Pasar China Kompetitif, "Pedagang TikTok" Incar Pasar AS dan Eropa
Pasar live-streaming di China mulai penuh dan kompetisi kian sengit. Demi memperluas pasar, para pedagang daring di China melebarkan sayap ke pasar di Amerika Serikat dan Eropa.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
“Hari ini ada barang bagus. Jaket tebal dan bermerek. Cocok untuk musim dingin. Harga murah. Klik saja mau pilih yang mana. Jangan sampai salah kode ya,” celoteh seorang perempuan pemilik salah satu kios baju “impor ekspor” di Yabao Lu Russian Market, ibukota Beijing, China, Oktober 2022.
Ia berbicara tanpa putus semangat menawarkan dagangannya. Di depannya, terpasang ponsel pintar yang diletakkan di tengah-tengah lampu sorot LED khusus untuk live-streaming di TikTok atau Douyin dalam bahasa Mandarin. TikTok yang merupakan layanan hosting video berdurasi pendek dan milik perusahaan China, ByteDance, ini mengunggah video berdurasi 3-10 menit yang dikirimkan para pengguna.
Pemandangan seseorang tengah menjual dagangan secara daring ini umum ditemui dimana-mana. Tidak hanya di dalam toko tetapi bisa juga di jalanan yang ramai, di rumah, di taman, dan lain-lain. Apalagi ketika pandemi Covid-19 memaksa banyak toko tutup.
Tidak hanya di kota-kota besar seperti Beijing, praktik berdagang daring itu juga merangsek hingga ke pelosok-pelosok desa. Petani-petani di desa di China diuntungkan dengan sistem penjualan secara daring dengan live-streaming karena bisa langsung berhubungan dengan konsumen.
Ketergantungan pada pengepul atau tengkulak bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Cara ini terbukti efektif meningkatkan penjualan dan pasar pun berkembang. Aplikasi berjualan secara daring di China pun bertambah, tak hanya melalui TikTok.
Pasar baru
Karena pasar yang berkembang luas, kini para penjual daring China mulai mengarahkan perhatian mereka pada pasar TikTok di Amerika Serikat dan Eropa yang dinilai berpotensi menguntungkan. Mereka menjajakan segalanya, mulai dari tas dan pakaian hingga kristal.
Di China saja, penjualan melalui live-streaming diperkirakan akan mencapai 676 miliar dollar AS atau Rp 10 kuadriliun akhir tahun ini. Live-streamer populer seperti “Raja Lipstik” Austin Li meraup penjualan hingga puluhan juta dollar AS hanya dalam satu kali live streaming.
Banyak jenama, seperti L'Oreal, Nike, dan Louis Vuitton, yang juga mulai menggunakan live-streaming untuk menjangkau lebih banyak pembeli. Namun, pasar live-streaming yang sangat kompetitif di China membuat banyak pedagang yang beralih ke pasar Barat.
Oreo Deng, mantan tutor Bahasa Inggris, menjual perhiasan kepada pasar AS melalui live-streaming di TikTok. Ia menawarkan dagangannya dalam bahasa Inggris selama sekitar 4-6 jam dalam sehari. “Saya ingin mencoba berjualan di TikTok karena selaras dengan pengalaman saya sebagai tutor bahasa Inggris dan pekerjaan saya sebelumnya di penjualan daring antarnegara,” ujarnya.
Sejak tahun 2019, platform perdagangan daring di Barat seperti Amazon dan Facebook sudah bereksperimen dengan penjualan secara live-streaming setelah melihat keberhasilan platform China seperti Tmall, Taobao Alibaba, dan Douyin, mitra TikTok di China. TikTok mulai menguji fitur belanja langsungnya sejak tahun lalu. Pedagang yang terdaftar dari AS, Indonesia, Vietnam, dan Singapura kini bisa menjual melalui live-streaming.
Tetapi penjualan dengan model ini belum bisa dilakukan di AS. Menurut perusahaan riset dan konsultan Penelitian Coresight, pasar penjualan daring secara langsung di AS -pasar konsumen terbesar di dunia- diperkirakan akan tumbuh hingga 68 miliar dollar AS pada 2026.
Penerimaan yang relatif suam-suam kuku membuat Facebook menutup fitur belanja langsungnya tahun lalu. Adapun TikTok dikhawatirkan akan terganjal mengingat pembatasan TikTok di AS gara-gara ketegangan hubungan antara China dan AS. TikTok, yang perusahaan induknya adalah perusahaan teknologi China ByteDance, juga dituduh berisiko mengancam keamanan nasional AS karena data yang dikumpulkannya.
