Dimulai, Mimpi ASEAN Jadi Ekosistem Kendaraan Listrik
ASEAN memiliki potensi pengembangan kendaraan listrik dengan estimasi pasar mencapai 2,7 miliar dollar Amerika Serikat pada 2027. Ditargetkaan, total pengurangan emisi karbondioksida mencapai 3,8 juta ton pada 2030.
MANGGARAI BARAT, KOMPAS – Konferensi Tingkat Tinggi ke-42 ASEAN mengadopsi Deklarasi Pembangunan Ekosistem Kendaraan Listrik Kawasan. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN bertugas untuk mengawasi seluruh implementasinya.
Deklarasi terdiri atas 18 poin itu dicapai para pemimpin ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu (10/5/2023). Deklarasi tersebut adalah satu dari enam deklarasi dan empat pernyataan bersama yang dicapai pada hari pertama konferensi.
Presiden Joko Widodo selalu Ketua ASEAN 2023 memimpin KTT ke-42 ASEAN. Di sejumlah pidato, Presiden menekankan pentingnya kolaborasi ASEAN untuk memastikan kawasan melanjutkan momentum pertumbuhannya di tengah berbagai tantangan mutakhir.
”Dalam situasi ini, kita harus semakin memperkuat kolaborasi untuk menjaga ASEAN sebagai Epicentrum of Growth. Potensi ekonomi kawasan kita sangat besar. Ekonomi yang tumbuh di atas rerata dunia, bonus demografi, kemudian middle class yang terus meningkat, 65 persen pada tahun 2030. Mari bergandengan erat, menyusun agenda bersama untuk memastikan kawasan ini terus menjadi Epicentrum of Growth,” kata Presiden pada pidato pembukaan pertemuan pemimpin ASEAN dengan Dewan Penasehat Bisnis ASEAN.
Presiden pada berbagai kesempatan kerap menegaskan arti penting pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Dalam konteks ASEAN, gagasan ini misalnya disuarakannya saat menghadiri KTT ASEAN-Jepang di Sokha Hotel, Phnom Penh, Kamboja, 12 November 2022. “Salah satu sektor potensial yang dapat dikembangkan adalah pembangunan ekosistem kendaraan listrik,” kata Presiden saat itu.
ASEAN, menurut Presiden, memiliki potensi besar bagi pengembangan kendaraan listrik dengan estimasi pasar mencapai 2,7 miliar dollar Amerika Serikat pada 2027. Sebagai pemilik 23 persen cadangan nikel dunia, Indonesia tengah mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik dari hulu sampai ke hilir. Ada target produksi mobil listrik mencapai 600 ribu unit dan 2,45 juta sepeda motor listrik per tahun pada 2030 dengan pengurangan total emisi karbondioksida 3,8 juta ton.
Para pemimpin ASEAN melalui deklarasi terkait kendaraan listrik tersebut menyebutkan, ASEAN berkomitmen membangun ekosistem kendaraan listrik regional yang melibatkan seluruh negara anggota ASEAN. Seluruh negara anggota ASEAN mendukung adopsi agenda kendaraan listrik dan pengembangan industri kendaraan listrik di negara-negara ASEAN.
Para pemimpin ASEAN juga berkomitmen membangun ASEAN sebagai hub produksi global bagi industri kendaraan listrik guna mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan yang berkelanjutan. Langkah ini dilakukan dengan mempertimbangkan ruang kebijakan negara-negara anggota ASEAN dalam memanfaatkan keunggulan komparatifnya.
Untuk itu, para pemimpin ASEAN mendorong harmonisasi standar kawasan untuk ekosistem kendaraan listrik serta pelatihan dan sertifikasi berdasarkan standard internasional. Ini antara lain menyangkut teknologi, standard keselamatan, spesifikasi produk, infrastruktur, stasiun pengisian baterai.
Para pemimpin ASEAN, masih merujuk deklarasi, juga sepakat mengeksplorasi kerja sama dan kolaborasi dalam pembangunan ekosistem kendaraan listrik. Termasuk di dalamnya adalah mendorong partisipasi UMKM, kolaborasi kegiatan riset dan pengembangan, mempromosikan peluang investasi.
