Setelah 15 Tahun Hidup di Pengasingan, Thaksin Pulang Kampung
Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra akhirnya pulang kampung dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara. Kepulangan Thaksin berbarengan dengan hari pemungutan suara calon PM Pheu Thai di parlemen.
BANGKOK, SELASA — Setelah 15 tahun mengasingkan diri, mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra pulang kampung. Thaksin akhirnya bisa kembali berkumpul dengan keluarganya, termasuk putrinya, Paethongtarn Shinawatra, yang juga kandidat perdana menteri dari Partai Pheu Thai itu, di Thailand.
Setelah digulingkan dalam kudeta militer 2006, Thaksin melarikan diri ke pengasingan dan dia divonis bersalah secara in-absentia dalam beberapa kasus kriminal yang diduga bermotif politik. Thaksin bisa menghadapi hukuman penjara, kecuali mendapatkan pengampunan dari Raja Thailand Maha Vajiralongkorn.
Baca juga: Jalan Terjal Kepulangan Thaksin Shinawatra
Thaksin (74) terbang dari Singapura menggunakan pesawat jet pribadinya dan mendarat di Bandara Internasional Don Mueang, Thailand, Selasa (22/8/2023) pagi. Dari rekaman video yang disiarkan langsung media Thailand, terlihat Thaksin keluar dari jet pribadinya bersama ketiga anaknya, termasuk Paethongtarn, dan cucu-cucunya.
Thaksin kemudian meletakkan karangan bunga dan bersujud di hadapan potret raja dan ratu Thailand di gerbang terminal kedatangan. Dia menyapa sejumlah pendukungnya yang sudah menunggu di depan terminal. Hanya lambaian tangan, senyuman, dan tanpa kata-kata.
Dari bandara, rombongan Thaksin langsung menuju ke kantor Mahkamah Agung Thailand. ”Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra selamat dan sudah memasuki proses hukum setelah pulang dari pengasingan selama 17 tahun,” tulis Paethongtarn (37) di akun media sosial Facebook. Dia juga mengunggah foto Thaksin bersama keluarganya.
Dari pernyataan tertulis yang dikeluarkan Mahkamah Agung disebutkan Thaksin akan menjalani hukuman total delapan tahun penjara. Hukuman penjara itu mencakup tiga kasus berbeda.
Pertama, kasus penyalahgunaan kekuasaan dan penyimpangan. Kedua, perintah ilegal terhadap bank milik negara untuk mengeluarkan pinjaman luar negeri. Ketiga, kepemilikan saham secara ilegal.
Kurang dari seminggu sebelum pemilu Thailand, Mei lalu, Thaksin mengutarakan keinginannya untuk pulang ke Thailand sebelum ulang tahunnya yang jatuh pada Juli. Namun, rencananya berulangkali tertunda karena ketidakpastian situasi Thailand pascapemilu dan kondisi kesehatannya.
Baca juga: Thailand, Antara Politik Dinasti dan Bayang-bayang Kudeta Militer
Thaksin menegaskan keputusannya untuk kembali tidak ada hubungannya dengan kemungkinan pemungutan suara di parlemen soal calon perdana menteri dari Partai Pheu Thai. Namun, banyak yang meyakini itu ada kaitannya.
Partai Pheu Thai yang berada di urutan kedua dalam pemilu mengambil alih kepemimpinan dalam pembentukan pemerintahan baru. Ini terjadi setelah pemenang pemilu, Partai Bergerak Maju, yang progresif berulang kali ditolak oleh para senator konservatif yang ditunjuk oleh junta militer.
Koalisi yang dipimpin Pheu Thai memegang 314 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 500 orang. Koalisi itu masih membutuhkan dukungan dari Senat demi mencapai mayoritas dalam pemungutan suara gabungan parlemen.
Bertentangan
Kedua majelis parlemen memberikan suara bersama untuk perdana menteri di bawah konstitusi yang diterapkan militer. Konstitusi tersebut dibuat sedemikian rupa untuk melindungi pemerintahan konservatif yang didukung militer.
