Masa Depan Perdamaian Yaman
Perang saudara di Yaman sudah berlangsung hampir sembilan tahun. Rekonsiliasi Arab Saudi dan Iran diharapkan menerbitkan fajar perdamaian.
Kabar dari Beijing barangkali bisa menjadi awal yang baik bagi rakyat Yaman yang menderita akibat perang saudara sejak 2015 datang dari Beijing. Rekonsiliasi Iran-Arab Saudi yang disepakati pada 10 Maret di Beijing dengan mediasi China menjadi harapan bagi terbitnya perdamaian di negeri berpenduduk 31,2 juta jiwa itu.
Para pengamat sepakat bahwa rekonsiliasi Iran-Arab Saudi akan membawa dampak positif terhadap stabilitas dan keamanan regional Timur Tengah. Sebab, kedua negara selama ini terlibat perang proksi di sejumlah negara, seperti di Lebanon, Irak, Bahrain, dan Yaman.
Di Yaman, Iran mendukung kelompok Al Houthi. Arab Saudi memimpin koalisi multinasional mendukung pemerintahan. Persoalan menjadi kian kompleks dengan keterlibatan kombatan lain, termasuk kelompok Islam militan dan separatis yang didukung oleh Uni Emirat Arab (UEA).
Perang di Yaman telah membunuh dan melukai puluhan ribu warga sipil. Konflik itu juga telah membuat lebih dari empat juta orang mengungsi. Negara yang sebelum perang sudah terhitung paling miskin di Arab itu makin terpuruk dalam multikrisis, mulai perang, wabah kolera, kekurangan obat-obatan, hingga ancaman kelaparan.
Masa depan penyelesaian perang Yaman akan menjadi barometer pertama tentang sejauh mana dampak positif dari rekonsiliasi Iran-Arab Saudi itu atas keamanan dan perdamaian regional. Momentum inilah yang kini ditangkap oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang selama ini mengupayakan proses perundingan kelompok-kelompok yang bertikai di Yaman.
Mereka yang optimistis perdamaian bisa tercapai mendasarkan asumsinya pada keterlibatan langsung Arab Saudi sebagai mediator untuk mencapai rekonsiliasi di Yaman. Keterlibatan Arab Saudi sebagai mediator itu tidak terlepas dari atmosfer politik positif dari dampak rekonsiliasi Iran-Arab Saudi di Beijing.
Delegasi Arab Saudi dan Oman, Minggu (9/4/2023), tiba di ibu kota Yaman, Sana’a, untuk berunding dengan kelompok Al Houthi tentang rancangan paket kesepakatan damai di Yaman yang disponsori PBB. Rancangan paket kesepakatan damai Yaman terdiri dari tiga tahap proses perdamaian.
Pertama, pengumuman gencatan senjata, pembentukan komite teknis untuk penyatuan bank sentral, tukar-menukar tawanan, serta membuka semua pintu darat, laut, dan udara. Termasuk dalam tahap ini adalah membangun kepercayaan di antara pihak-pihak bertikai.
Kedua, perundingan untuk memilih dan menentukan bentuk negara yang diinginkan oleh para pemimpin dan rakyat Yaman. Ketiga, proses masa transisi.
Dari rancangan paket kesepakatan damai itu, pihak Al Houthi dan Pemerintah Yaman dengan mediasi Arab Saudi dan Oman setuju melakukan tukar-menukar tawanan. Urusan ini sebenarnya sudah disepakati dalam perundingan antara kelompok Al Houthi dan Pemerintah Yaman di Bern, Swiss, 20 Maret 2023.
Proses tukar-menukar tawanan yang mencakup sekitar 900 tahanan tersebut disepakati selama tiga hari, mulai Jum’at (14/4/2023) hingga Minggu (16/4). Sebelumnya, pada Oktober 2020, kelompok Al Houthi dan Pemerintah Yaman juga telah melakukan tukar-menukar tawanan sebanyak 1.050 tawanan.
Delegasi Arab Saudi dan Oman sampai saat ini masih terus melakukan perundingan intensif dengan pimpinan kelompok Al Houthi di Sana’a tentang rancangan paket kesepakatan damai di Yaman sekaligus proses pelaksanaannya.
