Perancis Selidiki Keterlibatan "Marinir Bertopeng" Anti-Perusuh
Kerusuhan Perancis mereda. Kini, pemerintah Perancis sedang mencari akar persoalan kerusuhan. Di saat yang sama, Angkatan Laut Perancis juga sedang menyelidiki "tentara bertopeng" yang menangkapi para perusuh.
Paris, Rabu - Kerusuhan paska penembakan mematikan terhadap Nahel Merzouk (17), warga keturunan Aljazair, di sejumlah kota di Perancis mereda. Kini, pemerintahan Presiden Perancis Emmanuel Macron mulai mengeksplorasi akar persoalan kerusuhan parah yang telah berlangsung selama berhari-hari itu.
Angkatan Laut Perancis juga sedang menyelidiki tuduhan adanya “marinir bertopeng” yang sedang tidak bertugas tetapi membantu menangani para perusuh di kota Lorient, pangkalan militer utama Perancis. Sejumlah media massa Perancis menerbitkan foto-foto dan hasil wawancara dengan kelompok yang disebut “anti-perusuh”.
Baca juga: Kerusuhan Cerminan Wajah “Generasi Baru” Perancis
Seperti harian lokal, Le Telegramme, misalnya, menerbitkan foto-foto kelompok “anti-perusuh” yang mengenakan tudung dan topeng saat mereka menangkap dan memukuli tersangka pembuat onar di Lorient pada Jumat lalu. Harian Ouest France juga menerbitkan hasil wawancaranya dengan seorang laki-laki yang berusia 25 tahun. Ia mengaku sebagai anggota angkatan bersenjata dan ikut turun tangan untuk mendukung aparat kepolisian. Ia bersama sekitar 30 rekannya bertekad tidak akan membiarkan negerinya diganggu perusuh.
“Unit angkatan laut Forfusco yang berbasis di Lorient sedang menyelidiki kasus ini. Hingga hasilnya diketahui, tidak ada komentar lebih lanjut,” sebut Kementerian Pertahanan Perancis dalam pernyataan tertulis.
Walikota Lorient, Fabrice Loher, tidak bisa mengonfirmasi apa yang sudah terjadi tetapi ia mengaku memang melihat ada orang-orang yang bertopeng. “Kami kira mereka perusuh,” ujarnya.
Sedikitnya 4.000 orang sudah ditangkap - 1.200 diantaranya anak di bawah umur - dalam satu pekan terakhir yang diduga terkait dengan kerusuhan terburuk di Perancis sejak tahun 2005 itu. Kerusuhan meluas dengan cepat setelah Nahel ditembak polisi di perhentian lalu lintas di ibukota Paris, 27 Juni lalu.
Polisi yang menjadi tersangka pelaku pembunuhan Nahel mengaku tidak bermaksud menembak Nahel di bagian dada. Ia terpaksa mengeluarkan tembakan karena Nahel disebutkan hendak melarikan diri setelah diberhentikan di lampu merah. Polisi itu mengarahkan senjata ke bagian kaki tetapi kemudian tersentak ke atas karena Nahel mendadak memacu mobilnya. Insiden itu terekam dalam video yang kemudian menyebar dengan cepat.
Baca juga: Prasangka Rasial dan Kultur Protes di Perancis
Kerusuhan pun menyebar cepat, khususnya di daerah-daerah miskin dan multi-etnis di Paris dan daerah lain seperti Marseilles. Aparat kepolisian kewalahan dengan gerombolan anak muda yang membakar dan menjarah toko-toko. Seorang petugas polisi yang tidak disebutkan namanya dikutip oleh harian Le Telegramme pada akhir pekan lalu mengatakan polisi awalnya membiarkan kelompok "anti-perusuh" untuk ikut campur tangan "karena mereka membantu kami”.
Akan tetapi aparat kepolisian kemudian menyadari tindakan mereka sudah berlebihan. Kelompok “anti-perusuh” itu menggambarkan diri mereka sebagai patriot. Dari situs Kemhan Perancis diketahui Unit Forfusco terdiri dari kesatuan penembak laut dan komando pasukan khusus.
