Semakin banyak warga Inggris hidup sendiri dan merasa kesepian. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk membantu, tetapi rasa sepi masih saja mendera. Isu ini sangat pribadi.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
Sekitar 8,3 juta orang di Inggris hidup sendiri pada tahun 2022. Jumlah ini meningkat 16 persen dalam 20 tahun terakhir. Kesendirian ini membuat rasa kesepian kian parah. Biasanya, berbelanja menjadi salah satu cara untuk menghilangkan rasa kesepian—untuk sementara—tetapi kini agak sulit karena banyak orang Inggris yang tidak punya banyak uang untuk dibelanjakan. Bersosialisasi secara daring juga ternyata tidak ampuh mengusir rasa kesepian.
Untuk mengatasi rasa kesepian rakyatnya, lima tahun lalu Pemerintah Inggris meluncurkan strategi kebijakan khusus melawan kesepian. Majalah the Economist, Kamis (10/8/2023), menyebutkan upaya melawan kesepian ini salah satu tantangan kesehatan masyarakat terpenting dan tergenting pada abad ini. Kantor Statistik Nasional Inggris mencoba membuat alat ukur untuk menguji ”tren” kesepian ini. Pemerintah menyediakan dana untuk penelitiannya.
Para dokter juga diminta memberikan ”resep sosial” dengan meminta pasien untuk sering datang ke acara-acara sosial ketimbang ke apotek. Bahkan, pemerintah menunjuk Stuart Andrew sebagai menteri urusan kesepian.
Andrew adalah anggota parlemen Konservatif untuk Pudsey dan telah menjadi anggota parlemen terus-menerus sejak 6 Mei 2010. Saat ini dia memegang jabatan pemerintah di Wakil Menteri Luar Negeri Parlemen (Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga) serta Wakil Menteri Luar Negeri Parlemen Negara Bagian (Departemen Bisnis dan Perdagangan) (Menteri Kesetaraan).
Perasaan kesepian sulit untuk dijabarkan. Namun, menurut Pemerintah Inggris, kesepian itu perasaan subyektif yang tidak diinginkan karena ada rasa kekurangan atau kehilangan persahabatan. Seperti emosi-emosi yang lain, rasa kesepian juga susah diukur. Begitu juga dengan keberhasilan intervensi yang dirancang untuk mengatasi kesepian.
Badan amal Kampanye untuk Mengakhiri Kesepian mengatakan, 7 persen orang dewasa di Inggris melaporkan sering atau selalu merasa kesepian. Mereka yang berusia antara 16 dan 29 tahun dua kali lebih mungkin merasa kesepian daripada mereka yang berusia di atas 70 tahun.
Studi yang dilakukan Guru Besar Psikologi di Universitas Manchester, Pamela Qualter, menemukan orang-orang di negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat yang mendapat skor tinggi untuk individualisme juga melaporkan mengalami kesepian yang lebih parah. Rasa kesepian ini menjadi semakin mengkhawatirkan karena berdampak buruk pada kesehatan.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Human Behavior itu menemukan orang yang kesepian lebih mungkin akan meninggal lebih awal. Diduga ini karena tidak ada orang yang mengingatkan mereka untuk makan makanan yang sehat, berolahraga, atau pergi ke dokter. Stres dan ketidakbahagiaan dapat memengaruhi tubuh dengan cara yang belum dipahami.
Pemerintah Inggris sudah berbuat banyak untuk mengurangi stigma seputar kesehatan mental. Layanan Kesehatan Nasional Inggris berulang kali mendorong rakyat untuk mempertimbangkan kondisi mental mereka. Tetapi, untuk urusan kesepian ini akan lebih sulit karena orang susah mengakui dirinya kesepian. Isu ini sangat pribadi. Tidak ada orang yang mau dianggap sebagai orang yang tidak memiliki teman atau cinta.
Upaya mengatasi kesepian
Jika ada tokoh masyarakat, figur publik, atau selebritas yang mau berbicara soal kesepian sehingga isu itu tidak dianggap tabu dibicarakan di publik, barangkali itu bisa membantu. Orang juga harus tahu apa penyebab spesifik dia merasa kesepian. Biasanya itu akan bisa membantu mengatasi persoalan.
Qualter juga mengatakan berbicara tentang kesepian mungkin juga bisa mendorong orang untuk lebih terbuka. Penting bagi mereka untuk tahu bukan hanya mereka saja yang kesepian, tetapi ada orang lain juga yang merasa kesepian. ”Interaksi sekecil apa pun sangat penting,” ujarnya.
Dengan pemikiran ini pemerintah lalu mendanai beberapa inisiatif. Tenaga medis sedang dilatih untuk mengidentifikasi orang-orang yang kesepian. Namun, Qualter mengakui sampai sekarang belum ada bukti efektivitas intervensi apa pun.
Ini mungkin karena hal-hal yang membuat orang kesepian, seperti kemiskinan atau kecacatan, juga membuat mereka menjadi sulit dijangkau. Klub-klub remaja yang dulu menjadi tempat orang banyak berkumpul kini banyak yang sudah tidak aktif karena pemotongan anggaran demi penghematan pemerintah.