Wisma Duta dan KBRI Khartum, hingga pesawat Turki ditembaki. Ada diplomat Mesir tewas tertembak. Semua itu terjadi di tengah upaya evakuasi dari Sudan
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rombongan WNI terakhir dievakuasi dari Sudan ke Arab Saudi, Jumat (28/4/2023). Namun tiga WNI masih dirawat di salah satu kota di Sudan karena terluka akibat kecelakaan bus dalam proses evakuasi. Setiba di Arab Saudi, WNI diterbangkan ke Indonesia secara bertahap.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan, pesawat TNI AU mengangkut gelombang besar terakhir evakuasi dari Port Sudan pada Jumat malam. Seperti gelombang sebelumnya, evakuasi terakhir juga menuju Jeddah, Arab Saudi. “Banyak sekali tantangannya,” ujarnya di Jakarta.
Hingga Jumat pagi, tinggal 111 WNI di Port Sudan. Mereka bagian dari 897 WNI yang setuju dievakuasi dari Sudan. Menurut Retno, rombongan terakhir ini dievakuasi Jumat pukul 20.00 waktu setempat menuju Arab Saudi.
Dari 111 WNI itu, 3 orang di antaranya dirawat di rumah sakit karena patah tulang akibat bus yang membawa mereka menglami kecelakaan tunggal di Atbara. Kota kecil di Sudan itu dilewati dalam perjalanan dari Khartum menuju Port Sudan. Selain dengan pesawat TNI AU, WNI diangkut dari Port Sudan ke Jeddah dengan kapal milik Arab Saudi.
Sementara pesawat Hercules C-130 milik Angkatan Bersenjata Turki ditembak kala hendak lepas landas pada Jumat. Pesawat itu menggunakan bandara Wadi Seyidna di pinggiran Khartum. Pesawat baru terbang kala pihak yang belum teridentifikasi menembaki sistem pasokan bahan bakar.
“Meski tidak cedera, perbaikan sedang dilakukan di pesawat kami,” demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Turki.
Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok milisi RSF saling menyalahkan atas insiden itu. Sudah berulang kali SAF-RSF saling menyalahkan di tengah pertempuran yang berlangsung sejak Sabtu (15/4) itu.
Mereka antara lain saling menyalahkan soal pihak mana yang lebih dulu melanggar kesepakatan gencatan senjata. Sejak 20 April 2023, sudah berulang kali diumumkan gencatan senjata SAF-RSF. Berulang kali pula terjadi pelanggaran. Bukan hanya dengan senapan, mereka saling serang dengan meriam, serangan udara, dan mengerahkan kendaraan tempur lapis baja.
Hal itu antara lain terjadi di Khartum, Omdurman, dan Bahri pada Jumat. Saling serang terjadi tidak sampai 12 jam sejak gencatan senjata kembali disepakati SAF-RSF. Padahal, sejumlah pihak terlanjur memuji persetujuan SAF-RFS menyepakati gencatan senjata.
Hingga Jumat siang WIB, belum ada kepastian apakah tiga WNI itu bisa diterbangkan ke Jeddah. Dengan kondisi patah kaki, sulit membawa mereka bepergian dengan pesawat apalagi kapal laut.
Pelanggaran gencatan senjata itu salah satu tantangan evakuasi. Bagi Indonesia, masih ada kewajiban mengevakuasi tiga WNI yang masih dirawat di Port Sudan. Hingga Jumat siang WIB, belum ada kepastian apakah tiga WNI itu bisa diterbangkan ke Jeddah. Dengan kondisi patah kaki, sulit membawa mereka bepergian dengan pesawat apalagi kapal laut.
Ada pun dari Jeddah, Indonesia memulangkan warganya secara bertahap dengan pesawat komersial. Pada Jumat pagi, 385 WNI tiba dari Jeddah dengan pesawat komersial.
Pada Sabtu malam, gelombang kedua evakuasi dari Jeddah akan kembali menggunakan pesawat komersial. Ada pun gelombang besar terakhir dijadwalkan pada Minggu dengan pesawat TNI AU. Penerbangan Minggu sekaligus menutup upaya evakuasi.
Retno mengatakan, tantangan lain evakuasi adalah layanan perbankan terhenti. Padahal, mobil sewaan, bahan bakar, dan makanan harus dibayar. Oleh karena itu, tim Kemlu RI ke Sudan tidak hanya membawa uang tunai tetapi juga . Tim juga membawa bahan makanan untuk dibagikan kepada WNI yang masih tertinggal di Sudan.
Ketersediaan bahan pangan salah satu kekhawatiran selama proses evakuasi. Sebelum akhirnya rombongan WNI bisa meninggalkan Khartum, ada kekhawatiran atas cadangan bahan makanan yang hanya cukup untuk paling lama sepekan.
Saat WNI mulai masuk Wisma Duta dan kantor Kedutaan Besar RI di Khartum, belum ada kepastian kapan evakuasi bisa dilakukan. “Situasinya terlalu berbahaya,” ujar Retno.
Wisma Duta dan kompleks KBRI Khartum berulang kali terkena tembakan. Penembak tidak bisa diidentifikasi dengan mudah. Anggota Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok milisi RSF menggunakan seragam dan persenjataan yang amat mirip satu sama lain.
Bukan hanya kompleks diplomatik RI, fasilitas diplomatik negara lain juga terkena tembakan. Bahkan, ada diplomat Mesir tewas karena tertembak dalam pertempuran RSF-SAF dua pekan terakhir. Tidak diketahui, peluru kubu mana yang menewaskan diplomat Kairo itu.
SAF-RSF akhirnya menyetujui gencatan senjata mulai Selasa lalu. Pada Kamis, gencatan senjata kembali diperpanjang sampai Sabtu. Seperti berbagai negara lain, Indonesia memanfaatkan gencatan senjata itu untuk mengevakuasi warganya. “Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi saat gencatan senjata berakhir,” kata Retno.
Situasi di Sudan sama sekali berbeda dengan Ukraina. Di Ukraina, Indonesia bisa berkomunikasi dengan Kyiv-Moskwa untuk menyampaikan rencana evakuasi. Para pihak setuju memberikan jeda dan jalur evakuasi selama beberapa waktu. Identifikasi para pihak di lapangan juga relatif lebih mudah di Ukraina.
Sementara di Sudan, tidak ada pihak yang bisa menjamin ketersediaan jalur kemanusiaan. Anggota SAF dan RSF tetap baku tembak secara sporadis meski berkali-kali gencatan senjata disepakati.
Untuk gencatan senjata terkini, sejumlah negara meminta SAF-RSF benar-benar mematuhinya. “Kami menyambut baik kesediaan mereka berkomunikasi untuk menghadirkan gencatan senjata yang lebih berkelanjutan, penghentian permusuhan, dan memastikan akses kemanusiaan yang tidak terganggu,” demikian pernyataan Arab Saudi dan sejumlah negara.
Bersama sejumlah negara, Riyadh memang giat mendorong gencatan senjata di Sudan. Bersama para tetangga Sudan, Arab Saudi juga menjadi penampung evakuasi dari berbagai negara. Tidak hanya menampung, Riyadh mengangkut total 2.744 orang dari Sudan. Selain warga Arab Saudi, ribuan orang itu merupakan warga 76 negara lainnya. (AFP/REUTERS/RAZ)