Guna memajukan ekosistem kendaraan listrik kawasan, para pemimpin ASEAN mendorong kerja sama dengan mitra eksternal ASEAN. Hal ini ditempuh melalui berbagai mekanisme yang dipimpin ASEAN, organisasi-organisasi internasional, serta pelibatan swasta dan masyarakat.
”Menugaskan kepada Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN untuk mengawasi seluruh implementasi deklarasi, menyediakan panduan dalam merumuskan strategi regional komprehensif, dan mengidentifikasi badan sektoral yang paling relevan untuk menggordinasikan pembangunan agenda ekosistem kendaraan bermotor regional,” sebut para pemimpian ASEAN.
Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Kukuh Kumara, menyatakan, pelaku industri otomotif mendukung rencana pengembangan ekosistem kendaraan listrik di tingkat ASEAN. “Kesepakatan itu perlu ditindaklanjuti dengan pemetaan keunggulan industri terkait di masing-masing negara anggota. Negara mana yang akan memproduksi baterai, transmisi, hingga komponen pendukung, seperti semikonduktornya. Tentunya, pemetaan keunggulan produksi ini mesti bersifat saling melengkapi,” katanya.
Saat ini, dia menilai, negara-negara ASEAN yang memiliki basis produksi industri otomotif ialah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Namun, berdasarkan ketersediaan bahan bakunya, Indonesia unggul dalam industri baterai.
Tak hanya di sisi produksi, dia berpendapat, pemetaan selera dan jenis kendaraan yang diminati pasar di tiap negara juga dibutuhkan. Di Indonesia, konsumen cenderung menggunakan mobil listrik untuk kegiatan sehari-hari, seperti ke kantor dan sekolah, atau identik dengan istiliah city car.
Harganya mesti terjangkau oleh konsumen, yakni sekitar Rp 300 juta per unit. Minat masyarakat Indonesia terhadap mobil listrik berkembang signifikan yang tercermin lewat serapan pasar yang melonjak dari 700 unit pada 2021 menjadi 10.000 unit pada 2022. Selain itu, potensi pengembangan kendaraan komersial, seperti bus dan truk, dalam ekosistem di tingkat ASEAN juga perlu dikaji.
Di industri antara, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Haykel Hubeis menilai, pengembangan ekosistem kendaraan listrik di tingkat ASEAN berdampak positif pada industri smelter. “Permintaan terhadap logam (yang menjadi bahan baku kendaraan listrik) akan meningkat. Oleh sebab itu, pelaku industri smelter perlu bersiap menaikkan produksi,” katanya.
Dia mengilustrasikan, kebutuhan logam kendaraan konvensional terdiri dari alumunium dan baja sedangkan kendaraan listrik membutuhkan pasokan lithium, tembaga, dan nikel untuk baterainya. Kenaikan permintaan logam itu, menurutnya, dapat meningkatkan harga. Oleh sebab itu, kebijakan harga serta hilirisasi yang kontinu dibutuhkan untuk mencegah meningkatnya biaya produksi kendaraan listrik. Peningkatan permintaan akan berimbas pada kenaikan harga.
Selain harga, dia berpendapat, dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti limbah dan emisi, perlu menjadi perhatian. Dia mengimbau pelaku industri smelter dan produsen kendaraan listrik untuk bersinergi memenuhi permintaan kendaraan listrik dengan cara-cara yang lestari dan ramah lingkungan.
Secara umum, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan akan menindaklanjuti kesepakatan di tingkat pemimpin ASEAN itu di tingkat teknis agar kerja sama yang ditargetkan dapat terwujud. “Indonesia memiliki modal dan berpotensi menjadi pemimpin di kawasan karena memiliki bahan baku. Selain itu, Indonesia juga sedang mengembangkan ekosistem baterainya yang didukung oleh kapasitas industri yang sudah mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN. Namun, kita ingin win-win bagi semua member countries,” tuturnya saat dihubungi, Rabu (10/5/2023).
Kesepakatan itu, lanjutnya, selaras dengan program kementerian yang turut membangun ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Program ini bertujuan mewujudkan perubahan perilaku masyarakat untuk menggunakan kendaraan ramah lingkungan. Ke depan, pengembangan ekosistem tersebut diharapkan dapat menciptakan nilai tambah, menyerap tenaga kerja, mengurangi penggunaan bahan bakar minyak sehingga menghemat devisa, serta menurunkan emisi karbon dioksida.