BRICS antara lain membidik para produsen minyak menjadi anggota barunya. Indonesia bersama 18 negara lain telah menyatakan minat bergabung dengan perkumpulan itu.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
AFP/RODGER BOSCH
Menteri Kerja Sama dan Hubungan Internasional Afrika Selatan Naledi Pandor (ketiga dari kiri) bersiap mengikuti sesi foto bersama dengan para menteri luar negeri atau wakil menlu anggota BRICS, Kamis (1/6/2023), di Cape Tow, Afrika Selatan.Wakil Menlu China Ma ZHaoxu (kiri), Menlu Brasil Mauro Viera (kedua dari kiri) , Menlu Rusia (ketiga dari kanan) dan Menlu India Subrahmanyam Jaishankar mengikuti pertemuan pada 1-2 Juni 2023 itu.
CAPE TOWN, JUMAT- Organisasi lima negara kekuatan menengah, yang dikenal sebagai BRICS, ingin menjadi penyeimbang baru geopolitik. Mereka ingin menjadi kumpulan negara yang lebih diperhitungkan secara ekonomi dan politik.
Menteri Kerja Sama dan Hubungan Afrika Selatan, Naledi Pandor, mengatakan bahwa perkumpulan itu ingin menjadi kekuatan alternatif. “Visi kami di BRICS adalah kemitraan kami memberikan kepemimpinan global di dunia yang terpecah oleh kompetisi, ketegangan geopolitik, kesenjangan, dan keamanan global yang memburuk,” ujarnya, Kamis (1/6/2023) sebagaimana dikutip antara lain oleh Africa News, Times Live, dan News 24.
Pandor menjamu koleganya dari Brasil, China, India, dan Rusia di Cape Town pada 1-2 Juni 2023. Huruf awal nama lima negara itu dalam bahasa Inggris dijadikan sebutan untuk perkumpulan mereka, BRICS. “Pertemuan ini harus memberikan pesan kuat bahwa dunia kini multipolar, sedang mencari kesimbangan baru, dan cara lama tidak bisa menyelesaikan keadaan sekarang,” kata Menlu India Subrahmanyam Jaishankar.
Selain para Menlu BRICS, pertemuan Cape Town juga dihadiri menlu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Kuba, Iran, dan Kazakhstan. Kehadiran mereka menunjukkan keseriusan BRICS memperluas keanggotannya.
Perluasan
Sejak Konferensi Tingkat Tinggi BRICS di China pada 2022, niat perluasan keanggotaan semakin ditegaskan. Sampai sekarang, Indonesia bersama 18 negara lain telah menyatakan minat bergabung dengan perkumpulan itu. “BRICS menempatkan dirinya sebagai alternatif dari Barat dan cara memberi ruang bagi kekuatan baru yang sedang berkembang,” kata peneliti South African Institute of International Affairs, Cobus van Staden kepada Africa News.
Namun, pengajar University of Cape Town Robert Schrire menyebut, sulit memahami keanggotaan BRICS sekarang dari sisi ekonomi maupun politik. China-India sudah lama bermusuhan. Ada pun postur ekonomi Afrika Selatan, Brasil, dan Rusia membuat tiga negara itu secara alamiah menjadi pesaing satu sama lain.
“Kalau semakin diperluas, kumpulan itu dan kesatuannya akan semakin sulit dikelola,” ujarnya.
BRICS antara lain membidik para produsen minyak menjadi anggota barunya. Arab Saudi, Iran, Aljazair, hingga Venezuela telah mendaftar menjadi calon anggota BRICS. “Kalau seluruh produsen kunci minyak itu bisa dijadikan anggota baru, BRICS akan benar-benar berpengaruh,” kata peneliti BRICS, William Gumede.
AFP/RODGER BOSCH
Menteri Kerja Sama dan Hubungan Internasional Afrika Selatan Naledi Pandor (ketiga dari kiri) memaparkan hasil pertemuannya bersama dengan para menteri luar negeri atau wakil menlu anggota BRICS, Kamis (1/6/2023), di Cape Tow, Afrika Selatan. Wakil Menlu China Ma ZHaoxu (kiri), Menlu Brasil Mauro Viera (kedua dari kiri) , Menlu Rusia (ketiga dari kanan) dan Menlu India Subrahmanyam Jaishankar mengikuti pertemuan pada 1-2 Juni 2023 itu.
