Sebagai negara berkembang dengan ekonomi terbesar, China berbagi kiat kepada negara berkembang lain agar bisa menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan pelestarian alam.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA, dari Beijing, China
·5 menit baca
Tidaklah mudah bagi negara berkembang mencari titik keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian alam. China pelan-pelan berusaha membuat konsep ini bisa menjadi kenyataan.
Suhu pada Jumat (5/5/2023) turun menjadi 16 derajat celsius. Angin dingin menerpa bulu puluhan bebek yang bergerombol di Beijing Yeyahu National Wetland Park, Distrik Yanqing, Beijing, China. Sesekali bunyi kepakan sayap mereka membelah kesunyian.
Beijing Yeyahu National Wetland Park memiliki luas total 6.873 hektar, sebuah cagar alam lahan basah terbesar dan terkaya di Beijing. Taman ini merupakan rumah bagi berbagai jenis hewan, seperti bangau, angsa, bebek liar, amfibi, reptil, serangga, dan pohon-pohon tinggi. Pada 2 Februari 2023, taman ini terpilih masuk dalam List of Ramsar Wetlands of International Importance.
”Awalnya kami ingin merestorasi lahan basah, tetapi sekarang taman ini bisa merestorasi dan meningkatkan standar hidup pada lingkungan,” kata Wang Xiaoxu, Direktur Kantor Manajemen Cagar Alam Distrik Yanqing.
Hasil pemantauan dalam beberapa tahun ini menunjukkan lebih dari 20.000 burung yang bermigrasi mampir ke taman itu setiap tahun. Mereka datang untuk berkembang biak, beristirahat, dan melewati musim dingin. Jenis burung yang datang naik dari 233 spesies menjadi 368 spesies.
Awalnya kami ingin merestorasi lahan basah, tetapi sekarang taman ini bisa merestorasi dan meningkatkan standar hidup pada lingkungan.
China terus berkomitmen untuk mempromosikan perlindungan dan pelestarian lingkungan. Dalam pidato pembukaan Kongres Partai Komunis, Oktober 2022, Presiden Xi Jinping menyampaikan China akan memprioritaskan perlindungan lingkungan dan mempromosikan gaya hidup hijau.
Xi menyampaikan, konservasi alam adalah bagian esensial pembangunan negara sosialis yang modern. Masalah lingkungan yang masih perhatian, antara lain, ialah polusi udara, polusi air, dan mengontrol kontaminasi tanah. ”Perlindungan ekologis dan lingkungan telah mengalami perubahan historis, transformasional, dan komprehensif—langit Ibu Pertiwi kita lebih biru, pegunungan lebih hijau, dan air lebih jernih,” ujar Xi.
China mencatat beberapa kemajuan dalam restorasi lingkungan selama satu dekade lebih. Data National Forestry and Grassland Administration (NFGA) menyebutkan, area hutan meningkat dari 125 juta hektar pada 1980-an menjadi 230,64 juta hektar pada 2021. Cakupan vegetasi padang rumput bertambah dari 51 persen pada 2011 menjadi 56,1 persen pada 2020.
Perbaikan lain adalah China sudah mengucurkan total 16,8 miliar yuan untuk restorasi dan konservasi lahan basah. Lebih dari 800.000 hektar lahan basah telah ditingkatkan dan dipulihkan.
Pada 2021, Xi dalam COP15 juga mengumumkan pendirian taman nasional gelombang pertama, antara lain Three-River-Source National Park, Giant Panda National Park, Northeast China Tiger and Leopard National Park, Hainan Tropical Rainforest National Park, serta Wuyi Mountain National Park. Cakupannya mencapai 230.000 kilometer persegi untuk area dan 30 persen spesies satwa liar yang dilindungi.
Titik keseimbangan
Negara berkembang menghadapi dilema dalam isu lingkungan. Ada dua tujuan yang harus dipenuhi, yakni pertumbuhan ekonomi dan konservasi alam. ”Bagaimana menyeimbangkan sarana agar keduanya agar tetap stabil merupakan masalah yang sangat menantang bagi semua negara berkembang. China ingin berbagi pengalaman tentang isu ini agar kedua tujuan itu bisa tercapai,” kata Direktur Jenderal Departemen Kerja Sama Internasional NFGA Xia Jun.
Salah satu yang dilakukan China dimulai ketika reformasi ekonomi China bergulir pada era 1970-an. Xia menjelaskan, sejumlah kota pesisir dibuka untuk investasi luar negeri, termasuk sebagai pusat impor material untuk diolah, kemudian diekspor. Langkah ini merupakan cara untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Pada saat yang bersamaan, kawasan di pedalaman belum berkembang, tetapi lebih kaya akan sumber daya keanekaragaman hayati. ”Jadi, setelah area pesisir maju, area ini akan menyediakan dukungan finansial untuk melestarikan dan melindungi sumber daya di daerah pedalaman,” ujar Xia.
Ia mengakui, impor material itu mencakup kayu dari negara lain yang turut menimbulkan deforestasi. Kepulauan Solomon adalah salah satu negara yang rajin mengekspor kayu ke China. Mengutip Observatory of Economic Complexity (OEC), nilai ekspor kayu Kepulauan Solomon sebesar 312 juta dollar AS pada 2021. Tujuan ekspor utama kayu kasar negara ini adalah China (281 juta dollar AS) diikuti India (24,9 juta dollar AS).
Menurut Xia, impor terjadi demi memenuhi kebutuhan sekaligus restorasi hutan dalam negeri yang menggundul sehingga terjadi banjir parah pada 1998. Namun, China terus mendorong pelestarian lingkungan dengan berbagi pengalaman soal deforestasi di kancah internasional dan memperbaiki suplai domestik.
”Di masa depan, kami ingin bisa bergantung pada produksi kayu domestik. Saya tidak bisa mengatakan kapan, tetapi dalam 30-50 tahun ini China akan menggunakan lebih banyak kayu domestik daripada impor,” ujar Xia.
Saling belajar
China mempromosikan hubungan internasional tipe baru yang terbagi dalam tiga periode. Periode pertama (1949-1978) adalah periode kerja sama unilateral antara China dan negara-negara sosialis, lalu periode kedua (1978-2010-an) adalah masa China semakin terlibat dalam komunitas internasional.
Periode ketiga berlangsung dari tahun 2012 sampai sekarang. China berkolaborasi dengan negara besar, negara tetangga, dan negara berkembang. Untuk negara berkembang, China menyediakan kursus pelatihan, keahlian melalui kerja sama bilateral, dan proyek demonstrasi.
”Sejak 2012, China menggelar 148 kursus pelatihan atau lokakarya untuk 5.546 partisipan dari 106 negara berkembang,” ujar Xia.
Akan tetapi, China juga tak segan belajar dari negara lain. Xia mencontohkan, China bisa belajar soal konservasi harimau di India. Jumlah harimau di India terus bertambah meskipun India kini menjadi negara dengan jumlah populasi manusia terbanyak di dunia. Hal ini berarti India bisa menjaga habitat harimau dengan baik.
”Kami percaya kita harus selalu meningkatkan pembangunan global dan mempromosikan harmoni antara manusia dan alam,” kata Xia. (Reuters)