Seberangi Lautan, Menempuh Ratusan Kilometer, demi Pesta Rakyat KTT ASEAN
Pameran yang hanya berlangsung satu hari itu seakan memberi kesan begitu kecilnya ruang bagi pelaku usaha kecil. Ke depan, mesti dilapangkan ruang bagi mereka yang kecil agar kian berkembang.
Kehadiran puluhan usaha mikro, kecil, dan menengah di Pesta Rakyat turut mewarnai Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Datang dari berbagai penjuru di NTT dengan biaya sendiri, mereka menempuh jarak ratusan kilometer, termasuk menyeberangi lautan.
Dua tenda yang di dalamnya tengah berlangsung proses menenun dan juga berisi pajangan makanan lokal itu berdiri di balik puluhan stan pameran. Terhalang di sudut lapangan, letak tenda tak terlihat pengunjung kala memasuki pameran yang diadakan untuk memanggungkan budaya dan karya kreatif masyarakat lokal itu.
Pameran yang dikemas dalam acara bertajuk Pesta Rakyat itu berlangsung di Lapangan Waekesambi, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Minggu (7/5/2023). Pameran sengaja diadakan untuk memeriahkan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN.
Salah satu tenda yang berada di posisi paling sudut itu diisi petenun dari Kabupaten Lembata. Beberapa perempuan di dalam tenda sedang mendemonstrasikan pengerjaan kain tenun ikat, mulai persiapan bahan hingga menjadi kain tenun siap pakai.
Pengerjaan dimulai dengan pemisahan kapas dari bijinya. Kapas dipintal secara manual hingga menghasilkan benang. Petenun menggunakan benang yang dipintal sendiri agar lebih halus dan kuat. Mereka tidak menggunakan benang hasil pabrikan industri.
Selanjutnya, benang diberi pewarna alami berupa kulit kayu dan aneka tanaman. Dengan pewarna alami, kain tenun tidak mudah luntur. Namun, demi hasil yang bagus, pewarnaan memerlukan waktu berbulan-bulan. Caranya, benang direndam menggunakan cairan pewarna.
Tahap berikutnya membuat motif dengan cara diikat. Berbagi macam motif dibentuk pola yang dibuat dengan cara diikat. Ketika diberi pewarna, bentuk pola itu akan kelihatan. Proses pembentukan pola agak rumit. Perlu perhitungan detail dan penguasaan ilmu geometri.
Tahap berikutnya adalah menenun hingga menghasilkan kain berukuran panjang 2 meter dan lebar 1 meter. Pembuatan satu helai kain tenun ikat bertahan alami membutuhkan waktu hampir dua tahun. Untuk satu helai, dibandrol dengan harga paling murah Rp 30 juta. Kain itu biasanya digunakan dalam ucapara adat, perkawinan, dan kematian di daerah itu.
Pembuatan tenun ikat sengaja dimunculkan dalam pameran untuk mengangkat kekayaan budaya tenun di NTT. Diperkirakan, motif tenun di NTT mencapai 700 jenis.
”Supaya tamu dari luar negeri bisa menyaksikan proses ini,” ujar Bernadus Keytimu, koordinator kelompok tenun dari Lembata.
Baca juga: Mengintip Dapur KTT ASEAN
Perjalanan jauh
Semangat memperkenalkan tenun mendorong Bernadus, bersama sembilan perempuan petenun, datang jauh-jauh dari Lembata ke Labuan Bajo. Lembata dan Labuan Bajo berada pada dua sisi yang berjauhan. Lembata di seberang timur Pulau Flores, sedangkan Labuan Bajo menempel di sisi barat Flores. Jaraknya sekitar 723 kilometer atau mendekati jarak Jakarta-Surabaya.
Untuk mencapai Labuan Bajo dari Lembata, mereka berganti moda transportasi. Dari Lembata, mereka menggunakan kapal motor selama 3,5 jam ke Pelabuhan Larantuka di Kabupaten Flores Timur. Setelah istirahat, mereka menggunakan kendaraan darat ke Maumere, Kabupaten Sikka, selama hampir 4 jam. Selanjutnya, mereka menumpang kapal ke Labuan Bajo dengan waktu pelayaran hampir 15 jam.
Tiba di Labuan Bajo, mereka tidak kebagian stan pameran. Mereka kemudian menyewa tenda dengan tarif Rp 400.000 per hari. Di tenda itu pula, mereka tidur lantaran semua hotel dan penginapan di Labuan Bajo terisi tamu KTT Ke-42 ASEAN.
Sayangnya, pameran itu hanya berlangsung satu hari. ”Kami sangat kecewa, kami sudah datang jauh-jauh, tapi pameran hanya dibuka satu hari saja. Kalau seperti ini, bagaimana orang bisa melihat produk kami,” kata Bernadus.