China dan India, yang sama-sama dalam lima besar konsumen energi global, akan diuntungkan dengan perluasan BRICS. Beijing dan New Delhi mendapat forum tambahan untuk menjaga hubungan dengan para raksasa minyak. Sementara bagi produsen minyak di Timur Tengah, keanggotaan BRICS berarti memberikan platform tambahan untuk menembus potensi pasar baru.
Arab Saudi tengah merundingkan keanggotannya di New Development Bank (NDB). Bank yang berpusat di Shanghai itu lebih dikenal sebagai BRICS Bank. Uni Emirat Arab dan Mesir telah lebih dulu menjadi anggota NDB yang disebut menjadi alternatif pendanaan selain Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), atau Bank Pembangunan Asia (ADB).
Trio itu dikendalikan negara-negara yang secara ekonomi dan politik berseberangan dengan BRICS. Sebagian anggota dan calon anggota BRICS sudah bertahun-tahun disanksi para pengendali Bank Dunia, IMF, dan ADB.
Putin
Pertemuan di Cape Town bagian dari persiapan KTT BRICS pada 22-24 Agustus 2023 di Gauteng, Afsel. Persiapan KTT itu rumit karena Mahkamah Kriminal Internasional telah memerintahkan penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin. Perintah itu membuat Afsel dalam posisi dilematis. Afsel merupakan anggota ICC dan peratifikasi Statuta Roma yang menjadi dasar pembentukan ICC.
Departemen Kerja Sama dan Hubungan Internasional (DIRCO) Afsel telah mengeluarkan jaminan kekebalan diplomatik untuk semua hadirin di forum BRICS. Di sisi lain, DIRCO juga menegaskan akan tetap mematuhi semua aturan internasional.
Sekretaris Jenderal ANC Fikile Mbalula menegaskan, partai berkuasa di Afsel itu siap menyambut kedatangan Putin. Masalahnya, ANC belum bisa memastikan Putin akan datang atau tidak. ANC memastikan akan menentang segala bentuk sanksi ke Afsel jika Afsel menolak menangkap Putin.
“Tidak ada negara bisa memaksa kami berpihak dalam perang Rusia-Ukraina. Kami sudah menegaskan netralitas. Kami selalu menegaskan, konflik harus diselesaikan melalui perundingan,” ujarnya. Sementara partai oposisi utama Afsel, Democratic Alliance (DA) menggugat pemerintah Afsel. Mereka meminta pengadilan memerintahkan pemerintahkan Afsel menangkap Putin jika datang di KTT BRICS nanti.
AP/SPUTNIK/KREMLIN POOL PHOTO/MIKHAIL KLIMENTYEV
Presiden Rusia Vlamdimir Putin berbincang dengan Gubernur Amur, Vasily Orlov lewat telekonferensi dari kantornya di Moskwa, Rusia pada 16 Mei 2023. Pada Maret 2023, Mahkamah Kriminal Internasional memerintahkan penangkapan Putin karena memerintahkan serangan ke Ukraina.
Peneliti University of Johannesburg Chido Nyere mengatakan, sulit menangkap Putin di Afsel. Isu penangkapan Putin disebutnya lebih ke politis dibandingkan persoalan hukum. “Pengadilan memang bisa saja membuat fatwa hukum, walakin, ini bukan perkara hukum. Masalah ini lebih ke persoalan politis, sangat rumit, dan kewenangan pengadilan amat terbatas,” kata dia.
Ia mengingatkan, sebagian pihak yang mendorong penangkapan Putin bukanlah penanda tangan apalagi peratifikasi Statuta Roma. Bahkan, Amerika Serikat yang kini mendorong penangkapan Putin pun pernah menyanksi para pejabat ICC. AS punya hukum yang melarang warganya bekerja sama dengan ICC. “Semua upaya menangkap Putin harus didasarkan pada kerangka kerja sama lintas negara dan Putin telah menyatakan akan hadir di KTT BRICS,” ujar Nyere kepada Africa News.
Ada pun dosen hukum pada University of Pretoria Dire mengatakan, secara hukum bisa saja Putin ditangkap di Afsel. Walakin, hal itu mustahil dilakukan secara politis. “Sebagai masalah hukum, kecuali pemerintah bisa mementahkan gugatan DA, maka Afsel harus menangkap Putin. Jika penangkapan tidak terjadi, maka akan ada pertanyaan tentang kepatuhan hukum oleh pemerintah,” ujarnya.
Pada 2015, Afsel pernah mengabaikan perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC. Kala itu, Afrika kedatangan Presiden Sudan Omar Al Bashir yang diburu ICC.