Upaya pemerintah
Untuk mengetahui secara persis alasan dan akar persoalan penyebab kerusuhan, Macron bertemu dengan ratusan pejabat di istana Elysee, Paris, Selasa lalu. Ada sekitar 300 walikota yang wilayahnya mengalami kerusakan selama kerusuhan. Pada pertemuan itu, Macron dilaporkan berharap untuk memulai pekerjaan jangka panjang yang melelahkan tetapi perlu demi memahami alasan yang lebih mendalam yang menyebabkan kerusuhan.
“Apakah situasi akan kembali tenang selamanya? Saya akan berhati-hati. Yang penting, puncak kerusuhan sudah berlalu,” kata Macron seperti disebutkan seorang pejabat di kantor kepresidenan.
Pertemuan itu tidak berhasil mencapai musyawarah mufakat karena ada perbedaan pendapat antara pejabat dari sayap kanan dan kiri. Mereka bahkan saling menuding sebagai penyebab dan masing-masing pihak bersikeras pada solusi mereka sendiri. “Saya ikut hadir untuk mendengarkan visi dan arahan dari presiden. Saya tidak datang untuk sesi terapi kelompok,” kata Walikota Neuilly-sur-Marne di timur Paris, Zartoshte Bakhtiari.
Baca juga: Kerusuhan Perancis, Antara Imigran dan Sentimen Antaretnis
Dari 4.000 orang yang sudah ditangkap, 1.200 orang diantaranya anak di bawah umur. Macron menyarankan untuk mendenda orang tua dari anak-anak yang terlibat itu. Denda itu bentuk sanksi kepada keluarga secara finansial yang relatif lebih mudah diterapkan.
Selama pertemuan dengan walikota, Macron juga berjanji untuk mempercepat undang-undang baru yang memungkinkan bantuan cepat untuk membangun kembali bangunan yang rusak, ruang publik, dan infrastruktur transportasi yang dirusak massa. “Mereka menghancurkan semuanya. Kami tidak terlibat apa-apa. Kami hanya pekerja yang bangun setiap hari jam lima pagi supaya bisa memberi makan keluarga kami,” kata Alexandre Manchon, yang bekerja di sebuah toko tembakau di kota Marseille.
Organisasi pengusaha meminta pemerintah untuk membuat dana darurat bagi mereka yang kehilangan segalanya. Menteri Keuangan Perancis, Bruno Le Maire, mengatakan pemerintah mungkin mengizinkan bisnis yang rusak untuk menangguhkan pembayaran pajak dan jaminan sosial saat mereka membangun kembali.
Namun, ia mengatakan kerusuhan sepekan itu tidak akan memengaruhi kemampuan Perancis untuk menarik bisnis atau wisatawan. Apalagi mengingat Perancis akan menjadi tuan rumah Olimpiade 2024. “Ekonomi Perancis solid dan kehidupan sehari-hari warga Perancis tidak terancam oleh kerusuhan. Situasi sudah lebih tenang,” kata Le Maire kepada CNN.
Sementara itu, aparat kepolisian mengatakan salah satu penumpang mobil yang dikemudikan Nahel sudah menyerahkan diri. Kini, ia sedang diinterogasi untuk mengetahui secara pasti penyebab dari penembakan polisi. Polisi yang melepaskan tembakan mematikan itu masih berada dalam tahanan dan didakwa dengan pembunuhan tidak berencana.
Ada upaya pengumpulan dana bagi keluarga polisi pelaku penembakan itu. Ide pengumpulan dana itu berasal dari tokoh sayap kanan, Jean Messiha, dan sudah mengumpulkan lebih dari 1,6 juta dollar AS atau Rp 24 miliar. Ini memicu kemarahan khususnya di kalangan politik kiri. Sementara keluarga Nahel sudah mengajukan tuntutan hukum atas langkah penggalangan dana itu. (AFP)