Diplomasi Kerry di China, Ajak Beijing Gerak Lebih Cepat Tangani Isu Iklim
AS dan China harus mengesampingkan perselisihan di antara mereka dan bergerak lebih cepat dalam menangani isu perubahan iklim demi menyelamatkan masa depan Bumi.
BEIJING, SENIN — Amerika Serikat dan China berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan masa depan dunia dari pemanasan global. China diharapkan mau bermitra dengan Amerika Serikat mengurangi emisi metana dan mengurangi dampak iklim dari tenaga batubara.
Hal itu dikemukakan Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Iklim John Kerry seusai menggelar pertemuan dengan Utusan Khusus China untuk Iklim Xie Zhenhua, di Beijing, China, Senin (17/7/2023).
”Seluruh dunia hidup dalam realitas suhu panas yang terus meningkat setiap hari. Krisis iklim menuntut agar dua kekuatan ekonomi terbesar dunia bekerja sama membatasi pemanasan Bumi,” cuit Kerry melalui Twitter seusai pertemuan.
”Kita harus mengambil langkah segera di sejumlah bidang, khususnya tantangan batubara dan polusi metana,” ucapnya.
Kondisi iklim di dunia kian mengkhawatirkan. Bencana banjir menewaskan 40 orang di Korea Selatan dan sedikitnya lima orang di AS. Curah hujan yang luar biasa tinggi di India juga memaksa ratusan orang di ibu kota New Delhi dievakuasi.
China mengalami musim panas ekstrem hingga memecahkan rekor terpanas sepanjang masa, 52,2 derajat celsius, di daerah Xinjiang. Gelombang panas juga melanda Eropa dan AS.
Baca juga: Cuaca Panas Ekstrem Landa Eropa, Banjir Bandang Hantam Korsel
Kantor berita China, Xinhua, menyebutkan, pertemuan Kerry dan Xie dilakukan tepat ketika sejumlah negara sedang mengalami musim panas ekstrem. Pembicaraan AS-China mengenai iklim terhenti selama hampir setahun akibat ketegangan hubungan di antara keduanya.
”Dunia dan krisis iklim menuntut kita cepat membuat kemajuan yang signifikan. Kita harus bersatu dan bertindak,” kata Kerry kepada Xie dan pejabat China lainnya, seperti dilaporkan The New York Times.
Ketika membuka pertemuan, Xie menyatakan, pihaknya berharap kedua negara memasuki periode ”hubungan yang stabil”. AS dan China harus mencari ”titik temu sambil mengesampingkan perbedaan antarkedua negara” serta menyerukan pembicaraan agar dilakukan secara terus terang dan mendalam. Pertemuan keduanya berlangsung selama empat jam.
Pertemuan terakhir kedua negara khusus untuk membahas perubahan iklim diadakan Agustus tahun lalu. Perundingan langsung mandek begitu Ketua DPR AS Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan. Misi Kerry datang ke China menyusul kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen untuk menstabilkan hubungan dengan China.
Baca juga: John Kerry Tiba di China, Bangun Kerja Sama Tangani Iklim di Tengah Rivalitas
Kerry dan Xie sudah menjadi ”teman dialog 53 kali” selama lebih dari 20 tahun. Mereka saling menyebut satu sama lain sebagai ”teman lama”.
”Gelombang panas yang meningkat, banjir, dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya didorong oleh perubahan iklim. Amerika Serikat dan China harus bisa bekerja sama untuk masalah perubahan iklim, bahkan ketika kita berselisih untuk urusan lainnya,” kata Kerry.
Amerika Serikat dan China harus bisa bekerja sama untuk masalah perubahan iklim, bahkan ketika kita berselisih untuk urusan lainnya.
Di hadapan para pejabat China, Kerry juga menyampaikan bencana banjir dan badai semakin sering terjadi dengan frekuensi lebih besar daripada sebelumnya. Kebakaran menghabiskan jutaan hektar hutan setiap tahun dan meracuni penduduk Bumi.
Baca juga: Diragukan, Komitmen Sebagian Besar Negara untuk Mencapai Emisi Nol Bersih
Jubir Kementerian Luar Negeri China Mao Ning, saat ditanya mengenai detail isi pertemuan Kerry dan Xie, mengungkapkan bahwa perubahan iklim adalah isu bersama yang dihadapi seluruh manusia. Seperti dilansir media China, Global Times, ia menegaskan bahwa China akan mengimplementasikan spirit pertemuan Bali antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden, November 2022, pertukaran pandangan secara mendalam dengan AS dalam isu perubahan iklim dan bekerja sama menangani isu tersebut.
