Pukulan Telak Jalur Logistik Pendudukan Rusia Di Ukraina
Serangan pesawat dan kapal nirawak sejauh ini menjadi model yang sukses dipakai Ukraina terhadap Rusia. Sebelum ini, sejumlah kapal perang hingga pangkalan Rusia menjadi sasaran pesawat dan kapal nirawak Ukraina.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
MOSKWA, SENIN - Serangan kedua pada Jembatan Kerch berpotensi mengganggu jalur pasokan pasukan pendudukan Rusia di Ukraina. Serangan itu terjadi beberapa jam sebelum Rusia mengumumkan penghentian kesepakatan ekspor pupuk dan bahan makanan.
Jembatan Kerch, satu-satunya jalur darat penghubung Rusia dengan Krimea, meledak dua kali pada Senin (17/7/2023) dini hari. Ledakan itu membuat kedua lajur jembatan itu praktis tidak bisa digunakan. Sebelum serangan Senin hari, jalur lain jembatan itu juga diserang pada Oktober 2022.
Moskwa menuding, Kyiv bertanggung jawab atas serangan itu. Para pejabat Ukraina tidak secara resmi mengaku keterlibatan dalam serangan tersebut.
Media Ukraina, Ukrainska Pravda dan RBC Ukraine, menyebut Ukraina bertanggung jawab atas dua serangan terpisah itu. Badan Keamanan Ukraina (SBU) dan Angkatan Laut Ukraina disebut menggunakan kapal nirawak untuk mengangkut peledak jembatan itu. Sementara juru bicara SBU Artem Degtyarenko mengatakan, perincian serangan hanya akan diungkap jika negaranya menang perang.
Jembatan itu amat vital dalam jalur pasokan pasukan pendudukan Rusia di Semenanjung Crimea. Tidak ada jalur darat dari Rusia ke Crimea selain melalui jembatan yang terdiri dari rel dan jalan raya itu. Jembatan itu menjadi andalan Rusia menggerakkan pasukan ke dan dari Ukraina.
Serangan dengan pesawat nirawak sejauh ini menjadi model yang sukses dipakai Ukraina terhadap Rusia. Sebelum ini, sejumlah kapal perang hingga pangkalan Rusia menjadi sasaran pesawat dan kapal nirawak Ukraina.
Reaksi Rusia
Moskwa menyebut peledakan jembatan itu sebagai serangan teroris. Belum ada reaksi lebih lanjut dari Rusia selepas serangan Senin dini hari itu. Selepas serangan Oktober 2022, Rusia melepaskan total ratusan rudal dan pesawat nirawak berpeledak selama beberapa hari ke Ukraina.
Kini, Rusia malah mengumumkan berhenti terlibat dalam Kesepakatan Laut Hitam. Kesepakatan pada Juli 2022 itu berisi persetujuan Rusia mengizinkan aneka produk pangan Ukraina diangkut dengan kapal dan melewati Laut Hitam. Sebagai imbalan, ekspor pupuk dan bahan pangan Rusia juga diizinkan melewati laut itu tanpa gangguan.
Bank penampung hasil ekspor itu, Rosslekhozbank, kembali terhubung ke sistem pengelola transaksi internasional, SWIFT. Moskwa juga mengklaim, kesepakatan itu juga terkait dengan pencairan aset-aset Rusia yang dibekukan di berbagai negara. Pada 13 Juli 2023, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengumumkan bahwa Moskwa tidak akan memperpanjang kesepakatan itu. Sebab, hak Moskwa pada perjanjian itu tidak dipenuhi. Rosslekhozbank tetap tidak bisa mengakses SWIFT dan aset Rusia di berbagai negara tetap dibekukan.
“Presiden sudah menegaskan, tenggat memenuhi kewajiban pihak lain maksimum 17 Juli 2023. Sayangnya, bagian kesepakatan yang menjadi permintaan Rusia tidak kunjung dipenuhi. Karena, kesepakatan tidak lagi berlaku,” kata juru bicara Kantor Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov.
Ia membantah keputusan itu diambil karena serangan pada Jembatan Kerch. Menurut dia, Moskwa telah menjelaskan sikap soal kesepakatan itu jauh sebelum serangan pada Jembatan Kerch. “Ini soal tanggung jawab pihak lain dalam kesepakatan. Begitu tanggung jawab dipenuhi, kesepakatan akan kembali berlaku,” kata dia.
Putin menuding, kesepakatan itu tidak hanya merugikan Rusia. Negara-negara miskin yang dijadikan alasan penyusunan kesepakatan itu pun tidak mendapat manfaat. “Dari seluruh bahan pangan yang diangkut dari Ukraina, hanya tiga persen menuju bangsa-bangsa miskin,” ujarnya.
Sementara mayoritas bahan pangan lain malah dijual murah ke Eropa. Akibatnya, komoditas pangan produksi negara lain di Eropa kalah saing dari produk Ukraina. Karena itu, petani di sejumlah anggota Uni Eropa meminta impor produk pangan Ukraina dihentikan.
Dalam pernyataan di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut bahwa China berharap kesepakatan itu diteruskan. Mao juga mengingatkan, semua isi kesepakatan perlu dipenuhi. China siap membantu mediasi untuk menjaga kesepakatan itu tetap berlaku.
Sementara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yakin, Putin tetap mau kesepakatan itu berlanjut. Menlu Turki Hakan Figan telah diminta Erdogan menghubungi Menlu Rusia Sergey Lavrov untuk membahas masalah itu.
Pekan lalu, Figan dan Lavrov bertemu di Jakarta. Walakin, mereka tidak mengikuti forum bilateral. Mereka hanya mengikuti serangkaian pertemuan dalam ASEAN Ministerial Meeting (AMM).
Hubungan Ankara-Moskwa rumit karena Turki anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Moskwa juga menyesalkan keputusan Ankara memulangkan sejumlah komandan Ukraina. Para komandan itu ditangkap Rusia di Azovstal, Mariupol. Dalam kesepakatan Moskwa-Kyiv hasil mediasi Ankara, disepakati mereka ditahan di Turki sampai perang berhenti. Ternyata, Ankara malah membebaskan mereka. (AFP/REUTERS)