Senator, seperti halnya tentara, menganggap diri mereka sebagai penjaga nilai-nilai royalis konservatif tradisional. Ini bertentangan dengan agenda reformasi Partai Bergerak Maju yang menarik dukungan banyak warga Thailand, terutama pemilih muda yang kecewa dengan pemerintahan yang didukung militer selama hampir satu dekade terakhir.
Setelah lebih dari tiga bulan tanpa pemerintahan baru, parlemen berencana melakukan pemungutan suara pada Selasa sore untuk calon perdana menteri dari Pheu Thai, yakni Srettha Thavisin.
Baca juga: Duet Monarki-Militer Hadang Arus Perubahan di Thailand
Pengajuan mantan pengusaha pengembang properti sebagai kandidat itu dilakukan setelah pembentukan koalisi 11 partai, termasuk dua partai yang bersekutu dengan mantan musuh militernya. Pemungutan suara ini dilakukan tepat di hari kepulangan Thaksin.
Partai Pheu Thai menerima banyak kritikan dari para pendukungnya karena mengingkari janji kampanye pemilu untuk tidak bergandengan tangan dengan partai-partai promiliter. Namun, para petinggi Pheu Thai berdalih keputusan itu harus diambil untuk memecahkan kebuntuan politik dan mengupayakan rekonsiliasi setelah puluhan tahun terjadi perpecahan politik yang mendalam.
”Meski ada partai-partai dari pemerintahan yang akan keluar dari koalisi, semua partai akan bekerja sama dengan Pheu Thai secara efisien dan melayani kepentingan rakyat. Partai kolisi akan menggunakan kesempatan ini sebagai awal untuk membangun harmoni dan rekonsiliasi rakyat di negeri ini dan akan bekerja sama mensejahterakan rakyat,” kata Ketua Pheu Thai, Chonlanan Srikaew, Senin.
Thaksin mempromosikan kebijakan populis dan menggunakan kekayaan perusahaan telekomunikasinya untuk membangun Partai Thai Rak Thai (Orang Thailand Chinta Orang Thailand) miliknya sendiri pada 1998. Ia terpilih menjadi perdana menteri pada 2001 dan terpilih kembali pada 2005.
Tak sampai setahun menjabat, Thaksin digulingkan dalam kudeta militer. Ia lantas melarikan diri ke pengasingan. Kudeta militer itu memicu pergolakan dan perpecahan politik selama bertahun-tahun.
Masyarakat terbelah menjadi dua kubu besar yang saling berhadapan. Pada satu sisi adalah kelompok mayoritas miskin di pedesaan yang mendukung Thaksin. Pada sisi lain, kalangan royalis, militer, serta para pendukung kerajaan dan militer yang berada di perkotaan.
Baca juga: Napas Panjang Perjuangan Demokrasi
Thaksin pernah pulang sebentar ke Thailand pada 2008 untuk menghadapi persidangan sebelum meninggalkan Thailand. Dia menghindar untuk pulang karena khawatir tidak akan mendapat perlakuan adil oleh pemerintah yang didukung militer dan kelompok-kelompok yang sejak lama memusuhinya.
Meski di pengasingan, Thaksin tetap aktif dalam politik Thailand. Ia sering melakukan pertemuan lewat konferensi video dengan partai-partai politik yang didukungnya.
”Rencana Thaksin untuk kembali ke Thailand ditunda setelah hasil pemilu diumumkan. Di satu sisi, ini menyiratkan hubungan yang kuat antara pemilu, pembentukan koalisi, dan pemilihan perdana menteri. Di sisi lain ini agenda pribadi Thaksin,” kata peneliti ilmu politik dan rekan tamu di Institut ISEAS-Yusof Ishak Singapura, Napon Jatusripitak.
Ancaman hukuman
Jatusripitak berpendapat, Thaksin yang lahir 26 Juli 1949 itu berhasil membuat dirinya kembali relevan dalam pemilu ini. Ini misalnya tecermin pada arah koalisi pimpinan Partai Pheu Thai yang akan sangat bergantung pada aspirasi Thaksin.
