Fed Naikkan Suku Bunga Kesebelas Kali Menjadi 5,25 Persen
Dana Moneter Internasional (IMF) pada 25 Juli 2023 tetap memperkirakan pertumbuhan produksi domestik bruto global sebesar 3 persen sepanjang 2023.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
AP PHOTO/SETH WENIG
Sebuah monitor menayangkan konferensi pers oleh Gubernur The Fed Jerome Powell di New York Stock Exchange, New York, 14 Juni 2023. The Fed kembali menaikkan suku bunga untuk kesebelas kalinya menjadi 5,25 persen.
WASHINGTON, RABU — Bank sentral Amerika Serikat atau The Fed kembali menaikkan suku bunga inti untuk kesebelas kalinya sejak Maret 2022. Besaran kenaikan kali ini sebesar 0,25 persen. Dengan demikian, kisaran suku bunga inti di AS sekarang menjadi 5,25 persen hingga 5,5 persen. Level ini hanya pernah terjadi sebelum hancurnya pasar perumahan AS dan belum pernah terlewati selama 22 tahun.
Alasan kenaikan suku bunga tetap sama, yakni mengembalikan tingkat inflasi ke level 2 persen. Inflasi pada Juni 2023 masih setinggi 3 persen, turun drastis dari 9,1 persen pada Juni 2022. Tanpa memasukkan efek kenaikan harga gas dan makanan, inflasi pada Juni 2023 di AS masih setinggi 4,8 persen. Perkembangan inflasi relatif baik tetapi belum kembali ke target 2 persen.
Meski inflasi sudah menurun, ada gejala bahwa penurunan inflasi ke level 2 persen tetap tidak mudah. Oleh karena itu, kata Gubernur The Fed Jerome Powell, kenaikan suku bunga lanjutan tetap dimungkinkan.
Besaran kenaikan suku bunga terbaru, yang diputuskan pada Rabu (26/07/2023) di Washington, juga tergolong rendah. Sejak Maret 2022, besaran kenaikan suku bunga pada umumnya sebesar 0,75 persen. Ini menunjukkan ada perkembangan baik soal tekanan inflasi walau inflasi tetap membandel.
Efek kenaikan suku bunga kali ini, menurut Powell, tetap sama, yakni pada penurunan pertumbuhan ekonomi di AS. Pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama 2023 sebesar 2,6 persen. Dengan kenaikan inflasi sekarang dan potensi kenaikan suku bunga berikutnya, produk domestik bruto AS akan tumbuh moderat. Namun, Powell menyatakan bahwa perekonomian AS kemungkinan luput dari resesi.
Pernyataan Gubernur Fed masih harus dibuktikan di depan. Sebelumnya, ekonom AS, Nouriel Roubini, tetap menyatakan bahwa resesi berat di AS tidak terhindarkan. Masalahnya kenaikan suku bunga Fed akan membebani pebisnis dan konsumen AS. Kenaikan suku bunga juga akan membebani perbankan AS. Masalahnya mayoritas dana perbankan AS ditempatkan pada surat-surat berharga.
Kenaikan suku bunga berbanding terbalik dengan nilai riil surat berharga, termasuk obligasi. Semakin tinggi suku bunga, semakin rendah nilai pasar obligasi dan sebaliknya.
AP PHOTO/SETH WENIG
Suasana bursa saham New York (NYSE) saat pengumuman kenaikan suku bunga oleh Gubernur The Fed Jerome Powell, 26 Juli 2023. Kenaikan kesebelas kalinya ini menyentuh level tertinggi dalam lebih dari dua dekade.
Efek pada eksportir
Kenaikan suku bunga di AS berefek negatif pada penurunan pertumbuhan PDB AS. Situasi itu terutama akan tetap memukul negara-negara eksportir, termasuk China, Jepang, Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, dan Singapura. Hal ini turut menyebabkan penurunan indeks-indeks harga saham global sejak Maret 2023.
Namun, sumber pertumbuhan ekonomi global tidak lagi bergantung semata pada wilayah trans-Atlantik. Sebesar 70 persen pertumbuhan ekonomi global terletak di Asia. Sehubungan dengan itu, Dana Moneter Internasional (IMF) pada 25 Juli 2023 tetap memperkirakan pertumbuhan PDB global sebesar 3 persen sepanjang 2023.
Kenaikan pertumbuhan PDB global ini lebih tinggi dari 2,8 persen, berdasarkan perkiraan IMF pada April lalu. Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, menyatakan, PDB global menguat karena gairah di sektor jasa global. Krisis perbankan di AS terbukti untuk sementara waktu memiliki efek terbatas secara global.
Menurut IMF, inflasi global akan turun ke level 6,8 persen pada 2023, turun dari 8,7 persen pada 2022. Inflasi global pada 2024 diperkirakan akan turun lagi menjadi 5,2 persen.
Hanya, Gournichas juga mengingatkan, kerawanan tetap ada akibat efek kenaikan suku bunga demi meredam inflasi. Walau pertumbuhan PDB global membaik dari prediksi April 2023, pertumbuhan global tetap di bawah level historis, yang rata-rata 3,8 persen. Bahkan, pertumbuhan 3 persen, berdasarkan perkiraan IMF pada Juni 2023, tetap di bawah 3,5 persen yang tercatat pada 2022.
Penurunan pertumbuhan global ini adalah efek penurunan pertumbuhan PDB di AS. Menurut IMF, pertumbuhan PDB AS pada 2023 menurun menjadi 1,8 persen dari 2,1 persen pada 2022 dan masih akan turun lagi pada 1 persen pada 2024. Penurunan pertumbuhan PDB di AS juga tetap tidak bisa dikompensasikan dengan pertumbuhan PDB di luar trans-Atlantik. Masalahnya negara-negara di dunia tetap menghadapi tekanan inflasi.
Menurut IMF, inflasi global akan turun ke level 6,8 persen pada 2023, turun dari 8,7 persen pada 2022. Inflasi global pada 2024 diperkirakan akan turun lagi menjadi 5,2 persen. Namun, penurunan ini adalah efek kenaikan suku bunga global, yang harus dilakukan untuk meredam inflasi global.
Dunia sama-sama menghadapi inflasi tinggi, bukan hanya karena inflasi impor. Dunia didera inflasi karena stimulus ekonomi di era Covid-19, di mana hampir seluruh negara mengucurkan stimulus, termasuk lewat kenaikan defisit anggaran untuk meredam resesi besar. Efek inflatoir stimulus ini masih terasa hingga sekarang.
Pemandangan kawasan pusat bisnis saat matahari terbenam di Beijing, China, Rabu (16/2/2022).
Stimulus ekonomi China
Namun, China tetap menjanjikan pertumbuhan ekonomi tinggi, yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan global. Partai Komunis China mengakui situasi perekonomian global masih dalam kesulitan. China menjanjikan stimulus ekonomi untuk mendorong konsumsi domestik.
Pertemuan Partai Komunis China yang dipimpin Presiden Xi Jinping menjanjikan stimulus untuk mendorong investasi, sektor jasa. Hal ini akan menolong korporasi global, termasuk AS yang sekian tahun tertolong dengan peningkatan penjualan produk di pasar China. (AFP/AP/REUTERS)