Prigozhin dan Drama 36 Jam yang Mengubah Sahabat Menjadi Musuh Putin
Awalnya bersahabat erat, kini Prigozhin menjadi musuh berat Putin. Ia dituduh Putin menusuk dari belakang.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·6 menit baca
Kelompok tentara bayaran Wagner telah mundur ke Belarus setelah bernegosiasi dengan Pemerintah Rusia, melalui mediasi Presiden Belarus Alexander Lukashenko, untuk tidak menyerang Moskwa. Lebih dari 36 jam, sejak Jumat (23/6/2023), pasukan kelompok Wagner di bawah komando Yevgeny Prigozhin menduduki kota Rostov-on-Don, sekitar 1.000 kilometer selatan Moskwa, pusat utama logistik bagi operasi serangan Rusia ke Ukraina.
Untuk sementara waktu, Moskwa terhindar dari—meminjam istilah Prigozhin maupun Kremlin—”pertumpahan darah”. Meski demikian, peristiwa 36 jam di Rostov-on-Don itu menandakan pecahnya persahabatan antara kawan lama. Prigozhin (62), teman dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, memang tidak jadi dituntut 20 tahun penjara karena percobaan makar. Akan tetapi, hubungan dia dengan Putin sudah rusak.
Tidak banyak media yang menulis mengenai asal-usul Prigozhin. Salah satu yang menulis cukup komprehensif tentang sosok itu adalah media investigasi Rusia, Meduza, yang berpusat di Latvia. Pada 13 Juni 2016, Meduza menerbitkan artikel tentang Prigozhin setelah pengusaha itu disinyalir terlibat dalam propaganda pemilihan presiden Amerika Serikat melalui perusahaan internet yang khusus melakukan kampanye hitam terhadap Hillary Clinton.
Menurut penelusuran Meduza, Prigozhin lahir pada tahun 1961 di Leningrad (sekarang St Petersburg), sekitar 700 kilometer barat laut Moskwa. Ibunya menjanda sejak Prigozhin masih kecil sehingga ia tumbuh di keluarga pas-pasan. Hingga SMA, Prigozhin menunjukkan bakat di bidang olahraga, terutama ski, hingga sekolah tempat dia belajar mengarahkannya untuk menjadi atlet.
Akan tetapi, mimpi itu sirna ketika ia ditangkap atas tuduhan pencurian, perampokan, dan kejahatan terorganisasi. Berhubung ini penangkapan kedua, Prigozhin dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Ia bebas setelah menjalani sembilan tahun. Keluar bui, ia mencari nafkah sebagai penjual hot dog kaki lima.
Setelah mengumpulkan cukup modal, ia dan teman sekolahnya membuka rumah makan, yang kemudian tumbuh menjadi waralaba. Pada tahun 1990-an Prigozhin mulai memperluas usahanya, termasuk ke sektor perjudian. Dugaannya, pada tahun-tahun itu pula ia berkenalan dengan Putin. Kala itu Putin menjadi aparat pemerintah pengawas usaha perjudian.
Bisnis utama Prigozhin adalah boga. Ia membuka beberapa restoran kelas atas, termasuk restoran terapung tempat Putin membawa Presiden Perancis Jacques Chirac bersantap malam pada 2001. Sejak itu, Prigozhin dikenal dengan julukan ”Juru Masaknya Putin”.
Berkat kedekatan dengan Putin, Prigozhin bisa mendapat kontrak-kontrak besar untuk usaha jasa boga. Ia menyediakan makanan di kantor-kantor pemerintah, ransum militer, hingga makanan di kantin-kantin sekolah. Nilai kontrak pengadaan boga di sekolah-sekolah saja sebesar 2 miliar dollar AS.
Pada Mei 2019, harian Moscow Times melaporkan terjadi kejadian luar biasa disentri di sekolah-sekolah yang memakai jasa boga Prigozhin. Para wali murid menuntut penyelidikan. Pegiat demokrasi dan musuh politik Putin, Alexey Navalny, menuduh bahwa perusahaan jasa boga Prigozhin tidak menerapkan standar kerja yang baik sehingga makanan untuk anak-anak sekolah terkontaminasi.
Prigozhin menuntut Navalny di pengadilan atas pencemaran nama baik. Navalny diganjar kewajiban membayar ganti rugi sebesar 1,2 miliar dollar AS. Navalny sendiri dirawat di Berlin, Jerman, selama sebulan pada tahun 2020 setelah diputuskan kalah oleh pengadilan. Hasil pemeriksaan rumah sakit di Jerman mengatakan, ia keracunan zat kimia Novichok yang mengincar saraf. Dugaannya, peracunan dilakukan atas perintah Putin.
Berkat kedekatan dengan Putin, Prigozhin bisa mendapat kontrak-kontrak besar untuk usaha jasa boga.
Pada Februari 2018, New York Times melaporkan bahwa Prigozhin adalah salah satu oligarki Rusia yang dijatuhi sanksi oleh AS. Ia terbukti mendirikan perusahaan Internet Reasearch Agency yang menyebarkan hoaks selama pilpres AS 2016, mayoritas menyasar calon presiden Hillary Clinton. Prigozhin tidak menyangkal tuduhan itu.
