Perancis Butuh Akses ke Pasar China Diperbesar
Perusahaan-perusahaan Perancis ingin bisa masuk ke China dan China bersedia bekerja sama. Hanya saja, China minta Perancis menstabilkan hubungan Uni Eropa dan China.
BEIJING, MINGGU - Perancis menginginkan akses yang lebih besar bagi perusahaan Perancis untuk masuk ke pasar China. Selain itu, Paris juga menginginkan hubungan perdagangan yang lebih seimbang. Perancis tidak ingin memisahkan diri dari China, tetapi hanya menghilangkan risiko adanya ”paksaan ekonomi” China seperti yang disebut oleh negara-negara yang tergabung dalam Kelompok Tujuh atau G7.
Hal ini dikemukakan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Digital Perancis Bruno Le Maire setelah bertemu dengan para pejabat tinggi China di Beijing, China, Minggu (30/7/2023). ”Menolak bukan berarti menganggap China berisiko. Kami hanya ingin lebih mandiri dan tidak ingin menghadapi risiko apa pun dalam rantai pasok kami jika terjadi krisis baru lagi, seperti pandemi Covid-19 yang benar-benar menghancurkan rantai pasok. Kami tidak ingin ada rintangan legislatif atau hambatan lain untuk mendapat akses ke pasar China,” kata Le Maire, sehari setelah bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng.
Baca juga: Macron Temui Xi Jinping, Hubungan China-Perancis Makin Erat
China merupakan mitra dagang terbesar ketiga Perancis. Akan tetapi, perusahaan Perancis khawatir mereka akan terjebak di tengah-tengah persaingan antara China dan Amerika Serikat.
Le Maire tiba di Beijing hanya dua hari setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron mengecam adanya ”imperialisme baru” di kawasan Pasifik. Imperialisme baru itu dikhawatirkan mengancam kedaulatan negara-negara kecil.
Macron yang sedang melawat ke Vanuatu berusaha menawarkan alternatif. ”Imperialisme baru muncul di Indo-Pasifik, khususnya di Oseania. Dari logika kekuatan, sering kali yang terancam adalah negara-negara yang terkecil. Strategi Indo-Pasifik Perancis adalah bermitra dengan semua kawasan yang siap bekerja sama dengan kami,” kata Macron, tanpa merujuk negara mana yang menjadi ”imperialisme baru” itu.
Macron mengaku dirinya merasa bebas mengeluarkan peringatan atas ambisi negara-negara besar di Pasifik karena Perancis mengakui masa lalunya di Vanuatu. Vanuatu merupakan wilayah bekas jajahan Perancis dan Inggris hingga merdeka pada 1980.
Baca juga: Beriringan Menjaga Indo-Pasifik
”Kami adalah pewaris masa lalu kolonialisme ini. Vanuatu mengalami penjajahan yang sama brutalnya dengan yang terjadi di Afrika atau Asia. Warisan ini jangan dilupakan,” kata Macron, yang juga mengingatkan soal memperdagangkan penduduk pribumi untuk bekerja di perkebunan.
Investasi China
Pada pertemuan Perancis-China, Sabtu (29/7), Wakil PM China He Lifeng menyatakan China berharap Perancis bisa menstabilkan hubungan Uni Eropa dan China. Pernyataan China ini merujuk pada Uni Eropa yang bulan lalu menyetujui tahap ke-11 sanksi terhadap Rusia yang dapat memukul perusahaan China.
Selain itu, kantor berita China, Xinhua, menyebutkan China bersedia memperdalam kerja sama dengan Perancis dalam berbagai bidang. China pun siap memperkuat komunikasi kebijakan dengan Perancis, memperdalam kerja sama praktis, meningkatkan koordinasi dalam urusan internasional dan multilateral, dan mendorong kemitraan strategis komprehensif China-Perancis ke tingkat yang lebih tinggi.
Baca juga: Tuntaskan ”Diplomasi” di Perancis, Panda China Pulang Kampung ke Chengdu
Sementara itu, Le Maire menyebutkan ada tiga tantangan yang harus dikerjakan bersama oleh kedua negara, yakni transisi hijau, reorganisasi rantai nilai, dan revolusi teknologi, sekaligus mengangkat isu akses pasar bagi perusahaan Perancis di industri perbankan, nuklir, kosmetik, dan pertanian. Kedua negara sudah mencapai kemajuan di bidang kosmetik, kedirgantaraan, makanan dan minuman, serta keuangan.
He menambahkan, pertemuan kedua negara ini menjadi sinyal positif bahwa China dan Perancis akan bekerja sama mengatasi tantangan dan mengupayakan stabilitas. ”Situasi dunia saat ini makin tidak stabil dan tidak pasti. Ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam 100 tahun terakhir,” kata He. (REUTERS/AFP)