Pelaksanaan tukar-menukar tawanan itu diharapkan sebagai langkah awal menuju pelaksanaan langkah berikutnya, seperti membuka semua pintu darat, laut, dan udara yang ditutup oleh kedua pihak kelompok Al Houthi dan Pemerintah Yaman, serta Arab Saudi.
Arab Saudi sampai saat ini masih menutup wilayah udara dan akses ke pantai laut Yaman, kecuali untuk misi kemanusiaan. Langkah ini untuk mencegah suplai senjata dari Iran kepada kelompok Al Houthi.
Arab Saudi selama ini menuduh Iran sebagai pihak yang menyuplai roket dan pesawat nirawak ke kelompok Al Houthi di Yaman. Arab Saudi selalu mengklaim bahwa bangkai roket dan pesawat nirawak milik kelompok Al Houthi yang berhasil ditembak jatuh teridentifikasi sebagai buatan Iran.
Pascarekonsiliasi Iran-Arab Saudi di Beijing, Riyadh diharapkan secara bertahap mulai melonggarkan blokadenya atas wilayah udara dan laut Yaman. Arab Saudi diharapkan akan bersedia mencabut blokadenya terhadap Yaman dengan imbalan kesediaan kelompok Al Houthi menandatangani kesepakatan damai komprehensif dengan Pemerintah Yaman. Saat ini delegasi Arab Saudi dan Oman sedang merundingkannya dengan kelompok Al Houthi di Sana’a.
Sumber media Arab mengungkapkan, Arab Saudi berharap kesepakatan damai komprehensif di Yaman bisa dicapai sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab yang akan digelar di Riyadh, 19 Mei 2023.
Arab Saudi menginginkan kesepakatan damai komprehensif di Yaman bisa diumumkan dalam KTT Liga Arab di Riyadh dengan mengundang delegasi kelompok Al Houthi dan Pemerintah Yaman. Bagi Arab Saudi, pencapaian kesepakatan damai komprehensif di Yaman merupakan kesempatan untuk bebas dari perangkap perang Yaman yang melelahkan dan menguras biaya besar.
Arab Saudi semakin menyadari bahwa tidak mungkin mengalahkan kelompok Al Houthi secara militer dan mengusirnya dari Sana’a. Kelompok Al Houthi pun dalam beberapa tahun terakhir mampu melancarkan serangan balasan terhadap Arab Saudi dengan menembakkan ratusan roket dan pesawat nirawak ke sejumlah kota di Arab Saudi.
Ini yang membuat posisi Arab Saudi semakin sulit terkait perang Yaman. Arab Saudi tentu tidak ingin kehilangan muka dengan mengumumkan mundur secara sepihak dari Yaman. Untuk itu, Arab Saudi akan berusaha agar kelompok Al Houthi menerima rancangan paket kesepakatan damai Yaman.
Utusan khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, bisa jadi juga akan terlibat langsung bersama delegasi Arab Saudi dan Oman dalam perundingan dengan kelompok Al Houthi pada fase perundingan damai mendatang. Tidak tertutup kemungkinan, Arab Saudi akan meminta Iran ikut intervensi membujuk kelompok Al Houthi menerima rancangan paket kesepakatan damai Yaman yang disponsori oleh PBB itu.
Bahkan, kekuatan internasional, seperti Amerika Serikat dan China, bisa dilibatkan untuk menekan kelompok Al Houthi menerima paket itu. Apalagi putra mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), menyadari bahwa perang Yaman yang butuh biaya besar adalah ibarat duri dalam daging bagi megaproyek visi Arab Saudi 2030.
MBS kini ingin semua sumber daya Arab Saudi difokuskan untuk menyukseskan visi 2030. Arab Saudi diberitakan bersedia mengucurkan dana besar untuk proyek pembangunan kembali Yaman setelah banyak infrastruktur hancur akibat perang. Ini akan dilakukan jika tercapai kesepakatan damai komprehensif di Yaman.
Sebelum ini, Arab Saudi menolak mengirim delegasinya berunding dengan kelompok Al Houthi. Arab Saudi selalu berharap pihak ketiga, seperti Oman atau PBB, atau Pemerintah Yaman yang berunding dengan kelompok Al Houthi.
Namun, setelah tercapai rekonsiliasi Iran-Arab Saudi di Beijing, atmosfer politik berubah. Kini muncul optimisme kuat akan tercapainya perdamaian di Yaman.