”Orang-orang AS sangat mudah dipengaruhi. Mereka memercayai hal-hal yang hanya ingin mereka percayai,” tutur Prigozhin kepada RIA Novosty.
Mendirikan Wagner
Sejak 2018 pula media-media Rusia dan Eropa Timur menduga Prigozhin terlibat di dalam kelompok tentara bayaran Wagner. Ia terus menyangkalnya sampai pada September 2022. Melalui unggahan di situs Bloknot, Prigozhin mengakui bahwa dialah pendiri Wagner.
”Saya sendiri yang membeli senapan-senapan bekas. Membersihkan dan mengelapnya satu per satu,” katanya, dikutip oleh Financial Times.
Prigozhin menuturkan, pembentukan Wagner murni dilandasi semangat patriotisme Rusia. Pada 2014, Rusia menuding Ukraina melakukan kekerasan dan persekusi terhadap warga Donbas. Ini adalah salah satu provinsi di Ukraina yang mayoritas penduduknya keturunan Rusia. Ukraina dituduh melakukan penghapusan kebudayaan Rusia dari masyarakatnya dan mereka yang masih mempraktikkannya diberi sanksi keras.
Menurut Prigozhin, ia mendatangi berbagai kemah pelatihan milisi Cossack guna mencari kelompok yang bisa diajak turun ke Donbas. Ternyata, tidak ada yang cocok dengan standar yang diinginkan Prigozhin.
”Ya sudah. Saya bikin kelompok tentara bayaran sendiri. Wagner lahir pada 1 Mei 2014. Kami sudah membantu di Suriah, sejumlah negara di Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin,” ujarnya. Selain mengaku sebagai pendiri Wagner, Prigozhin akhirnya juga mengakui bahwa Wagner terlibat berbagai operasi militer di luar negeri.
Terserah Anda. Mau mengirim anak sendiri atau menggunakan narapidana. (Prigozhin)
Beredar pula video Prigozhin datang ke Penjara Mari El dan merekrut para tahanan. Mereka dijanjikan kebebasan apabila bergabung dengan Wagner selama enam bulan. Cara ini dikritik masyarakat Rusia maupun dunia.
”Terserah Anda. Mau mengirim anak sendiri atau menggunakan narapidana,” tukas Prigozhin, seperti dikutip oleh BBC.
Selama invasi Rusia ke Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari 2022, Wagner merupakan ujung tombak yang berperang di garis depan. Akan tetapi, hal ini berubah pada pertengahan 2023 akibat ketidakcocokan Prigozhin dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu.
Ia menuduh Shoigu payah dalam mengelola peperangan. Selain gagal menyuplai Wagner dengan persenjataan yang dibutuhkan, Shoigu juga dituding sengaja menyuruh personel militer untuk menyerang para anggota Wagner. Sebaliknya, Ukraina terus dipasok persenjataan oleh negara-negara Barat dan kini melancarkan serangan balik terkuat mereka.
Puncaknya pada Jumat (23/6/2023) ketika Progozhin mengumumkan akan menyerang Moskwa dan mengudeta Putin. ”Membersihkan Rusia dari koruptor yang mengorbankan rakyat sendiri,” begitu alasan yang ia kemukakan.
Wagner berhasil menduduki Rostov-on-Don yang terletak sekitar 1.000 kilometer selatan Moskwa. Mereka bergerak hingga 200 kilometer dari Moskwa. Serangan helikopter dari militer Rusia tidak mampu menghentikan tentara bayaran yang berjumlah 25.000 personel ini.
Dalam situasi genting tersebut, Putin di Kremin segera menyampaikan pidato yang disiarkan televisi. Ia mengatakan bahwa Progozhin beserta Wagner adalah pengkhianat yang menusuk dari belakang. Ia menegaskan, tidak ada ampun bagi mereka yang hendak menggulingkan pemerintahan.
Kota Moskwa diamankan. Sebanyak 3.000 milisi Chechnya di bawah Ramzan Kadyrov ditarik dari garis depan untuk melindungi ibu kota Rusia. Warga diminta tidak keluar rumah dan beberapa jalan raya digali parit guna menghalangi laju pasukan Wagner.
Presiden Belarus Alexander Lukashenko, sekutu Putin, segera menjadi penengah dan mengajak kedua belah pihak berunding. Hasilnya diumumkan oleh Juri Bicara Kremlin Dmitry Peskov. Pasukan Wagner diampuni dari segala tuntutan, termasuk Prigozhin, jika mereka berbelok menuju Belarus.
”Anggota Wagner yang sejak awal menolak ikut makar dibolehkan masuk militer Rusia,” kata Peskov.
Progozhin mengatakan, ia menyetujui perundingan itu demi menghindari pertumpahan darah sesama bangsa Rusia. Berubahnya tujuan dia ke Minsk belum menjelaskan apakah di masa depan nanti Kremlin masih mau menggunakan Wagner.
”Krisis terhindari, tetapi ini pukulan telak bagi Putin karena ia kehilangan sahabat sekaligus pendukung. Citra orang kuat Putin tercoreng,” kata mantan Duta Besar AS untuk Ukraina, John Herbst, kepada CNN.