Palestina Ingatkan AS-Arab Saudi agar Tidak Tinggalkan Rakyat Palestina
Pertemuan Palestina, Mesir, dan Jordania di Mesir mengonsolidasikan keinginan rakyat Palestina agar dunia internasional memenuhi hak-haknya. Tidak boleh ada konsesi strategis tanpa keterlibatan Palestina.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
KAIRO, SENIN — Mesir menjadi tuan rumah pertemuan tiga negara, yaitu Palestina, Mesir, dan Jordania. Digelar di Kota El Alamein, pertemuan akan membicarakan koordinasi tiga negara soal perdamaian Palestina yang belakangan menjadi alat bagi rencana normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel.
Mengutip laporan media Asharq Al Awsat, dalam pernyataan yang dikeluarkan Kedutaan Besar Palestina di Kairo, Minggu (13/8/2023), Presiden Mahmoud Abbas tiba di Mesir di hari yang sama. Kehadirannya di El Alamein atas undangan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi. Raja Abdullah dari Jordania juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Duta Besar Palestina untuk Mesir Dial al-Louh mengatakan, ketiga kepala negara akan membahas tantangan yang sejak lama dihadapi rakyat Palestina, yakni mendapatkan hak individu dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Aspirasi lain yang dibahas adalah soal mendirikan negara merdeka, berdaulat, di tanah negara Palestina yang diduduki sejak 1967 dengan Jerusalem sebagai ibu kotanya.
Mesir atau Jordania seringkali menjadi tuan rumah pertemuan-pertemuan sejenis untuk mendiskusikan persoalan Palestina. Akhir Juli kemarin, Kota El Alamein juga baru saja menjadi tuan rumah pertemuan faksi-faksi yang bertikai di Palestina. Sebagai langkah awal, pertemua menyepakati membentuk komite rekonsiliasi berbagai faksi di Palestina.
Januari tahun ini, ibu kota Mesir, Kairo, menjadi tuan rumah pertemuan Raja Abdullah, Abbas, dan El-Sisi. Dalam pertemuan itu, pemimpin tiga negara menekankan masyarakat internasional perlu melindungi hak-hak rakyat Palestina.
Mereka juga mendesak dunia internasioal untuk menekan Israel yang mencaplok lahan, tempat tinggal warga Palestina. Apalagi, hak itu dilakukan dengan kekerasan bersenjata serta pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan, pertemuan itu utamanya adalah untuk membahas desakan Washington untuk menormalisasi hubungan Arab Saudi-Israel. Bagi Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Partai Demokrat, kesepakatan itu penting bagi mereka jelang pemilihan presiden yang akan berlangsung tahun depan.
Sumber Haaretz di Pemerintah Palestina mengatakan, bersama Jordania dan Mesir, Abbas mengoordinasikan pesan untuk disampaikan kepada Riyadh dan Washington agar setiap kemajuan proses normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi mencakup langkah-langkah yang melibatkan Palestina.
Pada saat yang sama, para pihak (Israel, Arab Saudi, dan AS) harus menghindari memberikan konsensi strategis pada Israel dan Netanyahu yang tidak memberikan manfaat bagi rakyat Palestina atau bahkan meminggirkan mereka.
Sumber tersebut juga mengatakan bahwa dalam forum tripartit itu akan ada perwakilan Pemerintah Arab Saudi. Perwakilan itu akan mengirimkan hasil pertemuan langsung ke tangan Pangeran Mohammed bin Salman, penguasa de facto Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Sumber Haaretz tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsesi strategis yang didapat Arab Saudi dari Israel jika normalisasi itu terjadi. Akan tetapi, sejumlah analis menyebut bahwa selain penyelesaian masalah Palestina, Arab Saudi juga menginginkan tiga hal jika Israel ingin menormalisasi hubungannya dengan negara kaya minyak itu.
Pertama, program nuklir damai. Kedua, akses ke teknologi persenjataan AS. Ketiga, payung perlindungan dari ”Negeri Paman Sam” kepada Arab Saudi sebagaimana AS menjadi pelindung negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kabar mengenai konsesi strategis bagi Arab Saudi dari Israel, terutama soal program nuklir damai, telah menjadi konsumsi politisi di Knesset. Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, dikutip dari laman Times of Israel, menolak rencana normalisasi apabila mereka menyetujui program nuklir damai. ”Hal itu akan membahayakn keamanan Israel,” katanya.
Lebih jauh dia menilai, program nuklir damai itu nantinya akan menambah tekanan bagi Israel apabila berhadapan dengan Iran. Bahkan, dia memandang, lebih jauh program nuklir damai itu akan menjurus pada perlombaan kepemilikan senjata nuklir di kawasan.
Mantan penasihat keamanan nasional Israel, Eyal Hulata, bersikap senada dengan Lapid. Dia menyatakan, bila program nuklir damai itu melibatkan program pengayaan uranium, sebaiknya hal itu dihindari atau bahkan ditolak. ”Memberikan legitimasi bagi program pengayaan uranium di Timur Tengah akan membahayakan Israel,” katanya.
Menanggapi sikap Lapid, Partai Likud yang dipimpin Netanyahu mengatakan, ”Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membawa empat perjanjian perdamaian bersejarah yang memperkuat keamanan dan kedudukan negara Israel. Dan, itulah yang akan terus dia lakukan.”
Di dalam pernyataan yang sama, Likud mengkritik kebijakan Lapid saat berkuasa yang memberikan suplai gas bagi Kelompok Hezbollah di Lebanon secara gratis. ”Akan lebih baik bagi Lapid, yang memberikan cadangan gas Israel kepada Hezbollah secara gratis, untuk tidak berkotbah kepada Perdana Menteri Netanyahu,” bunyi pernyataan Likud.