Salam Persatuan dan Perdamaian Paus Fransiskus untuk China
Paus Fransiskus melawat ke Mongolia empat hari untuk menyapa umat Katolik dan lintasagama, menyerukan salam dan doa persatuan dan perdamaian.
Salam dan doa “persatuan dan perdamaian” terkirim untuk Presiden China Xi Jinping dari Paus Fransiskus melalui telegram sebelum pesawatnya mendarat di Bandara Ulaanbaatar, Mongolia, Jumat (1/9/2023). “Saya menyampaikan salam harapan baik kepada Yang Mulia dan Rakyat China. Doa saya untuk kesejahteraan bangsa, saya berdoa untuk semua berkah Ilahi untuk Anda berupa persatuan dan perdamaian,” tulis Paus Fransiskus (86).
Ini protokol standar dari Vatikan bagi Paus untuk mengirimkan salam seperti itu setiap kali melawat ke luar negeri. Paus Fransiskus yang kondisi kesehatan melemah dalam beberapa tahun terakhir ini tiba dengan pesawat sewaan Italia, ITA Airways, bersama dengan rombongan besar termasuk wartawan.
Baca juga: Paus Fransiskus Serukan Agama Cegah Peperangan
Sambil duduk di kursi roda karena sakit di bagian lutut, Paus Fransiskus didorong asistennya melewati barisan pengawal Mongolia yang berseragam biru dan merah berornamen serta memegang senapan. Paus Fransiskus yang didampingi Menteri Luar Negeri Mongolia Battestseg Batmunkh itu, sebagai bagian dari upacara penyambutan, lalu ditawari yoghurt kering oleh perempuan berpakaian tradisional sebagai tanda sambutan. Selanjutnya, Paus meninggalkan bandara.
Berbicara kepada wartawan dalam perjalanan ke Mongolia, Kamis malam, Paus Fransiskus mengutarakan keinginannya untuk berkunjung ke negara yang hanya memiliki sedikit penduduk tetapi kental budayanya, seperti Mongolia. Tidak ada komentar dari China mengenai lawatan Paus Fransiskus ini.
Paus asal Argentina ini sudah lama memprioritaskan kunjungan ke komunitas-komunitas Katolik di daerah-daerah pinggiran dan menjauhi pusat-pusat Katolik global untuk melayani di gereja-gereja kecil di mana umat Katolik seringkali menjadi kelompok minoritas. Dia telah mengangkat para kardinal dari para pemimpin mereka untuk menunjukkan jangkauan universal dari Gereja Katolik yang beranggotakan 1,3 miliar orang, termasuk kepala gereja Mongolia, Kardinal Giorgio Marengo.
Rencananya, Paus Fransiskus akan bertemu dengan Presiden Mongolia, Ukhnaa Khurelsukh, dan Perdana Menteri Luvsannamsrai Oyun-Erdene. Paus kemudian sedianya akan berpidato di depan para pejabat pemerintah, tokoh dan pemimpin budaya, serta pelaku bisnis Mongolia.
Agenda berikutnya adalah menghadiri pertemuan di Katedral Santo Petrus dan Paulus dengan para uskup, pastor, dan biarawati yang merupakan tulang punggung komunitas kecil Katolik di Mongolia yang berjumlah 1.450 orang. Ada 25 imam dan 33 biarawati yang ikut hadir, termasuk dua fi antaranya dua warga Mongolia.
Baca juga: Paus Fransiskus Menekankan Pentingnya Persaudaraan Antar-agama
Pada Minggu (3/9/2023), Paus Fransiskus akan berpidato di pertemuan antaragama. Rektor Gereja Ortodoks Rusia Ulan Bator diharapkan hadir bersama delegasi.
Setelah itu, Paus akan memimpin misa di dalam arena hoki es yang baru selesai dibangun. Para peziarah dari negara-negara terdekat kemungkinan akan ikut hadir mengikuti misa, termasuk dari Rusia, China, Korea Selatan, Thailand, Vietnam, Kazakhstan, Kirgistan, dan Azerbaijan.
