Selama sembilan tahun Prayuth lolos dari sejumlah tantangan kasus pengadilan, mosi tidak percaya di parlemen, dan unjuk rasa jalanan. Oposisi menyebut dia tak cukup punya mandat publik.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
BANGKOK, SELASA — Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Selasa (11/7/2023), mengumumkan akan pensiun dari kancah politik, sembilan tahun setelah berkuasa melalui kudeta militer. Ia akan tetap menjabat sebagai pemimpin sementara hingga pemerintahan baru terbentuk.
”Mulai saat ini, saya akan berhenti dari politik, mengundurkan diri dari anggota Partai United Thai Nation,” kata Prayuth dalam pernyataan yang dirilis partai, seperti dikutip Bangkok Post.
Pengumuman tersebut telah diperkirakan banyak pihak setelah Partai UTN yang didukung militer terpuruk dalam pemilihan umum pada 14 Mei 2023. UTN hanya memenangi 36 dari 500 kursi parlemen. Keputusan pensiun itu juga diumumkan hanya beberapa hari menjelang pemungutan suara kunci di parlemen Thailand yang menentukan siapa PM Thailand berikutnya.
Prayuth tidak mencalonkan diri sebagai anggota parlemen dari partainya. Meski demikian, ia tetap menjadi penasihat utama bagi Partai United Thai Nation (UTN) dan salah satu dari dua kandidat perdana menteri dari partai tersebut.
Prayuth, mantan panglima angkatan bersenjata, memimpin junta militer sejak kudeta tahun 2014. Ia dikenal sebagai pendukung kerajaan dan lama malang-melintang di dunia politik Thailand. Pada pemilu tahun 2019, Prayuth dipilih parlemen untuk tetap menjabat PM sampai empat tahun berikutnya.
Lawan-lawan politiknya menyebut, hasil itu telah direncanakan sebelumnya. Prayuth membantah tudingan itu dan menyebut dia telah mencapai banyak keberhasilan. ”Sebagai perdana menteri, saya telah bekerja keras untuk melindungi bangsa, agama, dan kerajaan demi kepentingan rakyat. Hasilnya sekarang bisa dinikmati rakyat,” ujar Prayuth dalam pernyataan.
”Saya telah berupaya memperkuat negara ini dalam semua sektor demi stabilitas dan perdamaian, dan mengatasi banyak tantangan di dalam dan luar negeri,” katanya.
Selama sembilan tahun memimpin Thailand, Prayuth lolos dari sejumlah tantangan kasus pengadilan, mosi tidak percaya di parlemen, dan unjuk rasa jalanan oleh oposisi yang menyebut dia tak cukup punya mandat publik.
Bangkok Post melaporkan, pemungutan suara untuk pemilihan PM baru dijadwalkan pada 13 Juli. Tidak jelas apabila Pita Limjaroenrat yang memimpin koalisi Partai Bergerak Maju akan terpilih dalam pemungutan suara itu. Sejauh ini, koalisi telah menyepakati ketua parlemen, yakni Wan Muhammad Noor Matha, politikus senior dari Partai Pracharat.
Pita, pemimpin Partai Bergerak Maju (MFP), secara mengejutkan memperoleh suara terbanyak dalam pemilu 14 Mei. Namun, ia tengah menghadapi gugatan yang bisa membuat dia gagal terpilih sebagai PM Thailand yang baru.
Ilmuwan politik Universitas Ubon Ratchathani, Titipol Phakdeewanich, mencatat bahwa pemilihan perdana menteri dapat dilakukan melalui beberapa putaran, dan Ketua DPR memiliki peran penting dalam mengajukan nama. ”Itu sebabnya mereka (MFP) sangat menginginkan posisi ketua DPR untuk memastikan nama (Pita) tetap dicalonkan,” kata Titipol (Kompas.id, 5 Juli 2023).
”Partai dipandang sebagai musuh oleh banyak kaum konservatif,” kata Titipol menambahkan. Ia menyebut nasib Pita berada di tangan para Senator yang ditunjuk militer. (AFP/REUTERS)