Dengan dakwaan terhadapnya, Thaksin akan bisa menghadapi lebih dari 10 tahun penjara. Namun Wakil Perdana Menteri Wissanu Krea-ngam sebelumnya mengatakan, Thaksin memenuhi syarat untuk meminta pengampunan dan dapat menerima perlakuan khusus karena faktor usia.”
Keputusan Thaksin untuk kembali sekarang menunjukkan bahwa Thaksin sudah mendapatkan jaminan bahwa dirinya tidak harus menjalani hukuman penjara secara penuh,” kata Jatusripitak.
Baca juga: Cerita Berulang dalam Politik Thailand
Thaksin yang berasal dari salah satu keluarga etnis China paling terkemuka di Chiang Mai, Thailand, itu pernah menjabat sebagai polisi sebelum mengumpulkan kekayaan dengan mendirikan serangkaian perusahaan jaringan data dan telepon seluler yang kemudian menjadi raksasa telekomunikasi, Shin Corp. Setelah itu, dia lalu terjun ke politik dan menjadi PM yang dicintai rakyat di pedesaan.
Ketika perekonomian Thailand terpuruk akibat krisis keuangan Asia, Thaksin berjanji akan menggunakan kecerdasan bisnisnya untuk membangun kembali dan mengangkat penduduk pedesaan yang miskin keluar dari kemiskinan dengan ”Thaksinomics” miliknya.
”Perang terhadap narkoba” yang dilancarkannya menuai kecaman dari dunia internasional. Menurut lembaga Human Rights Watch, kebijakan itu mengakibatkan sekitar 2.800 pembunuhan di luar proses hukum.
Dari tempat pengasingannya di Dubai, Thaksin yang sudah bercerai secara rutin menggunakan platform media sosial Clubhouse dengan nama "Tony Woodsome" untuk berbicara kepada para pendukungnya di Thailand. Selama setahun terakhir, dia mendukung Paetongtarn ketika mengambil alih jabatan Pheu Thai dan memimpin kampanye pemilu partai itu.
Meski dikecam dunia karena persoalan itu, Thaksin terpilih lagi pada 2005. Ini berkat rakyat di pedesaan yang berterima kasih atas suntikan uang tunai dan keringanan utang yang diberikan Thaksin.
Namun, pada tahun berikutnya, Thaksin dirundung tuduhan korupsi dan terperosok dalam kontroversi penjualan saham Shin Corp yang bebas pajak. Protes massal selama berbulan-bulan memuncak dengan pembatalan hasil pemilu.
Baca juga: Napas Panjang Partai Anak Muda Thailand
Pada September 2006, tank tentara meluncur ke ibu kota Bangkok dan menggulingkan pemerintahan Thaksin pada saat dia berada di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat.
Meski asetnya di Thailand sudah dibekukan pada 2007, Thaksin tetap bisa membeli klub sepak bola Manchester City. Ia kemudian menjualnya untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
Partai baru
Partai Thai Rak Thai dibubarkan atas perintah pengadilan setelah kudeta 2006. Namun, kader-kadernya membentuk Partai Pheu Thai yang membawa saudara perempuan Thaksin, Yingluck, berkuasa pada 2011. Thaksin dipandang banyak orang sebagai penguasa sejati Pheu Thai.
Thaksin dikabarkan sangat dekat dengan Paetongtarn dan berkali-kali mengatakan motivasinya kembali ke Thailand adalah untuk menghabiskan waktu bersama cucu-cucunya. Untuk itu, dia diduga bersedia melakukan apa saja asalkan bisa pulang kampung.
Alasan itu yang diduga banyak orang yang membuat Partai Pheu Thai akhirnya mau bekerja sama dengan partai-partai pendukung militer meski itu membuat marah para pendukungnya.
”Ini pengkhianatan bagi kelompok Kaus Merah yang telah berjuang melawan kekuasaan,” kata Jatuporn Prompan, mantan pemimpin gerakan protes ”Kaus Merah” pro-Thaksin. (REUTERS/AFP/AP)