Presiden Jokowi Kedepankan Dialog untuk Solusi Myanmar
Krisis di Myanmar telah berlangsung selama dua tahun. Lima konsensus ASEAN yang diharapkan menjadi resep penyelesaikan tak kunjung terimplementasi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, KRIS MADA
·3 menit baca
MANGGARAI BARAT, KOMPAS – Presiden Jokowi yang juga Ketua ASEAN 2023 menekankan pentingnya dialog sebagai solusi bagi setiap persoalan di ASEAN. Ini termasuk penyelesaian krisis di Myanmar.
”Penyelesaian setiap masalah di ASEAN menggunakan prinsip dialog. Ini sangat penting sekali, utamanya di dalam masalah Myanmar,” ujar Presiden menjawab pertanyaan wartawan sesaat setelah mendarat di Bandara Komodo di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Minggu (7/5/2023).
Presiden hadir di Labuan Bajo untuk memimpin Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, 9-11 Mei. Pertemuan para pemimpin ASEAN tersebut akan membahas sejumlah agenda. Persoalan konflik di Myanmar menjadi salah satunya.
”Iya, secara khusus akan dibahas (persoalan Myanmar). Tapi, acuan kita tetap untuk Myanmar, acuan kita tetap. Five point consensus itu tetap jadi acuan. Tetapi, harus dengan dialog, bukan karena (sanksi). Menurut saya, sanksi itu bukan sebuah solusi,” katanya.
Pada KTT Ke-42 ASEAN ini, Presiden melanjutkan, hadir perwakilan Myanmar, tetapi bukan dari perwakilan politik. ”Itu konsensus kita, konsensus di KTT ASEAN yang lalu memang seperti itu. Kita ingin konflik di Myanmar segera diselesaikan,” katanya.
Presiden menyebut tiga hal penting terkait penyelesaian konflik di Myanmar. Pertama, Myanmar harus segera menghentikan kekerasan. Kedua, bantuan kemanusiaan harus sampai ke rakyat di Myanmar.
Berikutnya adalah prinsip proaktivitas. Presiden mengatakan, Myanmar harus proaktif menyelesaikan konflik yang telah melanda negara itu.
”Yang ketiga dialog yang penting. Yang ingin kita (harapkan), yang aktif tidak hanya di sini, tetapi juga di Myanmar sendiri sudah harus aktif untuk berperan dalam dialog-dialog yang ingin kita lakukan,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam keterangan kepada wartawan di Pusat Media KTT Ke-42 ASEAN mengatakan, KTT akan dihadiri sembilan kepala pemerintahan atau kepala negara ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn.
Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak juga akan hadir. Sebagaimana disebutkan Retno, Timor Leste secara prinsip sudah menjadi anggota ASEAN. Adapun untuk keanggotaan penuh, Dili masih harus memenuhi beberapa hal. Peta jalan keanggotaan penuh Timor Leste di ASEAN akan diadopsi para pemimpin ASEAN di KTT di Labuan Bajo.
PM Thailand Prayut Chan-ocha dan Pemimpin Junta Myanmar Min Aung Hlain, menurut Retno, tidak akan hadir. Prayut sibuk mempersiapkan partainya menghadapi pemilu pada 14 Mei 2023.
Adapun Min memang tidak diundang. ASEAN memutuskan Myanmar hanya dihadiri pejabat paling tinggi setara direktur jenderal. ASEAN menolak kehadiran semua pejabat Myanmar setingkat menteri atau lebih tinggi di forum-forum ASEAN.
Krisis di Myanmar berawal dari kudeta oleh junta militer terhadap pemerintah sipil hasil pemilihan umum sah. Peristiwa ini terjadi pada 1 Februari 2021.
Sejak saat itu, junta militer yang mengambil alih pemerintahan menerapkan kebijakan keras terhadap lawan-lawan politiknya. Sejumlah tokoh politik ditangkap dan dipenjara, termasuk Aung San Suu Kyi.
Ini tak menyurutkan perlawanan masyarakat. Sebaliknya, gelombang unjuk rasa terus terjadi. Bahkan, muncul kelompok-kelompok militan yang berani melawan pasukan pemerintah.
Pada 24 April 2021, para pemimpin ASEAN menggelar pertemuan khusus di Jakarta. Hasilnya, ASEAN menyepakati lima konsensus penyelesaian masalah Myanmar.
Kelima konsensus itu ialah penghentian kekerasan dan sikap menahan diri, dialog konstruktif semua pihak, penunjukan utusan khusus ASEAN, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus untuk bertemu semua pihak. Namun, dua tahun berselang, tak ada perkembangan berarti.