Dalam pertemuan hingga Rabu besok, Kerry berharap bisa mulai mengambil sejumlah langkah penting yang akan mengirimkan sinyal ke dunia, betapa AS dan China serius mau mengatasi risiko, ancaman, dan tantangan bersama terkait perubahan iklim.
Tidak ada jadwal resmi dan rinci mengenai pertemuan Kerry dan Xie. Namun, pertemuan itu diharapkan akan fokus pada pengurangan metana dan emisi non-CO2 lainnya. Ketergantungan China pada batubara juga kemungkinan akan menjadi agenda pertemuan.
Kerry memuji ”upaya luar biasa” yang sudah dilakukan China dalam membangun kapasitas energi terbarukan. Hanya saja, upaya yang sudah bagus itu terganggu oleh percepatan proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara yang sedang digenjot pemerintahan Presiden Xi Jinping sejak tahun lalu.
Tambang batubara di negara itu pun diperluas. Sementara China berjanji mulai mengurangi konsumsi batubara, tetapi tidak sampai tahun 2026. Mereka sudah menargetkan mencapai puncak emisinya pada 2030 dan menjadi netral karbon pada 2060. Namun, para ahli mengatakan, ekspansi batubara China mengancam target tahun 2060 itu.
Saling percaya
Kerry dan Xie sama-sama sependapat, kedua negara bisa memainkan peran dalam memperbaiki serta meningkatkan hubungan antarkedua negara. Beijing dulu menuding AS tidak adil mengkritik upaya China menangani perubahan iklim, sementara AS gagal memenuhi komitmennya sendiri, terutama dalam pembiayaan penanganan isu iklim di negara-negara miskin.
China juga tersinggung dengan seruan AS bahwa China harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi gas rumah kaca. Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, upaya untuk memaksa negara-negara berkembang memikul lebih banyak beban pemotongan emisi akan menjadi ”titik pertikaian” dengan China.
”Saya kira, Kerry dan Xie saling percaya dan punya hubungan kemitraan yang kuat. Tetapi, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Apalagi, sekarang AS sudah masuk ke musim pemilihan presiden dan politik dalam negeri AS juga sangat rumit,” kata Zhang Haibin dari Sekolah Studi Internasional di Universitas Peking, China.
Kantor berita China, Xinhua, menyebutkan, kerja sama iklim adalah komponen penting dalam kerja sama China-AS. Sinergi antarkedua negara ini pernah memberikan dorongan penting pada kesepakatan Paris 2015 dan membuka jalan bagi terobosan dalam pengurangan emisi karbon global.
Hal itu membuktikan bahwa akan ada kemajuan dalam isu iklim ini hanya jika kedua negara mau bekerja sama yang saling menguntungkan, bahkan ketika hubungan bilateral kedua negara sedang tidak baik-baik saja. Kunjungan Kerry menawarkan kesempatan bagi kedua pihak untuk membangun lebih banyak konsensus dan kerja sama. Untuk mendapatkan perubahan substansial dalam kerja sama iklim, China-AS harus membangun rasa saling percaya dan sama-sama memiliki itikad baik.
Baca juga: China dalam Pusaran Isu Perubahan Iklim
Editorial Global Times juga mengingatkan AS untuk tidak terus bersikap keras terhadap China hingga membuat hubungan tegang dan menyebabkan permusuhan di antara kedua pihak. ”Dalam situasi yang tidak kondusif seperti itu tidak akan mungkin bisa bekerja sama, terutama dalam isu perubahan iklim,” tulis harian yang dikendalikan Partai Komunis China itu.
Analis utama di Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih AS, Lauri Myllyvirta, berharap AS dan China bisa memajukan setidaknya rencana aksi metana. Metana adalah area baru yang penting dalam kesepakatan kedua negara dan sudah tertuang dalam deklarasi bersama setelah konferensi iklim global 2021 di Glasgow, Skotlandia.
Meski belum ada kemajuan signifikan dari China sejak itu, pertumbuhan besar-besaran energi bersih di China menunjukkan China siap berkomitmen pada target mereka. ”Tetapi, untuk merealisasikannya, tidak akan bisa dicapai dengan mudah dan pastinya tidak bisa dicapai hanya dengan kunjungan Kerry saja,” ujar Myllyvirta. (REUTERS/AFP/AP)