Qatar Ambil Peran Mediasi untuk Stabilitas Kawasan
Meski sudah lama memainkan peran juru damai dan mediator konflik di Timur Tengah dan Afrika, Qatar merasa perlu memahami budaya di kawasan lain, termasuk toleransi di Indonesia.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
(KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD)
Menteri Negara berpangkat Wakil Perdana Menteri Qatar Hamad bin Abdulaziz al-Kawari menjelaskan peran Qatar sebagai mediator berbagai konflik di Timur Tengah dan Afrika dalam wawancara di Jakarta, Senin (5/6/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Qatar terus memainkan peran sebagai juru damai atau mediator negara-negara atau kelompok yang berkonflik di Timur Tengah dan Afrika. Perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan penting bagi setiap negara untuk mengembangkan dan meraih tujuan masing-masing, yaitu menyejahterakan rakyatnya.
Hal itu disampaikan Hamad bin Abdulaziz al-Kawari, mantan diplomat Qatar yang kini menjabat Menteri Negara dengan pangkat Wakil Perdana Menteri dalam wawancara khusus di Jakarta, Senin (5/6/2023). ”Qatar tidak memiliki target lain, kecuali perdamaian dan stabilitas di kawasan. Tidak hanya terwujud, tetapi juga bertahan,” kata Kawari.
Meski tergolong sebagai negara muda—merdeka dari Inggris tahun 1971—peran Qatar sebagai juru damai, penengah, atau mediator sudah dijalani sejak lebih dari satu dekade. Dimulai pada 2008, Qatar dinilai sukses menengahi krisis politik Lebanon dengan menggelar dialog di Doha antara faksi-faksi politik yang bertikai.
Hal serupa dilakukan Qatar di Yaman, Sudan, hingga Afghanistan. Salah satu peran penting sebagai mediator yang dilakukan pemerintahan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani adalah menjadi penyambung komunikasi antara kelompok Taliban dan Pemerintah Amerika Serikat dalam kesepakatan damai tahun 2020. Walau kini kondisi Afghanistan tak kunjung membaik, terutama bagi kaum perempuan, peran Qatar dalam proses damai itu dinilai signifikan.
Di Afrika, Qatar juga memainkan peran penting untuk ikut serta mendorong berakhirnya konflik perbatasan antara Djibouti dan Eritrea. Dua negara ini berperang selama dua tahun antara 2008-2010. Mediasi yang dilakukan Doha berhasil membujuk kedua negara menarik pasukan masing-masing dari wilayah perbatasan yang menjadi pusat konflik (Kompas.id, 8 April 2022).
AFP PHOTO / HO - PRESS OFFICE OF THE PRESIDENCY OF TURKEY
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (kiri) disaksikan Emir Qatar Emir Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani (kedua dari kanan) saat keduanya bertemu pada upacara pembukaan Piala Dunia 2022 di Stadion Al-Bayt, Al Khor, utara Doha, Qatar, Minggu (20/11/2022).
Di Sudan, meski Qatar telah berulang kali menjadi penengah konflik di sana sejak 2008 hingga satu dekade kemudian, situasi tak kunjung membaik. Kawari menyebut situasi terbaru di negara itu semakin mengkhawatirkan.
”Situasi di Timur Tengah dan Afrika menghadapi banyak tantangan. Kami tidak bahagia dengan situasi di Sudan. Jika Sudan menjadi negara gagal, ini tak hanya berdampak pada Sudan, tetapi juga pada negara-negara sekitar dan kawasan secara keseluruhan,” kata Kawari.
Tahun 2008, berdasarkan catatan Kompas, pada Juli 2011, faksi-faksi bertikai di Sudan pada masa pemerintahan Presiden Omar al-Bashir telah menandatangani dokumen Doha untuk perdamaian. Setelah itu, untuk membantu pemulihan ekonomi dan pembangunan, Qatar juga menginisiasi kotak dana untuk pembangunan Darfur pada tahun 2012.
Enam tahun kemudian, menjelang kejatuhan Bashir, Desember 2018, Pemerintah Sudan dan faksi-faksi bertikai menyatakan komitmennya untuk melanjutkan perundingan damai. Setelah pemerintahan Bashir tumbang pada 2019, Sudan terus dilanda gejolak.