Terlepas dari masalah yang dihadapi TikTok ini, banyak live-streamer China yang memandang AS sebagai lautan peluang yang luas dan pasar baru yang belum jenuh dengan live-streamer. “Potensinya lebih besar di AS karena persaingan di China sangat ketat,” kata pendiri dan Direktur Kelompok Penelitian Pasar China di Shanghai, Shaun Rein.
Harga bagus
Jika dibandingkan dengan di China, pedagang China juga malah sering mendapatkan harga barang yang lebih bagus atau lebih tinggi di AS. Hanya saja, kata CEO konsultan perdagangan daring WPIC, Jacob Cooke, perusahaan kecil yang mencoba berjualan di TikTok mungkin kekurangan data tentang apa yang diinginkan konsumen di pasar AS. Jika mereka sudah bisa mengetahui apa saja yang menarik atau dibutuhkan pasar di AS, bisa jadi akan bisa lebih sukses ketimbang di pasar China.
Bagi sebagian pembeli AS, format live-streaming menjadi bentuk hiburan yang menarik. Freisa Weaver (36), warga Florida, AS, mulai mengenal live-streaming di TikTok, 10 bulan lalu. Sejak itu, ia ketagihan membeli barang-barang di TikTok.
“Saya tidak sengaja menemukan banyak barang menarik ketika menelusuri TikTok. Awalnya, saya terhibur dengan para pembelinya. Sekarang saya jadi pembeli tetap di beberapa live feed di TikTok,” ujarnya.
Weaver menikmati interaksi dengan para pedagangnya dan kerap menemukan sesuatu yang istimewa dan unik hanya untuk dirinya. Saluran favoritnya adalah Meow Crystals, akun yang dioperasikan host streaming China yang sering melakukan penjualan cepat dan dalam waktu terbatas untuk barang kristal yang dijual dengan harga hanya 2 dollar AS atau Rp 30 ribu.
TikTok belum meluncurkan fitur belanja bawaannya dalam skala luas, sehingga banyak live-streamer, termasuk dari Meow Crystals, yang sering mengarahkan penontonnya untuk melakukan pemesanan di situs web eksternal. “Para pedagangnya mau pergi ke gudang dan mendapatkan barang-barang khusus hanya untuk kita. Mereka bahkan mengingat apa saja yang kita sukai dan menawarkannya begitu kita muncul,” kata Weaver.
Para pedagang daring di China mencoba berbagai taktik untuk tampil menonjol dan membangun basis pelanggan setia. Ada layanan pelanggan yang dipersonalisasi atau “diberikan hanya untukmu”. Ada juga yang memakai slogan unik dan membuat kepribadian daring yang flamboyan untuk membuat pelanggan tetap terhibur. “Setiap live-streamer selalu bereksperimen dan mengembangkan taktik mereka sendiri,” kata Deng, seorang live-streamer.
Untuk memenuhi ini, banyak kursus dan kamp pelatihan untuk mengajari cara-cara melakukan live-streaming yang bermunculan di China. Ini semua demi meningkatkan penjualan. Salah satu kamp pelatihan yang populer adalah yang diadakan oleh Yan Guanghua, salah satu live-stremer TikTok yang paling awal di China.
Seperti Deng, Yan adalah mantan tutor Bahasa Inggris yang kemudian beralih ke live-streaming TikTok setelah kebijakan baru yang tegas dari pemerintah China terhadap industri pendidikan swasta menggoyang dunia instansi pendidikan swasta. Yan mulai menjajakan pakaian yoga, elektronik, dan pakaian jadi secara daring.
Kini, ia mengenakan biaya sekitar 1.000 dollar AS atau Rp 15 juta untuk kursus selama dua hari. Kursusnya diadakan 2 atau 3 kali dalam sebulan. Ia mengajari orang cara menjual lebih banyak barang melalui live-streaming dan sudah ada sedikitnya 600 orang yang dia latih. Kebanyakan memang dari China tetapi ada juga peserta kursus yang datang dari AS dan Afrika.
“Saya tidak tahu masa depan industri ini akan seperti apa karena tidak bisa diprediksi. Yang jelas, TikTok adalah platform paling populer saat ini dan masih banyak peluang di sini,” ujarnya. (AP)