidak mau merestrukturisasi utang negara- negara miskin. China membalasnya dengan menunjukkan fakta, porsi terbesar utang negara miskin justru dipegang lembaga keuangan Barat. Beijing menuding Barat memaksa China menghapus utang agar negara miskin bisa membayar utang kepada Barat.
KTT G20 di India juga resmi menambah anggota organisasi itu. Persatuan Afrika diterima menjadi anggota penuh G20. Dengan demikian, kini ada dua organisasi kawasan menjadi anggota G20. Sebelumnya, ada Uni Eropa yang lebih dulu menjadi anggota G20.
Dalam KTT, Presiden RI Joko Widodo kembali mengkritik Barat. ”Komitmen pendanaan negara maju masih sebatas retorika dan di atas kertas, baik itu pendanaan climate 100 miliar dollar AS per tahun maupun fasilitas pendanaan loss dan damage,” tuturnya.
Negara-negara berkembang membutuhkan bantuan dalam bidang teknologi dan investasi hijau untuk mempercepat penurunan emisi di dunia. ”Kami negara berkembang sangat ingin mempercepat penurunan emisi, tetapi kami butuh dukungan untuk alih teknologi dan untuk investasi hijau,” kata Presiden.
Pendanaan dalam percepatan penurunan emisi dinilai penting. Kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta harus dilanjutkan karena dinilai dapat menjadi pembawa perubahan yang besar untuk menurunkan emisi. “Tahun lalu di Bali, Indonesia telah menginisiasi G20 Bali Global Blended Finance Alliance, skema Just Energy Transition Partnership (JETP) ini harus diperluas dan diperbesar,” ungkap Presiden.
Restriksi Ekspor Pangan dan Bahan Baku Kritis G20 Marak Bagi Indonesia, dibutuhkan standar global seperti dalam hal pengelompokan kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah praktik greenwashing. “Dibutuhkan standar global, seperti taksonomi untuk mencegah praktik greenwashing dan reformasi Bank Pembangunan Multilateral (MDB) harus merefleksikan representasi negara-negara anggotanya,” ujarnya.
Bukan hanya kritik, Indonesia juga menunjukkan kontribusinya “Indonesia di tahun 2022, telah turunkan emisi 91,5 juta ton. Laju deforestasi ditekan hingga 104 ribu hektare. Hutan dan lahan direhabilitasi seluas 77 ribu hektare dan mangrove direstorasi seluas 34 ribu hektare,” ujarnya. (AFP/REUTERS)