Kisah di Balik Tenun Kampung untuk Pemimpin Negara ASEAN
Tenun yang dirajut ibu-ibu dari kampung Buas Ngancar, Manggarai Barat, akan dikenakan para kepala negara yang hadir dalam KTT ASEAN di Labuan Bajo. Tenun dengan pewarna alami itu dibuat spesial, bermotif mata manuk.
Karolina Andus (47) terkejut kala mendengar kabar yang disampaikan dari balik telepon, suatu malam pertengahan April 2023. Ia dan beberapa penenun di kampungnya diminta menyiapkan kain tenun untuk para kepala negara beserta ibu yang akan hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN.
Tenun dari kampung Buas Ngancar, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, dipilih mewakili daerah itu, daerah yang akan menjadi tuan rumah KTT ASEAN pada 9-11 Mei 2023. Momentum itu digelar di Labuan Bajo, kota pesisir, yang terpaut lebih kurang 2 jam perjalanan dari Kampung Buas di pegunungan.
Karolina dan 19 penenun, yang dipilih, punya waktu terbatas untuk menyelesaikan pesanan, yakni hingga akhir April 2023. Mereka diberi waktu hanya 15 hari. Hasil tenun itu nantinya akan dikirim ke Istana Negara di Jakarta untuk diseleksi lalu dijahit sesuai ukuran para kepala negara beserta ibu dari semua negara anggota ASEAN.
Para penenun mulai bergerak menyiapkan bahan terbaik berupa benang dan pewarna alami. ”Yang susah itu pewarna alami karena kami harus mencari bahannya berupa kulit kayu di tengah hutan. Kami harus jalan kaki selama berjam-jam,” ujarnya saat ditemui di Labuan Bajo, Sabtu (6/5/2023).
Bahan benang dengan pewarna alami akan menghasilkan tenun berkualitas tinggi. Lebih dingin dan tidak mudah luntur. Tenun dengan pewarna alami jarang ditemukan karena proses pembuatannya lebih lama dan tentu harganya mahal. Di pasaran lebih dominasi tenun menggunakan pewarna sintentis.
Yeny Gaby, pelaku UMKM dan pendamping di Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Manggarai Barat, menuturkan, pewarna alami dimaksud berbahan beragam, mulai dari kulit mahoni, akar mengkudu, kunyit, hingga secang. Ada pula fermentasi beberapa bahan tumbuhan yang menghasilkan warna indigo.
Teknik penggabungan bahan lazim ditempuh untuk menghasilkan paduan warna. Warna hijau, misalnya, dihasilkan dari campuran warna indigo dan warna kunyit. Prosesnya, kain diwarnai dengan fermentasi yang menghasilkan warna indigo, lalu difiksasi pakai kunyit dan dijemur.
Setelah selesai meracik pewarna, benang direndam dengan pewarna selama lebih dari satu hari. Jika warna pada benang belum sesuai dengan yang diharapkan, direndam lagi dengan pewarna. Proses pewarnaan benang rata-rata membutuhkan waktu sekitar seminggu. Benang yang sudah berwarna itu kemudian ditenun.
Warna tenunan yang akan dikenakan kepala negara dan pasangannya dibuat bervariasi, disesuaikan dengan kekhasan masing-masing negara. ”Kuning untuk kamboja. Malaysia (berwarna kain) coklat. Kemeja untuk kepala negara dan pasmina untuk ibu negara Timor Leste biru, Brunei Darussalam hijau,” kata Gaby.
Lantaran waktu terbatas, Karolina menenun setiap hari mulai pukul 07.00 sampai pukul 17.00. Mengerjakan tenun dengan pewarna alami tidaklah mudah. Salah satunya, benang rawan putus apabila tidak hati-hati.
Ketika menenun kain pesanan itu, enam kali Karolina mengalami benang putus. Penyambungan satu urat benang agar hasil sambungan tidak terlihat kasatmata dibutuhkan teknik khusus dan menghabiskan waktu sekitar 10 menit.
Setelah lebih dari 10 hari, kain Karolina sudah jadi dengan ukuran panjang 2 meter dan lebar 60 sentimeter. Ia menyerahkan untuk dijahit.
”Awalnya saya kaget mendapat pesanan itu. Saya berusaha menenun sebaik mungkin dalam waktu terbatas. Saya bangga. Saya senang. Tenunan saya untuk kepala negara,” ucapnya.
Karolina tidak bisa mengungkapkan lebih jauh kebahagiaannya itu dengan kata-kata. Sejak mulai menenun di usia 13 tahun, ia sudah menenun ribuan helai kain. Sudah banyak pejabat yang menggunakan tenunannya, mulai dari kepala desa hingga menteri. Kali ini ia menenun untuk kepala negara.