Meski agama Kristen telah hadir di Mongolia selama ratusan tahun, Gereja Katolik baru hadir pada 1992, setelah Mongolia mengabaikan pemerintahan komunis sekutu Soviet dan mengabadikan kebebasan beragama dalam konstitusinya. Sejak saat itu, Tahta Suci dan Mongolia telah menjalin hubungan diplomatik dan sejumlah ordo keagamaan misionaris termasuk Misionaris Cinta Kasih Bunda Teresa telah membina komunitas kecil di sana selama 30 tahun terakhir.
Empat biarawati Misionaris Cinta Kasih, yakni Jeanne Francoise dari Rwanda, Chanmi dari Korea Selatan, Viera dari Slovakia, dan Suder dari India, menjalankan panti jompo di Ulan Bator dengan kapasitas 30 tempat tidur. Mereka memberikan perawatan bagi para lansia dengan disabilitas mental atau fisik, tunawisma, tidak memiliki dokumen, atau diasingkan oleh keluarga mereka.
“Saya ingin orang-orang mengetahui bahwa agama Katolik, Gereja Katolik, dan penganut Katolik juga ada di Mongolia,” kata Pendeta Sanjaajav Tserenkhand, pendeta Mongolia. Dia berharap kunjungan Paus Fransiskus juga akan menunjukkan kepada masyarakat Mongolia bahwa agama Kristen bukanlah agama asing tetapi juga berakar di Mongolia.
Baca juga: Paus Jalankan Misi Rahasia untuk Perdamaian Ukraina
Selain hubungan diplomatik dengan Mongolia, Tahta Suci juga memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Taiwan. Sementara lembaga keagamaannya, terbagi menjadi dua, yakni "gereja resmi" yang didukung negara dan kelompok bawah tanah yang setia pada Paus.
Hubungan antara kepemimpinan Partai Komunis China dan Vatikan tegang selama beberapa dekade. Lawatan Paus Fransiskus ke Mongolia ini baru pertama kali dan terjadi pada saat hubungan Vatikan dengan Rusia dan China, dua tetangga kuat Mongolia, kembali tegang.
Ini menjadi kunjungan Paus Fransiskus yang kedua ke wilayah ini dalam setahun setelah perjalanan September lalu ke Kazakhstan. Dalam satu dekade kepemimpinannya sebagai pemimpin Gereja Katolik, ini perjalanan Paus Fransiskus yang ke-43. Lawatan ini dinilai penting untuk menjaga pintu tetap terbuka bagi peningkatan hubungan antara Vatikan dengan China dan Rusia yang belum mengundang Paus.
“Ini jelas upaya Takhta Suci untuk menjaga Asia Tengah dan tidak menyerahkannya kepada Rusia atau China. Ini adalah cara untuk tidak menyerah,” kata Michel Chambon, peneliti di Institut Penelitian Asia Singapura.
Kebebasan beragama
Fokus utama lain dari kunjungan empat hari Paus Fransiskus ini adalah untuk menyoroti tradisi panjang hidup berdampingan antaragama di Mongolia. Kekaisaran Mongol di bawah pendirinya yang terkenal, Jenghis Khan, dikenal menoleransi orang-orang dari agama berbeda di antara mereka yang ditaklukkan dan Paus Fransiskus kemungkinan akan menekankan tradisi itu ketika memimpin pertemuan antaragama.
Pada pertemuan antaragama, diundang umat Buddha Mongolia, yang merupakan mayoritas di negara berpenduduk 3,3 juta jiwa itu. Diundang pula perwakilan Yahudi, Muslim, dan Shinto serta anggota gereja-gereja Kristen yang telah hadir di Mongolia dalam 30 tahun terakhir, termasuk Gereja Ortodoks Rusia.
Dalam pertemuan itu, Paus Fransiskus bisa saja sekali lagi menyampaikan salam kepada patriarkat Moskwa yang sangat mendukung perang Rusia di Ukraina. Paus Fransiskus telah berusaha mengendalikan ketegangan diplomatik dengan tidak memusuhi Moskwa, sesuai dengan tradisi netralitas diplomatik Vatikan dalam konflik.
