Perwakilan Khusus China untuk Urusan Eurasia Li Hui baru saja menggelar safari politik selama 12 hari di Eropa. Misi Beijing adalah menawarkan jalur mediasi untuk menyelesaikan perang Rusia-Ukraina.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA, DARI BEIJING, CHINA
·4 menit baca
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana konferensi pers Perwakilan Khusus China untuk Urusan Eurasia, Li Hu (kanan), di Beijing, China, Jumat (2/6/2023). Pada bulan Mei 2023, Li berkunjung ke Ukraina, Polandia, Perancis, Jerman, markas Uni Eropa, dan Rusia guna bertukar pandangan dengan semua pihak untuk penyelesaian konflik konflik Perang Rusia-Ukraina.
BEIJING, KOMPAS — China mulai memainkan peran aktif sebagai penengah konflik antara Rusia dan Ukraina. Meskipun belum ada titik terang agar kedua negara mau berdialog, China terus mendorong agar penyelesaian konflik dan perdamaian bisa segera terwujud.
Perwakilan Khusus China untuk Urusan Eurasia Li Hui berkunjung ke Ukraina, Polandia, Perancis, Jerman, markas Uni Eropa, dan Rusia. Kunjungan berlangsung selama 15-26 Mei 2023. Tujuan utama kunjungan ini adalah bertukar pandangan dengan semua pihak untuk penyelesaian konflik.
”Sesungguhnya, mungkin sulit bagi semua pihak untuk duduk dan berdialog. Namun, penting adanya inisiatif untuk membangun pemahaman bersama untuk penyelesaian akhir masalah ini,” kata Li dalam konferensi pers kepada wartawan di Beijing, Jumat (2/6/2023).
Li menyampaikan, risiko eskalasi perang Rusia-Ukraina masih tinggi. Namun, Rusia tidak menolak penyelesaian konflik, sementara Ukraina juga terus menyerukan pembicaraan damai. Jadi, kedua pihak tidak menutup pintu mengenai pembicaraan damai. ”Saya ingin menekankan bahwa China tidak terlibat dalam isu Ukraina, atau bagian dari masalah. China siap memainkan peran konstruktif untuk mempromosikan pembicaraan damai,” tuturnya.
Dalam tur selama 12 hari itu, Li mencatat tiga topik lain yang menjadi perhatian semua pihak, yakni keamanan nuklir, isu kemanusiaan, dan keamanan pangan. Polandia, khususnya, menyampaikan kekhawatiran tentang potensi bencana nuklir.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana konferensi pers Perwakilan Khusus China untuk Urusan Eurasia, Li Hu (kanan), di Beijing, China, Jumat (2/6/2023). Pada bulan Mei 2023, Li berkunjung ke Ukraina, Polandia, Perancis, Jerman, markas Uni Eropa, dan Rusia guna bertukar pandangan dengan semua pihak untuk penyelesaian konflik konflik Perang Rusia-Ukraina
Sejumlah negara, termasuk China, telah mengirim banyak bantuan untuk menanggulangi korban akibat perang. China melihat Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam krusial untuk dipertahankan demi menjaga pasokan pangan di seluruh dunia mengingat Rusia dan Ukraina merupakan produsen gandum dunia.
Menurut Li, konflik antara Rusia dan Ukraina terjadi karena alasan yang kompleks dan historis. Peristiwa ini juga menunjukan pecahnya kontradiksi dalam tata kelola keamanan Eropa. ”Semua pihak perlu melakukan refleksi mendalam tentang akar permasalahan,” ujar mantan Duta Besar China untuk Rusia ini.
Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Nur Rachmat Yuliantoro, berpendapat, China memegang peran sangat penting dalam mengupayakan perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Selain karena China adalah anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, upaya perdamaian yang dilakukan Barat sejauh ini tidak efektif sehingga perang terus bergejolak.
”Faktor kedekatan personal antara Presiden Xi dan Putin akan membantu upaya China tersebut,” tutur Nur Rachmat dari Yogyakarta.
Rachmat menjelaskan, China sudah menjalankan peran yang diharapkan sebagai kekuatan besar yang bertanggung jawab dalam membangun upaya perdamaian. Hal itu sejalan dengan prinsip-prinsip politik luar negeri peaceful co-existence yang dianutnya.
”Dengan proposal perdamaiannya, China berusaha menunjukkan diri sebagai aktor yang berpengaruh dan patut dilihat sebagai salah satu penjamin keamanan internasional. Ini semua dalam rangka membangun kredibilitas dan integritas China yang lebih baik lagi di mata dunia internasional,” kata Nur Rachmat.
Terkait konflik Rusia-Ukraina, Nur Rachmat melanjutkan, akar masalah tidak hanya soal tata kelola keamanan Eropa. Faktor pencetus lainnya adalah keangkuhan hegemoni Barat, upaya Rusia membangun kembali kekuatan di kawasan dan global, serta kepemimpinan Putin. Situasi ini membuat isu Rusia-Ukraina sangat kompleks dan multidimensional.
China berkomitmen untuk terus menjalankan proposal Presiden Xi Jinping yang berisi 12 poin tentang penyelesaian konflik atas krisis Ukraina. Proposal ini meluncur pada 24 Februari 2023. Beberapa isi proposal itu, antara lain, menghormati kedaulatan semua negara, menghentikan permusuhan, dan meninggalkan mentalitas Perang Dingin.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana konferensi pers Perwakilan Khusus China untuk Urusan Eurasia, Li Hu (kanan), di Beijing, China, Jumat (2/6/2023). Pada bulan Mei 2023, Li berkunjung ke Ukraina, Polandia, Perancis, Jerman, markas Uni Eropa, dan Rusia guna bertukar pandangan dengan semua pihak untuk penyelesaian konflik konflik Perang Rusia-Ukraina
Kirim senjata
Dalam kesempatan itu, Li juga menyerukan agar negara Barat berhenti mengirim senjata ke Ukraina. ”China percaya pada perdamaian, menyelamatkan nyawa, dan mencapai perdamaian, penting untuk berhenti mengirim senjata ke medan perang,” katanya.
Adapun beberapa negara yang telah mengirim bantuan senjata adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa. Menurut Li, kedatangannya mendapat sambutan hangat dari semua petinggi dan pejabat negara tujuan. Apresiasi tersebut menunjukkan posisi China yang obyektif, adil, dan tidak memihak.
”Semua pihak berbicara positif tentang upaya China untuk mencapai perdamaian dan mendukung penyelesaian konflik,” ucap sang diplomat sembari menekankan China tidak memiliki andil apa pun dalam perang tersebut.