Diseleksi Presiden
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTT Julie Laiskodat menuturkan, ide penggunaan tenun tradisional itu berasal dari Presiden Joko Widodo. Presiden ingin mengangkat budaya lokal untuk dipanggungkan ke kancah dunia melalui momentum KTT ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo.
Boleh dikata, pemilihan tenun ini merupakan bagian pelaksanaan afirmasi Presiden Jokowi bagi NTT. Hal ini seperti disampaikannya saat memberikan keterangan pers seusai tiba di Bandara Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, untuk mengikuti simulasi penyambutan para pemimpin ASEAN, Minggu (7/5/2023).
Baca juga: Tenun Mata Manuk dan Sepeda Bambu di KTT ASEAN
”(KTT ASEAN) ini adalah momentum yang sangat baik. Kita adakan KTT ASEAN di Labuan Bajo itu untuk marketing (memasarkan) Labuan Bajo supaya semua dunia tahu di Indonesia ada namanya Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur,” kata Presiden Jokowi.
Apalagi, pemerintah sudah menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu destinasi superprioritas di negeri ini. Kekayaan tenun ikut menyempurnakan potensi wisata destinasi superprioritas Labuan Bajo yang terkenal dengan ikon komodo.
Hewan yang hanya ada di daerah itu merupakan reptil yang hidup dari zaman purba hingga saat ini. Data per tahun 2021 menyebutkan, total populasi komodo di daerah itu sebanyak 3.303 ekor.
Julie mengatakan, tenun itu kemudian dikirim ke Istana Presiden untuk seleksi. ”Bapak Presiden sendiri yang menyeleksinya. Beliau yang pilih, tenun warna apa yang cocok dengan masing-masing kepala negara. Setelah dipilih selanjutnya dijahit sesuai ukuran,” ujarnya.
Menurut Julie, Presiden menginginkan kain tenun yang adem dengan motif kalem. Motif dimaksud adalah ”mata manuk” yang merupakan motif suku Manggarai. Mata manuk berarti mata ayam. Pola motifnya berbentuk belah ketupat menyerupai mata ayam.
Motif mata ayam merupakan satu dari lebih kurang 700 motif tenun di seluruh NTT. Sejumlah 22 kabupaten/kota di NTT memiliki kekhasan motif tenun. Penggunaan motif mata manuk juga ingin menunjukkan kekayaan motif di NTT dengan berbagai filosofi yang terkandung di dalamnya.
Maria Elisabeth C Pranda (66), tokoh perempuan Manggarai Barat, menuturkan, rupa ayam yang menjadi inspirasi motif tenun memiliki relasi yang kuat dengan masyarakat suku Manggarai.
”Ayam biasanya digunakan dalam seremonial adat untuk menyambut tamu, persembahan kepada leluhur, persembahan kepada Tuhan, penanda waktu, dan banyak lagi. Ayam tidak bisa dilepaskan dari kehidupan orang Manggarai,” kata Maria yang menginisiasi penetapan motif tenun mata manuk menjadi tenun khas daerah itu.
Dengan memberikan kain tenun mata manuk kepada pada kepala negara ASEAN, hal itu menunjukkan bentuk penghargaan masyarakat terhadap tamu. Apalagi tamu kali ini merupakan tamu kehormatan.
”Sebagai orang Manggarai, kami pun merasa terhormat mendapatkan kesempatan ini,” ucap Maria.
Di sisi lain, keberlangsungan kain tenun Manggarai Barat juga cukup menggembirakan karena ada proses regenerasi perajin. Yopi Widiyanti, pengurus Dekranasda Manggarai Barat, mengatakan, sejak tahun 2021 digelar program kewirausahaan untuk regenerasi perajin.
”Kami rekrut anak-anak muda usia 17-25 tahun agar bisa lagi belajar, ikut ibu-ibu yang lama (menjadi penenun),” katanya.
Desy Ratna (22), anak seorang penenun, salah satu yang mendapatkan pelatihan kewirausahaan. Materi pelatihan mencakup seluruh tahapan pembuatan tenun.
”Semua tahapan, termasuk penggulungan benang, pengenalan kayu-kayu (untuk bahan pewarna alami), dan lainnya,” kata Desy.
Sebentar lagi, tenun mata manuk akan dikenakan para kepala negara bersama istri dalam KTT ASEAN di Labuan Bajo. Dari kejauhan di kampung Buas Ngancar, para penenun merayakan kegembiraan atas karya mereka yang kini naik pamor. Mereka bangga tenunan hasil karya tangannya dikenakan para pemimpin negara di kawasan Asia Tenggara dan pasangannya.
Baca juga: Semua Mata Tertuju ke Labuan Bajo