Baca juga: Vatikan, Tarikan antara yang Riil dan Prinsip
Beberapa hari sebelum kunjungannya, Paus Fransiskus memicu kemarahan di Ukraina atas pujiannya terhadap masa lalu kekaisaran Rusia, komentar yang menurut Vatikan sama sekali tidak mendukung perang agresi Moskwa saat ini di Ukraina. Meski Vatikan bersikeras Paus Fransiskus akan pergi ke Mongolia – bukan China atau Rusia – pertanyaan mengenai China akan selalu ada.
Selain itu, penolakan China terhadap Dalai Lama mungkin juga akan mengemuka karena agama Buddha Mongolia terkait erat dengan aliran Buddha di Tibet dan secara tradisional menghormati Dalai Lama. Paus Fransiskus sudah biasa bertemu dengan para pemimpin agama dari seluruh dunia. Namun sejauh ini, dia menahan diri untuk tidak bertemu dengan pemimpin Budha Tibet yang diasingkan itu karena tidak ingin menimbulkan kebencian di Beijing. China telah menuntut agar Katolik dan semua agama lain mematuhi arahan Partai Komunis China dan menjalani “Sinicisasi.”
Di wilayah Xinjiang, hal ini telah menyebabkan pembongkaran sejumlah masjid. Namun dalam sebagian besar kasus, hal ini berarti pemindahan kubah, menara, dan salib luar dari gereja. Pada saat yang sama, Xi tidak menunjukkan keinginan untuk berdamai dengan Vatikan dibandingkan para pendahulunya. Vatikan dan Tiongkok menandatangani perjanjian pada 2018 mengenai masalah pencalonan uskup. Namun Beijing telah melanggarnya.
Baca juga: Diplomasi Vatikan dalam Perang Rusia-Ukraina: Merangkul, Bukan Memukul
Baru-baru ini Paus Fransiskus terpaksa menerima penunjukan sepihak uskup baru Shanghai yang pendahulunya menghilang ke dalam biara segera setelah mengumumkan pengunduran dirinya dari Asosiasi Katolik Patriotik yang dikendalikan partai. Meskipun demikian, Uskup Hong Kong yang baru diangkat, Stephen Sau-yan Chow, mengunjungi Beijing pada April. Ini kunjungan pertama uskup Hong Kong ke Beijing dalam hampir tiga dekade.
Chow yang akan diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada September, mengatakan mengundang Uskup Agung Beijing Joseph Li yang ditunjuk negara untuk mengunjungi Hong Kong sebagai isyarat simbolis yang menurut para ahli dapat memperkuat hubungan antara China dan Vatikan.
Setelah menjadi bagian dari kekaisaran Jenghis Khan, Mongolia bergantung pada Rusia untuk impor energi dan China untuk ekspor bahan mentah, terutama batu bara. Meski bersikap netral dengan negara-negara tetangganya yang kuat, Mongolia juga menerapkan kebijakan “tetangga ketiga”, memperkuat hubungan dengan negara-negara lain termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, demi keseimbangan.
Hal ini menjadikan Mongolia berpotensi membantu hubungan Vatikan dengan Beijing dan Moskwa. Paus Fransiskus juga diperkirakan akan kembali menyerukan perlunya memberikan perhatian pada isu lingkungan, dampak perubahan iklim terhadap ekosistem Mongolia.
Baca juga: Paus Fransiskus Serukan Solusi Konkret Respons Perubahan Iklim
Selain pertambangan dan penggembalaan ternak yang berlebihan, kenaikan suhu dan dampaknya juga memicu penggurunan di sebagian besar wilayah Mongolia. Suhu dingin yang parah, banjir, dan kekeringan telah mematikan ternak di padang rumput yang luas. Situasi ini memaksa para pengembara yang merupakan sepertiga dari populasi untuk bermigrasi ke Ulan Bator, yang sekarang dikelilingi kota-kota kumuh yang dihuni para penggembala yang kehilangan tempat tinggal. (REUTERS/AFP/AP)