Di stan pameran lain, Erlin Owa (33) bersama dua rekannya datang dari Kabupaten Nagekeo. Mereka membawa hasil olahan berupa kacang goreng, keripik pisang, dan pisang cokelat. Mereka datang menggunakan kapal dengan waktu tempuh 19 jam. Mereka juga tidak kebagian stan sehingga harus menyewa tenda.
Seperti rombongan dari Lembata, Erlin juga kecewa lantaran pelaksanaan pameran hanya berlangsung satu hari. ”Kami tidak terlalu peduli berapa banyak uang yang kami dapatkan dari pameran ini, tetapi yang paling penting adalah produk kami diketahui orang,” ucapnya.
Berbeda dengan Bernadus dan Erlin, Bony Oldam Romas bernasib lebih baik. Bony yang menjabat Ketua Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Manggarai itu kebagian stan. Sebanyak empat pengusaha kopi ikut. Selama KTT ASEAN berlangsung, ia memperkirakan, penghasilan setiap pengusaha kopi lebih dari Rp 20 juta.
Ia pun berharap, pameran seperti itu dapat digelar lebih dari satu hari agar ruang pengenalan lebih lama. Waktu pelaksanaan pameran yang hanya satu hari dinilai tidak cukup. Padahal, saat ini, ribuan orang sedang berkunjung ke Labuan Bajo. ”Kita harus manfaatkan kesempatan ini,” ucapnya.
Masruroh, Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pemeran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengatakan, pesta rakyat itu merupakan kesempatan untuk memanggungkan budaya dan karya kreatif masyarakat lokal. ”Selain itu, memberi tambahan penghasilan bagi peserta pameran,” ucapnya.
Shana Fatina, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores, menambahkan, pameran tidak hanya melibatkan pelaku usaha kreatif di Labuan Bajo dan sekitarnya, tetapi juga dibuka untuk semua perwakilan di Pulau Flores. Mereka datang ke sana dengan biaya sendiri. Ini menunjukkan, manfaat KTT ASEAN tak hanya untuk Labuan Bajo.
Menanggapi kekecewaan peserta terkait waktu pelaksanaan yang hanya satu hari, Shana berharap pengertian dari mereka. Pasalnya, pelaksanaan pesta rakyat merupakan bagian dari rangkaian KTT ASEAN yang sudah terjadwal. Namun, ke depan ia berjanji akan diadakan lagi pameran dalam momen yang berbeda.
Dalam skala lebih luas, dampak yang didapat dari KTT Ke-42 ASEAN sejalan dengan upaya pemerintah membangkitkan lagi ekonomi. Seperti diketahui, setelah pandemi mereda, pariwisata termasuk sektor yang didorong untuk menumbuhkan perekonomian.
Labuan Bajo, sebagai salah satu destinasi pariwisata superprioritas di Indonesia, telah disiapkan menjadi tuan rumah penyelenggaraan ajang berkelas internasional seperti KTT Ke-42 ASEAN. Pesta Rakyat merupakan salah satu dukungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
”Kita melihat kebangkitannya sangat kuat. Kunjungan wisatawannya akan meningkat dan potensi dari kenaikan ini akan membangun suatu pencapaian target wisatawan mancanegara 8,5 juta (orang) tahun ini. Dan, dari Labuan Bajo sendiri, total target tahun 2023 ini antara 300.000-350.000 (orang), mungkin akan naik 10-20 persen yang ditopang oleh perhelatan KTT Ke-42 ASEAN,” kata Menparekraf/Kepala BPEK Sandiaga Uno kepada wartawan di Pusat Media, Labuan Bajo, Rabu (10/5/2023).
Terkait keberlanjutan dampak, menurut Sandiaga, pemerintah harus memastikan acara seperti KTT Ke-42 ASEAN akan diikuti acara skala nasional hingga internasional lainnya yang akan terbagi bukan hanya di musim sibuk, melainkan juga di musim ketika diprediksi kunjungan wisatawan menurun.
”Oleh karena itu, tugas kami untuk menciptakan event-event sepanjang tahun sehingga target kita di tahun 2024 untuk mencapai target 4,4 juta lapangan kerja baru di pariwisata dan ekonomi kreatif ini bisa tercapai,” kata Sandiaga.
Puncak KTT ASEAN pada 10-11 Mei 2023 sudah berlalu. Di balik begitu besarnya perputaran uang di daerah itu, terselip kisah ruang pameran pelaku usaha kecil yang belum terakomodasi secara baik. Pameran yang hanya berlangsung satu hari itu seakan memberi kesan begitu kecilnya ruang bagi pelaku usaha kecil. Ke depan, mesti dilapangkan ruang bagi mereka yang kecil agar kian berkembang.