Perseteruan Jenderal Abdel Fattah Burhan yang memimpin Angkatan Bersenjata Sudan dengan Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, pemimpin kelompok Pasukan Dukungan Cepat (RSF), memicu pertempuran sengit antara pendukung keduanya. Seperti dilaporkan Al Jazeera, pertempuran baru di Ibu Kota Khartum, Minggu (4/6/2023), mengakibatkan 40 orang tewas.
AFP/HO-PRESS OFFICE OF THE PRESIDENCY OF TURKEY
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) berdampingan dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman al-Saud (tengah) ditemani Emir Qatar Emir Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani (kanan) saat bertemu pada upacara pembukaan Piala Dunia 2022 di Stadion Al-Bayt, Al Khor, utara Doha, Qatar, Minggu (20/11/2022).
Kawari mengatakan bahwa situasi di Sudan, yang memiliki perbatasan dengan tujuh negara, termasuk Arab Saudi dan Mesir, dipastikan akan sangat berdampak bagi negara-negara di sekitarnya.
Perebutan kekuasaan di Sudan sejak pertengahan April lalu telah memicu krisis kemanusiaan di negara itu. Lebih dari 1,2 juta warga berstatus sebagai pengungsi di dalam wilayah teritorial (internal displaced person) dan lebih dari 400.000 lainnya mengungsi ke negara-negara tetangga untuk mencari situasi yang aman.
”Kami berharap situasi di negara itu tertangani dan perdamaian bisa terjadi,” ujar Kawari.
Hubungan Qatar-Indonesia
Kawari dalam kunjungannya beberapa hari di Indonesia sejak Sabtu (3/6/2023) menyebut bahwa kunjungannya itu adalah bagian dari diplomasi kultural mereka ke sejumlah negara dan kawasan, termasuk Indonesia. Dia juga akan mengunjungi Yogyakarta dan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai bagian dari Qatar-Indonesia Year of Culture 2023.
Dia mengatakan, sebagai negara dengan posisi geografis terbuka, antara lautan dan padang pasir, Qatar memiliki kecenderungan terbuka dengan berbagai hal, khususnya budaya. Kawari, yang pernah menjabat Menteri Kebudayaan 2008- 2016, menyebut diplomasi budaya sangat penting bagi negaranya. Diplomasi ini akan mempererat hubungan dua atau lebih negara.
Kawari dalam kunjungannya beberapa hari di Indonesia sejak Sabtu (3/6/2023) menyebut bahwa kunjungannya itu adalah bagian dari diplomasi kultural mereka ke sejumlah negara dan kawasan, termasuk Indonesia. Dia juga akan mengunjungi Yogyakarta dan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai bagian dari Qatar-Indonesia Year of Culture 2023.
Dia mengatakan, sebagai negara dengan posisi geografis terbuka, antara lautan dan padang pasir, Qatar memiliki kecenderungan terbuka dengan berbagai hal, khususnya budaya. Kawari, yang pernah menjabat Menteri Kebudayaan 2008-2016, menyebut diplomasi budaya sangat penting bagi negaranya. Diplomasi ini akan mempererat hubungan dua atau lebih negara.
”Kami percaya bahwa diplomasi budaya sangat penting, tidak hanya untuk memperkenalkan budaya kami—bagian dari budaya Arab, tetapi juga karena kami percaya bahwa melalui budaya orang-orang bisa mengerti satu sama lain, saling bertukar pandangan dan memperkuat pemahaman satu sama lain yang berujung penguatan hubungan di berbagai aspek kehidupan,” katanya.
Salah satu hal yang dikagumi dari Indonesia, menurut Kawari, adalah sikap toleransi antarumat beragama. Selain itu, dalam pandangan rakyat Qatar, kata dia, Indonesia menjadi salah satu negara Muslim yang dikagumi karena agama itu dijalankan bukan dengan paksaan atau penindasan, melainkan dengan kesadaran.
”Hal ini membuat banyak warga kami ingin berkunjung ke Indonesia untuk memahami lebih dalam, tidak hanya budaya, tetapi juga Islam,” kata Kawari.
Sepanjang Senin, dia bertemu dengan tiga pejabat tinggi pemerintah, yaitu Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, Menteri Pariwisata Sandiaga Uno, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Kawari mengungkapkan, ada beberapa hal yang bisa dikerjasamakan antara kedua negara, seperti program pertukaran pelajar atau mahasiswa, peningkatan kunjungan wisatawan dari dan ke kedua negara hingga penguatan kerja sama ekonomi lainnya yang sudah berjalan.