Penembakan terhadap Nahel menambah persepsi yang tertanam dalam tentang kebrutalan polisi di Perancis. Pemerintah dibayangi kerusuhan besar seperti tahun 2005.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·4 menit baca
PARIS, KAMIS – Kerusuhan pecah di Perancis selama dua malam berturut-turut menyusul kematian seorang remaja akibat ditembak oleh polisi. Sekitar 2.000 polisi antihuru-hara dikerahkan di daerah-daerah pinggiran ibu kota Paris untuk mencegah kerusuhan meluas dan menjadi lebih parah.
Pada Rabu (28/6/2023) malam waktu setempat, massa membakar sampah dan menyalakan petasan di Nanterre, lokasi penembakan. Kerusuhan juga terjadi di wilayah Hauts-de-Seine di sebelah barat Paris dan kota Dijon. Di wilayah Essonne di selatan Paris, sekelompok orang membakar bus setelah meminta seluruh penumpang turun.
Polisi bentrok dengan massa pemrotes di kota Lille. Sementara di kota Toulouse, massa membakar sejumlah mobil dan melempari polisi dengan proyektil. Asap hitam pekat terlihat memenuhi udara akibat pembakaran itu.
Sehari sebelumnya, polisi menangkap 31 orang dalam kerusuhan yang pecah setelah penembakan. Korban bernama Nahel M (17) yang berasal dari Nanterre. Dia dicegat dua polisi dengan tuduhan melanggar aturan lalu lintas saat mengendarai mobil pada Selasa (27/6/2023) pagi.
Laporan polisi pada awalnya menyebutkan, seorang petugas menembak remaja itu karena mengarahkan mobilnya pada polisi. Akan tetapi, versi laporan itu berbeda dengan rekaman video yang beredar di media sosial. Cuplikan video memperlihatkan dua polisi berdiri di samping mobil dan salah satunya mengarahkan senjata kepada pengemudi. Terdengar suara, ”Kamu bakal ditembak di kepala.” Petugas itu kemudian melepaskan tembakan saat mobil tergesa-gesa kabur.
Penggunaan kekerasan oleh polisi terhadap Nahel, keturunan Afrika Utara, menambah persepsi yang telah tertanam dalam tentang kebrutalan polisi di kota-kota besar Perancis. Pemerintah pun mengeluarkan kritik terhadap aparat keamanan, yang jarang terjadi, sebagai upaya meredam ketegangan.
”Seorang remaja tewas. Ini tidak bisa dimengerti dan tidak bisa dimaafkan. Tidak ada yang bisa membenarkan kematian seorang pemuda,” kata Presiden Perancis Emmanuel Macron di sela-sela kunjungan ke Marseille, selatan Perancis.
Anggota parlemen mengheningkan cipta selama satu menit di Majelis Nasional. Perdana Menteri Perancis Elisabeth Borne mengatakan, penembakan itu jelas-jelas tidak sesuai dengan undang-undang.
Mbappe marah
Para selebritas, di antaranya bintang sepak bola Kylian Mbappe, turut mengekspresikan kemarahan. ”Saya terluka untuk Perancis saya,” cuitnya di Twitter.
Aktor Omar Sy, yang terkenal dalam film The Intouchables dan serial televisi Lupin, juga mencuit di Twitter. ”Saya harap keadilan akan menghormati kenangan atas anak ini,” katanya.
Penembakan Nahel menambah panjang rangkaian kematian akibat kekerasan oleh polisi. Kasus ini merupakan yang ketiga pada 2023. Tiga penembakan serupa terjadi pada 2021 dan dua penembakan pada 2020, berdasarkan penghitungan oleh kantor berita Reuters. Sebagian besar korban sejak tahun 2017 berasal dari keturunan kulit hitam atau Arab.
Sepanjang tahun lalu, setidaknya 13 orang tewas di Perancis setelah menolak pemeriksaan polisi lalu lintas. Perubahan hukum pada 2017 yang memberikan kekuasaan lebih besar bagi petugas kepolisian untuk menggunakan senjata kini menjadi sorotan.
Pemerintah Perancis dibayangi terulangnya kerusuhan pada 2005 yang dipicu kematian dua remaja kulit hitam dalam pengejaran polisi. Protes massa mengakibatkan sekitar 10.000 mobil di bakar dan 6.000 orang ditangkap. ”Sekarang ini ada semua bahan untuk potensi kerusuhan lainnya,” ujar seorang penasihat pemerintah kepada kantor berita AFP dengan syarat tidak disebut namanya.
Kekhawatiran tentang meningkatnya kekerasan bersenjata di Perancis juga muncul, terutama di kalangan politisi sayap kiri. Pemimpin partai Hijau Marine Tondelier mengatakan, ”Yang saya lihat di video ini adalah eksekusi oleh polisi terhadap anak 17 tahun, di Perancis, tahun 2023, di siang bolong.”
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuding rasisme sistemik di dalam badan penegakan hukum di Perancis. Tudingan itu sebelumnya dibantah Macron.
Pengacara keluarga Nahel, Yassine Bouzrou, mengatakan, keluarga mengajukan gugatan hukum terhadap para petugas polisi yang terlibat penembakan. Gugatan tambahan diajukan untuk kesaksian palsu polisi yang menyebut Nahel berusaha menabrak mereka.
Ada dua penumpang di dalam mobil yang dikendarai Nahel, yang bekerja sebagai sopir pesan antar. Satu penumpang kabur dan penumpang lainnya telah ditahan. Seorang polisi yang merekam penembakan ditahan tak lama setelah insiden itu. (AFP/REUTERS)